Jakarta (ANTARA News) - Kelompok Peduli Manggarai mendesak dihentikannya penambangan emas di Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur, karena akan mengancam kerusakan lingkungan di kawasan tersebut.

"Kami mendesak intervensi pemerintah pusat untuk menghentikan kegiatan penambangan emas skala besar oleh PT Grand Nusantara milik China, karena akan mengancam kerusakan Taman Komodo," kata Direktur Office for Justice, Peace, and Intergrity of Creation (JPIC) Peter C Aman, dalam jumpa pers di Jakarta, Senin.

Menurut dia, ribuan warga di sekitar tambang telah memprotes melalui demontrasi hingga tiga kali, mendesak Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, NTT, untuk menghentikan penambangan di wilayah Batugosok, namun tidak pernah ditanggapi.

JPIC juga mendesak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro, mengambil langkah intervensi terhadap aktivitas pertambangan di Batugosok, termasuk menyelidiki proses dan prosedur izin perusahaan terkait.

Menurut dia, dalam memanfaatkan sumber daya alam pemerintah harus juga mempertimbangkan kepentingan yang lebih luas, demi kesejateraan masyarakat dan daya dukung lingkungan.

Wilayah Batugosok dihuni sekitar 10 ribu jiwa, yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan dan petani. Mereka merasa dirugikan dengan adanya tambang itu.

"Pertambangan asing akan mengeksploitasi kekayaan alam kita secara habis-habisan. Setelah itu mereka langsung pergi, dan bagaimana nasib masyarakat agraris kita ke depan," katanya.

Masyarakat juga merasa dirugikan karena hak atas tanahnya diambil alih dan daya dukung lingkungan untuk sumber air, karena pertambangan terbuka sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan.

Pengampanye Tambang Wahana Lingkungan Hidup, Pius Ginting, menjelaskan, penambangan berbagai potensi sumber daya alam di daerah mulai marak sejak otonomi daerah, namun tidak dilaporkan ke pemerintah pusat.

Para pelakunya berlomba-lomba melakukan penambangan terbuka, dan tidak pernah memikirkan lingkungan dan nasin penduduk setempat.

"Pertambangan apa pun berpotensi menghasilan limbah dan merusak lingkungan," katanya

Praktisi hukum dari JPIC OFM-KPM, Agustinus Dawarja, menjelaskan, pemerintah daerah setempat menyatakan bahwa tanah Batugosok itu tidak bersertifikat. Namun, tanah-tanah itu milik adat masyarakat setempat.

"Pemerintah daerah yang memberikan Kuasa Pertambangan (KP) kepada perusahaan asing di lokasi tanah adat ini melanggar hak asasi manusia," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya mendesak kepada DPRD setempat membentuk panitia khusus untuk memeriksa semua dokumen dan proses perolehan izin KP, dan bila ada indikasi pelanggaran hukum segera diproses melalui aparat penegak hukum.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009