Makassar (ANTARA News) - Warga Jalan Pongtiku, Kecamatan Tallo, Makassar mengeluhkan pengurangan takaran minyak tanah bersubsidi yang dijual di pangkalan.

H Rahmatia salah seorang ibu rumah tangga, Rabu, mengaku jika harga minyak tanah bersubsidi sebelum ditarik dari pasaran sudah dipermainkan oleh pihak pangkalan.

Hal itu ditegaskan setelah dirinya bersama ibu rumah tangga lainnya usai melakukan transaksi jual beli minyak tanah di pangkalan Lia Afriany di Jalan Pongtiku, Makassar.

"Biasanya saya membeli minyak tanah Rp3.000 per liternya, namun setelah adanya kabar jika minyak tanah bersubsidi akan dihentikan, pihak pangkalan langsung mempermainkan takaran minyak tanahnya," ujarnya.

Dikatakannya, sebelum adanya kabar jika minyak tanah akan ditarik dari peredaran pihak pangkalan masih menjual dengan harga normal sesuai dengan takarannya.

Banyaknya warga yang mengeluhkan permainan takaran minyak tanah itu langsung dilaporkan ke Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar kemudian ditindak lanjuti dengan peninjauan langsung oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) kota Makassar.

Kepala Bidang Perdagangan Disperindag Makassar, Dedi Hermadi mengatakan, berdasarkan pemantauan langsung di beberapa ibu rumah tangga diketahui jika harga eceran tertinggi (HET) masih belum berubah.

"Harga minyak tanah masih belum berubah karena masih disubsidi dari pemerintah, nanti setelah subsidi minyak tanah ditarik dari pemerintah barulah pihak pangkalan menetapkan harga," katanya.

Menurutnya, para ibu rumah tangga yang menyerahkan uang sebesar Rp15 ribu berharap mendapat minyak tanah dari pangkalan sebanyak lima liter, namun setelah diterima ternyata takarannya dalam satu jerigen tidak mencukupi.

Karena itu, kata Dedi, ia angsung meminta kepada pihak pangkalan untuk mengembalikan sisa uang para warga yang tidak mencukupi takaran yang semestinya. Karena para konsumen dilindungi dengan Undang Undang Perlindungan Konsumen.

"Setelah kita berikan pengertian akhirnya pihak pangkalan sepakat untuk mengembalikan sisa uang dari warga yang merasa dirugikan," tandasnya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009