Jakarta (ANTARA News) - Juru Bicara Kelompok Pakar (Eminent Person Group/EPG) Indonesia-Malaysia, Musni Umar, menyatakan klaim budaya Indonesia oleh Malaysia merupakan isu sensitif yang bisa mengganggu hubungan kedua negara.

"Masalah isu klaim budaya ini sensitif dan mengganggu hubungan kedua negara. Ini tidak mudah, karena penduduk Malaysia, mayoritas asal usulnya dari Indonesia," kata Musni di Jakarta, Selasa.

Hal itu dikatakan Musni saat diminta pendapatnya mengenai klaim Malaysia atas Tari Pendet dari Bali, Indonesia.

Menurut Musni, budaya asli Indonesia yang kemudian dibawa oleh orang-orang asal Indonesia yang kini menjadi warga negara Malaysia itu menjadi masalah ketika kemudian menjadi alat promosi dan bisnis.

EPG Indonesia-Malaysia, lanjut dia, berpendapat bahwa masalah isu klaim budaya dapat diselesaikan dengan win-win solution (saling menguntungkan) melalui kolabolasi promosi pariwisata Indonesia-Malaysia.

"Indonesia banyak aset budaya yang bisa menjadi alat promosi yang menarik dan Malaysia punya dana untuk promosi, kedua negara sebaiknya promosi bersama dalam pariwisata," ujarnya.

Hal itu, kata dia, merupakan salah satu rekomendasi EPG kepada pemerintah Indonesia dan Malaysia, yang belum direalisasikan.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa kemarahan rakyat Indonesia atas penayangan Tari Pendet asal Pulau Dewata dalam promosi tahun kunjungan Malaysia dengan jargon "Malaysia Truly Asia" dapat dipahami.

Ini karena bukan untuk pertama kalinya Malaysia mengambil budaya Indonesia dan mengklaim sebagai budayanya.

Apalagi Malaysia hampir selalu mengelak telah mengambil budaya Indonesia, misal lagu "Rasa Sayange" dan "Reog Ponorogo".

"Kemarahan itu dapat dipahami karena budaya merupakan warisan hasil karya dan karsa bangsa yang harus dipelihara dan dijunjung tinggi," katanya.

Sementara itu, untuk masalah budaya yang masuk dalam wilayah abu-abu kedua pihak sepakat untuk saling meminta izin apabila akan digunakan dalam iklan komersial.

Hal ini sesuai dengan kesepakatan antara Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI Jero Wacik dan Menteri Malaysia Rais Yatim di Kuala Lumpur pada 10 November 2007.

Namun, penggunaan Tari Pendet oleh Malaysia kali ini dinilai berada diluar kesepakatan itu karena Tari Pendet merupakan kebudayaan asli Indonesia asal Bali.

Masyarakat Melayu Malaysia tidak pernah memiliki sejarah atau akar budaya kehidupan Hindu masyarakat Bali.

EPG Indonesia-Malaysia diresmikan pada 7 Juli 2008, yang merupakan wujud hasil pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi di Putrajaya, Malaysia, 11 Januari 2008, untuk menyepakati pembentukan EPG.

EPG beranggotakan tujuh orang dari masing-masing negara dengan tugas membahas masalah peka, yang berkembang di masyarakat kedua negara itu.

Hasil kerja EPG disampaikan kepada pemerintah masing-masing untuk menjadi sumbangan pemikiran bagi peningkatan hubungan kedua negara tersebut.

Anggota EPG Indonesia terdiri atas Try Sutrisno, Quraish Shihab, Des Alwi, Musni Umar, Pudentia MPSS dan Wahyuni Bahar serta (alm) Ali Alatas.

Perutusan Malaysia beranggota Tun Musa Hitam, Tan Sri Dato Seri Mohd Zahidi Haji Zainuddin, Tan Sri Khoo Kay Kim, Tan Sri Abdul Halim Ali.

Kemudian, Tan Sri Amar Haji Hamid Bugo, Datuk Syed Ali Tawfik Al-Attas, dan Datuk Seri Panglima Joseph Pairin Kitingan.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009