Tertangkap dan tewasnya Noordin M Top (NMT) dalam penggebrekan di Kampung Kepuh Sari, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Surakarta oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri merupakan kado Idul Fitri untuk bangsa ini.

Kesuksesan operasi destroying terrorism ini d samping didukung oleh faktor keseriusan Pemerintah RI dalam memerangi terorisme juga dikarenakan keteledoran Noordin M Top yang sudah beberapa kali mengabaikan rambu-rambu operasi yang menjadi standar baku Al-Qa`idah.

Standar operasi tersebut tertulis dalam dokumen highly secret super rahasia yang bertitelkan "Durus askariyyah fi jihad at-thawaghith" (Training militer untuk memerangi penguasa thaghut/musuh agama) setebal 180 halaman yang berisi 18 latihan pokok untuk para operator Al-Qa`idah.

Dokumen penebar petaka itu merupakan dokumen super rahasia sehingga di dalam sampul pengamannya yang bermotif mirip batik tertulis sebuah warning "Man`u ikhrajihi minal bait" (Dilarang keras dipindahkan dari rumah).

Yang lebih menghebohkan adalah sampul dokumen tersebut yang bergambar bola dunia dengan sebilah pedang panjang yang menusuk peta dunia dengan ujungnya penuh berlumuran darah.

Picture language ini merupakan pesan bahwa negara-negara thaghut harus dibasmi dan dihajar dengan kekuatan bersenjata dan bukan dengan diplomasi damai.

Hal ini juga dipertegas dengan tulisan Arab yang ada di pojok kanan dokumen tersebut yang berbunyi `Silsilah askariyyah; I`lanul jihad ala thawaghith al-bilad` (Seri Militer: Deklarasi Perang Terhadap Negara-negara Thaghut) yang menguatkan bahwa latihan dan penjelasan dimaksudkan untuk memploklamirkan perang terhadap negara-negara yang menurut versi Al-Qa`idah merupakan target operasi.

Dokumen Al-Qa`idah ini, diawali dengan pernyataa berisi ideologi kekerasan yang merupakan satu-satunya strategi untuk menggapai mimpi politik Al-Qa`idah, yaitu berdirinya Islamic Government di muka bumi.

Pernyataan itu berbunyi "Pemerintahan Islam tidak pernah dan tidak akan pernah tegak berdiri dengan cara diplomasi damai dan kerja sama. Akan tetapi harus dengan pena dan senjata, dengan kata dan peluru. Kami tidak butuh dialog model Plato, Aristoteles dan Socrates. Akan tetapi yang kami butuhkan adalah diplomasi dengan mesin perang dan dialog bom".

Negara thaghut dalam persepsi Al-Qa`idah dan juga semua jejaring kekerasan termasuk Al-Jama`ah Al-Islamiyyah, adalah setiap negara yang tidak memperjuangkan Islamic Government dan Khilafah Global meski penduduknya beragama Islam.

Berdasarkan ide utama ini, sehari setelah penemuan bahan peledak di Jati Asih, Bekasi dan ditemukannya sebuah dokumen rencana pembunuhan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Penulis bahkan sempat diwawancarai langsung oleh stasiun SBS (Special Broadcasting Service) Sydney, Australia, tentang rencana teroris membunuh Presiden SBY. Penulis menjawab, bahwa hal itu sangat dimungkinkan karena SBY adalah seorang Presiden yang selalu membawa negara Indonesia dalam koridor Pancasila.

Sementara di mata jejaring penebar teror, Pancasila adalah sesuatu yang najis termasuk juga demokrasi juga super najis. Penguasa pendukung Pancasila dan Demokrasi adalah penguasa thaghut yang menurut dokumen Al-Qa'idah tersebut harus diperangi.

Tempat persembunyian Salah

Pelanggaran Noordin M Top terhadap rambu-rambu Al-Qa`idah nampak jelas ketika dia memilih tempat persembunyian yang tidak sesuai dengan pesan "kitab suci" penebar teror tersebut. Persembunyian di Wonosobo, Cilacap, Jati Asih dan terakhir di Mojosongo adalah sebuah kesalahan besar dalam operasi tertutup (covertly operation) sebuah gerakan clandestine (bawah tanah).

Dokumen "Virus Agama Tanpa Cinta" ini menjelaskan, untuk menentukan tempat persembunyian setidaknya diperlukan 22 syarat yang harus dipenuhi. Jika yang disewa adalah apartemen, maka apartemen tersebut harus berada di lantai dasar, tidak ada yang tahu kecuali anggota yang sedang melakukan operasi, memakai nama palsu ketika menyewa dan lebih dianjurkan untuk menyewa milik non-Muslim.

Demikian pula, apartemen yang akan disewa juga lebih diutamakan yang baru dibuka dan terletak di tengah kota dan bukan di kampung pelosok, kecuali untuk kawasan yang tidak memiliki kota atau tidak aman, maka dipastikan untuk menyewa sekitar pegunungan.

Penampilan Noordin yang berjenggot tebal dan panjang ketika tertangkap, juga merupakan pelanggaran rambu operasi karena seorang operator (dokumen tersebut menyebutnya dengan sebutan "Ikhwan") harus berpenampilan klimis, tanpa ada simbol jenggot yang menggelantung, terutama ketika seorang ikhwan beroperasi di wilayah yang belum terbiasa dengan budaya jenggot.

Sebagai suatu wilayah operasi, Indonesia mempunyai citra tersendiri terhadap jenggot. Lain halnya dengan budaya Arab yang hampir semua komunitasnya memelihara jenggot meski dengan latar belakang agama yang berbeda-beda. Hal ini bisa dibuktikan dengan saudara-saudara kita yang beragama Kristen Coptic Mesir yang petinggi-petingginya terutama Paus Shenouda diharuskan memelihara jenggot panjang.

Dua pelanggaran di atas adalah yang paling fatal, di samping pengabaian rambu-rambu lain termasuk seperti menikahi wanita bercadar. Melihat pelanggaran-pelanggaran Norrdin tersebut, penulis sempat bertanya-tanya: Apakah Noordin dalam sembilan tahun terakhir ini masih belajar untuk menjadi Al-Qa`idah sejati atau karena perburuan intens dan serius yang dikerahkan oleh pemerintah RI ini membuat Noordin tidak bisa lagi menghafal buku sakti penebar bom tersebut?

Pada sisi lain, dengan membaca Juklak dalam dokumen tersebut, penulis berkesimpulan bahwa rekrutmen Ibrahim (Boim) seorang pegawai hotel dan florist sebagai pengendali operasi, memang sudah sangat sesuai dengan standar operasi Al-Qa`idah.

Dalam operasi besar, Al-Qa`idah lebih memprioritaskan operator yang memiliki latar belakang pekerjaan terutama pegawai hotel, petugas bandara dan juga petugas border (perbatasan) atau imigrasi.

Bukan Panglima Asia Tenggara

Kapolri dalam konferensi pers setelah penggerebekan jejaring Noordin di Solo menyatakan bahwa Noordin adalah "Qa`id" (Panglima) dari "Tanzim Al-Qa`idah" wilayah Asia Tenggara. Hal ini didasarkan pada novum dokumen yang ditemukan di TKP.

Berdasarkan data-data dan referensi yang penulis telusuri selama ini, penulis meragukan klaim kelompok Noordin tersebut. Karena hal ini tidak sesuai dengan struktur organisasi Al-Qa`idah yang tidak pernah mengenal adanya Qa`id (panglima) yang membawahi sebuah kawasan teritorial tertentu.

Sistem komando sentralistik Al-Qa`idah hanya mengenal satu panglima militer (Qa`id) yang mengendalikan operasi (al-amaliyat) internasional. Pos ini pernah dipegang oleh Khalid Syeikh Muhammad (KSM) warga negara Pakistan yang jaringannya sangat kuat.

Anggota National Movement for the Restoration of Pakistani Sovereignty ini pernah mengkoordinir Mansour Jabbarah, Abdul Hakim Murad, Wali Khan Amin Syah dan juga Riduan Ishomudin (Hambali atau Encep Nurjaman) yang merupakan tokoh Al-Jama`ah Al-Islamiyyah di Indonesia. Di samping itu KSM ini juga merupakan orang yang sangat dekat dengan MILF Philipina.

Military commander kelahiran Kuwait 14 April 1965 ini memiliki serenteng nama alias (falsified names); Ashraf Refaat Nabith Henin, Khalid Abdul Wadood, Salem Ali dan Fahd bin Abdallah Bin Khalid.

KSM juga terlibat dalam konspirasi bombing Januari 1995 di Manila, yaitu operasi pengeboman pesawat komersial Amerika Serikat yang memiliki rute penerbangan dari Asia Tenggara menuju Amerika Serikat.

Mastermind tragedi 11 September ini menyelesaikan pendidikan tingginya di North Carolina Agriculture and Technology University dan menyandang gelar insinyur tahun 1986 dan tahun berikutnya langsung terlibat dalam perang melawan Soviet di Afghanistan.

Aparat keamanan mulai dari Polri, TNI dan BIN (Badan Intelijen Negara) harus bersama-sama komunitas bangsa lainnya untuk menghadapi ideologi kekerasan tersebut dengan "4D", yaitu Deny; menolak semua ideologi kekerasan yang membahayakan keutuhan NKRI, Defeat: Menaklukkan serangan ideologi terorisme, dan Diminish; Meminimalisir ruang gerak jejaring penebar teror dan para suporternya dan terakhir Defence; yaitu mempertahankan dan mendukung komunitas penebar "damai untuk semua" dan penebar jargon "Jihad untuk hidup bersama dan bukan untuk mati bersama" yang diperkenalkan oleh intelektual moderat, guru sekaligus sahabat penulis, Gamal al-Banna yang juga adik kandung Hasan al-Banna (pendiri Al-Ikhwan Al-Muslimun)

Fenomena kekerasan dengan mengatasnamakan "Membela Kepentingan Tuhan" khususnya di Indonesia adalah beban tugas yang harus diurai oleh Pemerintah RI. Pencarian solusi yang bijak dan bermartabat dalam bingkai kemanusiaan harus dilaksanakan secara multifaceted (melibatkan semua lini) dan multipronged (semua segi).

Solusi ini tidak hanya mengandalkan pendekatan keamanan saja, tetapi juga melibatkan dimensi agama, sosial, ekonomi dan juga dimensi psikologi bangsa Indonesia.

Untuk menyelamatkan umat, ulama beserta para intelektual juga harus secepatnya membuat "ma`alim" rambu-rambu counter ideology sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Syeikh al-Azhar ketika itu, Jadul Haqq Ali Jadul Haqq, bersama ulama al-Azhar dalam menghajar buku penebar teror al-Faridhah al-Gha`ibah karya Abdussalam Faraj, aktivis Al-Ikhwan al-Muslimun (Ikhwanul Muslimin).

Counter Ideology
itu bisa berupa ijtihad kolektif dengan tema besar: Mafahim al-jihad yajibu an tushahhaha (pemahaman-pemahaman jihad yang harus diluruskan) yang diharapkan bisa menjadi pegangan bangsa ini ke depan. (***)


*Penulis adalah Staf Pengajar Fak Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Pengamat Terorisme dan Ideologi Transnasional

Oleh Oleh Agus Maftuh Abegebriel
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009