Maninjau (ANTARA News) - Bencana gempa bumi berkekuatan 7,6 pada Skala Richter (SR) yang meluluhlantakkan sebagian wilayah Sumatra Barat pada 30 September lalu, telah menimbulkan duka yang mendalam.

Pemberitaan di media mengharu-birukan perasaan masyarakat saat melihat anak-anak yang menangis ketakutan, korban yang merintih kesakitan karena tertindih bangunan runtuh, serta mereka yang ditemukan tewas karena tidak sempat diselamatkan lagi.

Sebagai manusia normal, siapa pun akan merasa tersentuh melihat seorang ibu dengan wajah sangat cemas menunggu proses evakuasi di sebuah gedung bimbingan belajar yang roboh, berharap anaknya ditemukan dalam kondisi selamat.

Namun, di balik semua cerita duka yang mengaduk-aduk perasaan itu, ternyata masih ada korban juga menyimpan cerita lucu. Dengan mengingat cerita lucu, mereka berharap bisa untuk melupakan seluruh kepedihan, meski hanya untuk sementara.

Nurmaili (40 tahun), seorang guru Sekolah Dasar yang ditemui di posko pengungsi di Desa Pandan, di tepi Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, menceritakan kejadian lucu saat gempa tiba-tiba datang mengguncang, Rabu (30/9) lalu.

Saat itu wanita yang biasa dipanggil Buk Elly tersebut sedang berada di rumah bersama dua anaknya, Hariska (kelas 2 SMP) dan Farhan Azhari (kelas 3 SD). Sang suami Surya Sef (45 tahun) sedang mandi di kamar mandi, sedang si bungsu Azril (3 tahun) sedang bermain di jalan di tepi danau.

Elly bersama Hariska sedang membungkus makanan berupa permen dan makanan `snack` untuk persiapan ulang tahun kesembilan Farhan besok harinya (1 Oktober).

Begitu terasa goncangan hebat, mereka langsung berhamburan keluar rumah untuk menyelamatkan diri, sementara sang suami keluar belakangan dengan hanya menggunakan handuk yang membelit pinggangnya.

Si bungsu Azril yang panik langsung berlari menyambut Surya sambil berpegangan erat-erat pada handuk ayahnya di tepi jalan. Kondisi yang serba kalut tersebut membuat semua warga desa dilanda kepanikan dan Elly melihat suami tiarap dengan kondisi telanjang bulat karena handuknya sudah terlepas.

"Awak sangko Uda tajilapak di tapi jalan, ruponyo Uda menyuruah kami tiarap (Saya kira Uda terjatuh di tepi jalan, ternyata dia menyuruh kami tiarap)," kata Elly sambil tertawa terkekeh-kekeh.

Saat bercerita, sudah tidak terlihat lagi kesan sedih dan ketakutan pada wajah Elly.

"Saya mencoba untuk mengingat hal-hal yang menurut saya lucu, biar saya tidak stress karena saya sudah tidak ada apa apa lagi karena sebagian rumah saya hancur," ujarnya.

Elly yang juga bertugas sebagai sekretaris di Posko Bencana di desa Pandan itu ternyata masih mempunyai cerita lucu lain. Kali ini bukan cerita mengenai suaminya, tapi tentang orang lain yang dia lihat saat terjadi kepanikan.

"Saya lihat seorang laki-laki sedang buang air besar di pinggir danau, tapi begitu terjadi gempa dia lari tunggang langgang tanpa sempat memasangkan celananya. Dia baru bisa cebok di sawah dekat rumah setelah berlari sekitar 100 meter," katanya Elly yang kembali tertawa terbahak-bahak.

Keesokan harinya, ternyata teman-teman Farhan masih ingat kalau hari tersebut adalah ulang tahunnya dan mereka datang ke rumah untuk menanyakan bungkusan yang telah disiapkan untuk mereka.

"Dasar anak-anak, mereka ternyata ingat kalau hari itu Farhan ulang tahun karena mereka selalu diberi bungkusan berisi permen dan snack. Untung bungkusan tidak rusak dan saat itu juga dibagikan," katanya sambil tersenyum.


Selamat

Desa Pandan dan desa lainnya yang ada di sepanjang Danau Maninjau tersebut termasuk beruntung dibanding daerah lainnya, seperti Kota Padang dan Kabupaten Padang Pariaman.

Selain Desa Pandan, desa sekitarnya yang juga menderita akibat gempa dan tertimpa longsoran bukit adalah Galapung, Batu Nanggai dan Muko Jalan.

Tidak ada satu pun yang tewas dalam bencana tersebut karena mereka cepat cepat keluar rumah untuk menyelamatkan diri, meski rata-rata rumah mereka hancur.

Sebagian rumah hancur akibat goncangan, namun sebagian lagi tertimbun oleh longsoran bukit yang ada di belakang rumah. Dari catatan di Posko Pengungsian Desa Pandan, terdapat 181 unit rumah, 44 di antaranya hancur total dan 136 rusak berat, sisanya rusak ringan.

Bahkan ada beberapa rumah yang didorong oleh material longsoran sampai ke tepi danau, meski tidak tertimbun seluruhnya.

"Kami tetap harus bersyukur karena jiwa kami selamat. Harta masih bisa dicari," kata Sutan Basa, salah seorang korban yang ditemui di sebuah tenda darurat.

Secara keseluruhan, masyarakat desa yang berada di sekitar Danau Maninjau tersebut tidak terlalu menderita akibat bencana tersebut.

Dari pemantauan ANTARA yang menyelusuri jalan beraspal mulus di pinggir danau, masyarakat sudah kembali beraktivitas seperti biasa.

Di beberapa tempat di pinggir danau, terlihat truk-truk yang memuat ikan hasil panen di keramba. Di tempat lain, terlihat warga yang santai sambil memancing ikan, sementara gadis remaja hilir mudik naik motor sambil menelpon menggunakan telpon genggam.

"Di sini, tidak ada warga yang kelaparan, karena banyak bantuan berdatangan, baik dari organisasi kemanusian, pemerintah maupun bantuan dari perantau," kata Chandra Rajo Intan, salah seorang pengusaha ikan karamba yang luput dari bencana.(*)

Oleh Oleh Atman Ahdiat
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009