Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kehutanan Zulkifli Hassan menandatangani dokumen keikutsertaan pemerintah Indonesia dalam program kolaborasi PBB dalam REDD di negara berkembang dalam diskusi nasional tentang perubahan iklim di Jakarta, Senin.

Direktur United Nations Development Progamme (UNDP) Indonesia Hakan Bjorkman mengatakan, program REDD PBB itu untuk membantu negara-negara berkembang mempersiapkan skema pengurangan emisi dari penggundulan dan pengrusakan hutan (REDD).

Pemerintah Indonesia terpilih sebagai salah satu negara yang diminta Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyusun rencana strategi nasional REDD.

Menteri Lingkungan Hidup Norwegia Erik Solheim yang juga hadir dalam diskusi nasional menambahkan, pemerintah Norwegia berkomitmen membantu pendanaan untuk program UN-REDD di Indonesia dan negara berkembang lainnya.

"Secara global, hampir 20 persen emisi gas rumah kaca berasal dari hutan yang rusak dan gundul. Oleh karena itu, pemerintah Norwegia berkomitmen membantu negara berkembang seperti Indonesia untuk menghentikan perusakan hutan," katanya.

Pendanaan program UN-REDD di Indonesia, dengan Departemen Kehutanan sebagai pelaksana utama, juga diperoleh dari pemerintah Norwegia dengan penguatan dari badan dunia termasuk Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), UNDP dan United Nations Evironment Programme (UNEP).

Menteri Negara Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta mengatakan, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk menyukseskan penyusunan skema pengurangan emisi dari sektor kehutanan.

"UN-REDD merupakan isu lintas sektor. Ini penting untuk menyehatkan hutan. Saya, bersama menteri terkait, akan berusaha menyukseskan program ini untuk menurunkan emisi," katanya.

Pengurangan emisi dari sektor kehutanan menjadi prioritas utama bagi Indonesia mengingat deforestasi dan kerusakan hutan merupakan sumber emisi gas rumah kaca.

Menurut dokumen penanganan perubahan iklim dalam laporan Komunikasi Nasional II, lebih dari separuh emisi gas rumah kaca Indonesia berhubungan dengan sektor kehutanan dan lahan gambut.

Menurut dokumen Komunikasi Nasional II, emisi gas rumah kaca nasional dari tiga gas rumah kaca utama (CO2, CH4 dan N2O) tanpa perubahan penggunaan lahan (Land Use, Land Use Change and Forestry/LULUCF) yang tahun 2002 mencapai 594.738 Gigaton CO2 equivalent (CO2e). Dengan LULUCF, total emisi meningkat bermakna menjadi 1,415 Gigaton CO2e.

Sektor yang memberikan sumbangan besar terhadap total emisi gas rumah kaca, menurut dokumen Komunikasi Nasional II, adalah perubahan penggunaan lahan dan hutan, energi serta limbah. (*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009