Pekanbaru (ANTARA News) - Selama melakukan kampanye lingkungan hidup di Provinsi Riau pada bulan November, sebanyak 23 aktivis Greenpeace asal Indonesia telah ditetapkan pihak kepolisian sebagai tersangka terkait aksi penyegelan properti perusahaan.

Demikian disampaikan kuasa hukum Greenpeace Jhonson Panjaitan kepada ANTARA di Pekanbaru, Riau, Jumat.

Puluhan aktivis menjadi tersangka dalam dua aksi protes yang berbeda, yakni penyegelan tujuh alat berat milik perusahaan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Kabupaten Pelalawan pada 12 November dan penyegelan empat derek peti kemas PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) di Kabupaten Siak pada 25 November.

"Jumlah aktivis yang telah ditetapkan menjadi tersangka mencapai 23 orang dan seluruhnya dijerat dengan pasal tindak pidana," katanya.

Menurut Jhonson, polisi menetapkan 18 orang pegiat lingkungan pada kasus dengan RAPP. Jumlah tersebut berkurang dari sebelumnya mencapai 21 orang, karena beberapa aktivis ternyata tidak terbukti bersalah dalam proses penyidikan. Pasal yang disangkakan polisi kepada mereka adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 335 mengenai perbuatan tidak menyenangkan dan Pasal 551 tentang larangan masuk areal perusahaan tanpa izin.

Sedangkan, jumlah aktivis Greenpeace yang ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dengan PT IKPP mencapai lima orang. Pasal yang dikenakan lebih banyak yakni Pasal 551, Pasal 335 dan pelanggaran karena melakukan unjuk rasa tanpa izin sehingga melanggar Undang-Undang No.9 Tahun 1998.

"Namun, belum ada aktivis yang ditahan," katanya.

Sementara itu, aktivis Greenpeace berkewarganegaraan asing yang dideportasi oleh imigrasi mencapai 20 orang. Menurut dia, warga negara asing (WNA) yang terlibat dalam dua aksi Greenpeace di Riau tersebut dinilai telah melanggar ketentuan keimigrasian. Selain itu, pihak imigrasi juga mengusir lima orang WNA lainya dari Riau.

Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum Greenpeace merasa keberatan terhadap tindakan hukum yang dikenakan kepada para aktivis.

Sebabnya, Jhonson berpendapat setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

"Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2006 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan `Covenant Civil and Politic Rights` yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia untuk menjadi Undang-Undang," katanya.

Karena itu, ia mengatakan pihak kuasa hukum pegiat lingkungan itu akan terus memperjuangkan agar puluhan aktivis Greenpeace dapat bebas dari jerat hukum.

Pegiat lingkungan Greenpeace selama dua bulan terakhir terus mengkampanyekan agar pemerintah Indonesia mempertahankan kelestarian hutan rawa gambut Semenanjung Kampar, Riau, untuk mencegah perubahan iklim dan demi kelangsungan hidup masyarakat di sekitar hutan.

Aksi yang dilakukan Greenpeace mulai dari membangun Kamp Perlindungan Iklim, transfer pengetahuan kepada masyarakat, pembendungan kanal gambut, hingga aksi ekstrim berupa penyegelan alat berat RAPP dan IKPP.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009