Jakarta (ANTARA News) - REDD menjadi salah satu agenda yang dibawa Indonesia pada KTT Perubahan Iklim (COP/Conference of Parties) ke-15 dari UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) yang digelar di Kopenhagen, Denmark, pada 7 - 18 Desember 2009.

"Yang kita tawarkan yaitu program REDD (pengurangan emisi dari penggundulan dan pengrusakan hutan)," kata Sekretaris Menkokesra, Indroyono Soesilo yang juga anggota Delegasi RI untuk COP ke-15.

REDD atau pengurangan emisi dari penggundulan dan pengrusakan hutan merupakan inisiatif global yang bertujuan memberikan kompensasi melalui pasar karbon global untuk negara-negara yang berhasil mengurangi tingkat emisi nasional dengan menghentikan dan membalikkan penggundulan hutan dan degradasi tanah.

Negara penghasil emisi GRK (gas rumah kaca) penyebab perubahan iklim bisa memberikan dana sebagai kompensasi pengurangan GRK kepada negara-negara penyerap karbon.

Negara-negara penyerap karbon yaitu pemilik hutan yang kebanyakan merupakan negara-negara berkembang akan berusaha mencoba menjaga lahannya, dan sebagai kompensasinya negara penghasil emisi yang umumnya negara-negara industri akan membayar apa yang telah mereka keluarkan. Tetapi yang menjadi masalahnya yaitu bagaimana menghargai nilai karbon itu.

Konsep REDD pertama kali muncul pada KTT Perubahan Iklim ke-11 di Montreal, Kanada pada 2005 dan menjadi agenda pembahasan.

Papua Nugini dan Costa Rica yang didukung oleh delapan Pihak yang tergabung dalam Coalition for Rainforest Nations (CfRN) mengajukan proposal tentang insentif untuk pencegahan deforestasi atau dikenal dengan Reducing Emissions from Deforestation in Developing Countries (REDD).

COP ke-11 mengundang para Pihak dan peninjau terakreditasi (accredited observers) seperti NGOs, untuk mengajukan pandangan-pandangan nya kepada Subsidiary Body on Scientific and Technical Advice (SBSTA) tentang RED dalam proses selama dua tahun untuk disepakati pada COP ke-13 di Bali.

Sedangkan agenda REDD pada COP ke-15 di Kopenhagen yaitu agar dapat disepakati mengenai modality, aturan dan prosedur implementasi REDD.

Dan proposal-proposal yang diajukan meliputi hal-hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, teknik dan metodologi, serta informasi dan pengalaman-pengalam an mengenai pendekatan kebijakan dan insentif-insetif positif.

Brasil dan Indonesia
Brasil dan Indonesia adalah dua negara teratas dalam hal berkurangnya hutan per tahun masing-masing 1,87 juta ha/tahun. Indonesia menyumbang sekitar 22,86 persen dari luasan hutan di 10 negara berkembang.

Indonesia dikategorikan sebagai negara ketiga emisi terbesar di dunia setelah Amerika Serikat dan Cina, akibat dari kebakaran hutan dan lahan gambut.

Jika kebakaran hutan dan gambut dikeluarkan Indonesia berada dalam ranking ke 21. Kajian tentang efek kebakaran hutan dan lahan gambut pada 1997 memperkirakan sekitar 0,81-2,57 Giga ton karbon dilepaskan ke atmosfir yang menyumbang sekitar 13-40 persen emisi global tahunan yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil.

Indonesia termasuk negara pendukung REDD, karena skema ini tidak hanya melakukan perlindungan terhadap hutan-hutan yang ada dari deforestasi, tetapi juga memperbaiki hutan yang terdegradasi.

Indonesia sendiri telah membentuk Indonesian Forest Climate Alliance (IFCA) pada Juli 2007, yang merupakan suatu forum komunikasi, koordinasi, dan konsultasi bagi sekelompok ahli yang bergerak di bidang kehutanan dan perubahan iklim di Indonesia, terutama untuk menganalisa praktek skema REDD di Indonesia.

Dikoordinatori oleh Departemen Kehutanan, IFCA beranggotakan pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, lembaga-lembaga saintifik dan mitra internasional. IFCA ini didukung oleh pemerintah Australia, Jerman dan Inggris di bawah koordinasi World Bank.

IFCA telah menetapkan Road Map REDD Indonesia yang terbagi ke dalam 3 fase yaitu Fase Persiapan/Readiness (tahun 2007/sebelum COP-13) untuk penyiapan perangkat metodologi/arsitektur dan strategi implementasi REDDI, komunikasi/koordinasi/konsultasi stakeholders, termasuk penentuan kriteria untuk pemilihan lokasi pilot activities,

Fase kedua yaitu Fase Pilot/transisi (2008-2012): menguji metodologi dan strategi, dan transisi dari non-market (fund-based) ke mekanisme pasar (market mechanism).

Fase ketiga Fase Implementasi penuh (dari 2012 atau lebih awal tergantung perkembangan negosiasi dan kesiapan Indonesia, dengan tata cara (rules and procedures) berdasarkan keputusan COP dan ketentuan di Indonesia.

Departemen Kehutanan berharap bahwa proyek percontohan (demonstration activities) dapat dilaksanakan antara tahun 2008 dan 2012, untuk mendapatkan proses pembelajaran sebelum REDD dilaksanakan sebelum perjanjian pasca Kyoto dilakukan.

Proyek-proyek ini dilakukan dalam skala nasional, provinsi, kabupaten dan lokal.

Bantuan dana
Indonesia sendiri telah menerima dana berupa bantuan dan pinjaman lunak dari tujuh negara.

"Hingga saat ini ada tujuh negara yang memberikan sokongan dana untuk REDD," kata Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS) Departemen Kehutanan (Dephut), Sunaryo.

Empat negara yang memberikan dana bantuan yaitu Australia, Norwegia, Jerman, dan Inggris, sedangkan dua negara yang memberikan pinjaman lunak yaitu Jepang dan Perancis.

"Terakhir Korea Selatan, yang memberikan dukungan dana dalam bentuk sumbangan untuk program CDM (clean development mecanishem), " ujar dia.

Dengan berpartisipasi dalam skema ini, Indonesia dapat melakukan perannya memerangi perubahan iklim global, dan pada saat bersamaan memiliki sumber daya keuangan untuk memerangi kemiskinan dan melakukan investasi untuk pembangunan sumber daya manusia.

Oleh karena itu menjadi sangat penting bagi Indonesia bahwa REDD menjadi bagian dari perjanjian internasional tentang perubahan iklim setelah tahun 2012

Program PBB
Indonesia juga telah menandatangani dokumen keikutsertaan pemerintah Indonesia dalam program kolaborasi PBB dalam REDD di negara berkembang di Jakarta, Senin kemarin (23/11).

Pemerintah Indonesia terpilih sebagai salah satu negara yang diminta Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyusun rencana strategi nasional REDD.

Direktur United Nations Development Progamme (UNDP) Indonesia Haakan Bjorkman mengatakan, program REDD PBB itu untuk membantu negara-negara berkembang mempersiapkan skema pengurangan emisi dari penggundulan dan pengrusakan hutan (REDD).

Dengan penerapan program REDD, diharapkan Indonesia dapat mengurangi emisi GRK dan sekaligus dapat memberdayakan masyarakat pinggir hutan untuk lebih makmur.(*)

Pewarta: Nur R Fajar
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009