Jakarta (ANTARA News) - Ada pelajaran berharga dari Gempa Haiti tentang mengapa bencana itu menimbulkan banyak korban dan menciptakan kerusakan maha dahsyat. Mingguan New Scientist menjawab alasan banyaknya jatuh korban itu dalam satu artikelnya yang terbit pada 19 Januari 2009.

Gempa bumi yang mengguncang Haiti pekan lalu digambarkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sebagai krisis kemanusiaan terburuk dalam beberapa dekade, dengan perkiraan jumlah korban meninggal dunia antara 50.000 sampai 200.000 orang.

PBB menengarai banyaknya jatuh korban di Haiti karena gempa menerjang ibukota padat penduduk sehingga menyulitkan pergerakan banyak lembaga yang bekerja bagi penanggulangan bencana.

Sedangkan para geolog yang berbicara kepada New Scientist mengungkapkan alasan-alasan lain mengapa Gempa Haiti begitu dahsyat dan mengingatkan bahwa guncangan lebih dahsyat akan segera menyusul, karena belum semua energi terpendam gempa terbebaskan dalam tragedi itu.

Pertama, gempa terjadi di episentrum dangkal sehingga tidak memberi cukup waktu untuk memperingatkan penduduk agar keluar dari bangunan. Ini berbeda dari gempa yang episentrumnya dalam.

Kedua, Port au Prince dibangun tidak di atas batu karang tetapi di atas tanah liat yang amblas begitu ada guncangan.

Terakhir, standard bangunan tidak mampu menahan gempa bumi hebat.

Jika gempa bumi sama menimpa California, maka jumlah korban hampir pasti akan lebih rendah. "Konstruksi gedung yang lebih baik akan menyelamatkan banyak nyawa manusia," kata Chuck DeMets, pakar geologi tektonik dari Universitas Wisconsin-Madison.

Kisah dua gempa


Perbandingan diantara dua gempa bumi berikut yang sangat mirip satu sama lain bisa memperkuat klaim Chuck DeMets itu.

Kedua gempa bumi yang sangat mirip itu sama-sama terjadi di kawasan padat penduduk, namun korban yang ditimbulkan gempa jauh berbeda satu sama lain.

Pada 1988, gempa bumi 6,9 skala Richter yang mengguncang Spitak di Armenia merenggut 25.000 nyawa. Sebaliknya, gempa bumi berkekuatan 7,1 skala Richter yang mengguncang Loma Prieta di California pada 1989 "hanya" menelan 63 orang korban jiwa.

"Perbedaan dalam jumlah korban bencana menunjukkan gedung-gedung berstandard (anti gempa) tinggi bisa menyelamatkan banyak nyawa orang," kata DeMets.

Gedung-gedung bertingkat yang mengitari hampir seluruh Port-au-Prince terbukti menjadi perangkap maut ketika gempa bumi menghantam.

"Gedung-gedung bertingkat itu rapuh dan tidak memiliki kelenturan, sehingga menimbulkan malapetaka ketika diguncang gempa," kata Ian Mai, seismolog dari Universitas Edinburgh, Inggris.

Dan malapetaka itu diperparah oleh episentrum gempa yang dangkal.

"Pada gempa bumi dengan episentrum dalam, yang pertama muncul adalah gelombang utama, dan memberi Anda sedikit peringatan sebelum kemudian gelombang sesar (yang mengguncang permukaan bumi dari sisi ke sisi) menyusul," kata Uri ten Brink, pakar gempa bumi Karibia dari Survey Geologi AS (BMG-nya AS) di Woods Hole, Massachusetts.

Pada Gempa Haiti, episentrum gempa begitu dekat dengan permukaan bumi sehingga gelombang utama dan gelombang sesar terjadi hampir bersamaan.

Rancang agar selamat

Jadi, bangunan model bagaimana yang bisa menahan guncangan seperti itu?

"Para insinyur menggunakan materi yang lebih fleksibel dengan kapasitas terpasang yang bisa menyerap kerusakan, seperti kap mesin mobil zaman sekarang yang dirancang bisa dilipat sehingga interiornya tetap utuh," jelas Main.

"Ini mungkin termasuk peredam kejut isolasi dasar di lantai pertama, guna membantu menahan atau meminimalkan gelombang sesar dinamis dan gerakan yang memutar-mutar."

Penyesuaian gedung-gedung biasa agar tahan gempa adalah mahal, namun mendirikan bangunan baru yang tahan gempa tidaklah mahal.

"Bangunan tahan gampa membutuhkan material bangunan yang agak lebih banyak dan memerlukan waktu rancang yang sedikit lebih lama, namun bangunan-bangunan itu tidak lebih mahal daripada bangunan biasa," kata Main. (*)

Sumber: The New Scientiest, 19/1, dialihbahasakan oleh jafar sidik

.

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010