Jakarta (ANTARA News) Apa yang ada di benak konsumen jika mereka datang ke salah satu restoran waralaba McDonald? Mereka mengharapkan mendapatkan rasa makanan yang sama dan kualitas layanan yang sama pula di mana pun mereka berada.

Standar produk dan kualitas layanan yang sama itulah yang menjadikan Mc Donald mendunia dan mudah diterima di mana saja. Seorang turis di Moskow yang dingin akan membayangkan makan cheese burger yang sama nikmatnya di negara asalnya di daerah tropis, dan tentu saja tanpa harus berantre lama untuk mendapatkannya.

Kondisi itu memang menjadi perhatian utama pemilik waralaba McDonald. Penyeragaman rasa dan layanan menjadi kajian ilmu sosial dan ditiru banyak waralaba lainnya di seluruh dunia.

Lalu, apa kaitannya dengan pelaksana program social security PT Jamsostek? BUMN ini memiliki 29 juta peserta (pekerja) di sekitar 60 ribu perusahaan dan 8,3 juta di antaranya peserta aktif.

Wilayah kerjanya dari Aceh hingga Papua Barat dengan delapan kantor wilayah dan 121 kantor cabang. Aset yang dikelola hampir Rp90 triliun dan sebagian di antaranya uang pekerja.

Dengan kondisi maraknya praktik kerja `outsourching` dan kontrak maka jumlah peserta yang terdaftar dan keluar semakin meningkat.

Status kerja outsourching dan kontrak --yang banyak digugat serikat pekerja belakangan ini-- menjadikan lalu lintas pekerja masuk dan keluar dari sutau persahaan meningkat tajam, karena jika ikatan kerja dengan perusahaan sudah selesai, biasanya satu hingga lima tahun, maka selesai pula hubungan mereka dengan PT Jamsostek.

Meskipun, secara teori pekerja bisa melanjutkan kepesertaan Jamsostek jika mereka bekerja lagi di perusahaan lain, tetapi pada praktiknya kemungkinannya sangat kecil. Dampaknya pekerja yang terdaftar lalu keluar dari program Jamsostek juga meningkat.

Dengan kondisi demikian manajemen PT Jamsostek menilai sudah saatnya BUMN itu memiiki kualitas layanan yang sama di semua kantor cabang.

Untuk produk, PT Jamsostek memiliki empat program, yakni Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Kesehatan. Keempatnya "ditawarkan" ke seluruh Indonesia. Artinya, keseragaman produk sudah dilakukan, tetapi keseragaman layanan masih diperlukan.

Dirut PT Jamsostek Hotbonar Sinaga mengatakan tahun 2010 akan dijadikan tahun peningkatan kualitas pelayanan bagi peserta. Untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang seimbang dan merata di seluruh Indonesia, sesuai dengan beban tugas dan kondisi daerah.

Direktur Umum dan SDM PT Jamsostek Joko Sungkono mengatakan saat ini terdapat 3.127 orang yang bekerja di BUMN itu dan hanya 350 di antaranya berada di kantor pusat.

Kondisi itu menunjukkan sebagian besar karyawan berada di daerah dan menjadi ujung tombak bagi pemberian pelayanan kepada pekerja dan perusahaan.

Untuk meningkatkan kualitas SDM, Joko mengatakan pihaknya mengadakan 19 jenis pendidikan dan pelatihan, dari diklat pengenalan tugas hingga pelatihan menajerial dan kepemimpinan.

Lalu, apakah sudah ada standar pelayanan bagi pekerja yang membutuhkan layanan administrasi dan pencairan klaim di kantor-kantor cabang?

Joko mengatakan standardnya sudah ada tetapi sebagai organisasi yang terus bergerak dan selalu melakukan penyegaran maka dipandang perlu untuk selalu melakukan pembenahan.

Terakhir perusahaan persero itu merekrut 111 tenaga muda yang baru lulus sarjana yang dilatih menjadi ujung tombak pelayanan di daerah. Sebagian besar diantara mereka putra daerah yang dinilai mengenal kondisi daerahnya.

Mereka tenaga muda dan dibekali budaya kerja baru, yakni mengutamakan kepentingan peserta agar standar pelayanan yang ditetapkan bisa diaplikasikan di lapangan.

BUMN itu juga sudah menerapkan kebijakan "zero growth" artinya di balik perekrutan 111 tenaga baru itu sudah dan akan ada 111 pegawai yang sudah dan akan pensiun tahun ini.

Di lapangan, bagaimana sesungguhnya tingkat kepuasan pelanggan atas layanan BUMN itu? Ketum KSPSI Mathias Tambing mengatakan masih terdapat kekurangan di sana sini.

Indikasinya, dari 3,6 juta anggota KSPSI hanya 30 persen yang menjadi peserta Jamsostek. Itu menunjukkan tenaga lapangan perusahaan negara itu belum melakukan jemput bola sehingga banyak pekerja yang belum terpenuhi hak normatifnya.

Dia juga menyatakan kualitas layanan belum seragam, masih ada pekerja yang harus menunggu lama untuk mendapatkan haknya. Namun, di sisi lain diakuinya pengetahuan pekerja tentang program

Jamsostek, serta hak dan kewajibannya pada jaminan sosial (social security) masih kurang.

Untuk itu dia melihat perlu kerjasama yang erat antara PT Jamsostek, serikat pekerja dan penegak hukum (pemerintah) agar program jaminan sosial membudaya, dan dibutuhkan karena manfaatnya.

Dia juga menilai kerjasama harus lakukan tidak hanya di tingkat pusat, tetapi juga ditingkat kantor wilayah (pengurus daerah), cabang hingga ketingkat pengurus serikat pekerja perusahaan.

Jika kerjasama hanya dilakukan di tingkat pusat dengan penandatanganan kerja sama operasi (KSO) tetapi tidak dilanjuti dengan komunikasi di level bawah.

Upaya pemuasan layanan bagi peserta, pada dasarnya berkaitan erat dengan kualitas pekerja itu sendiri. Jika costumer sevice tidak trampil atau mengalami gangguan di lingkungannya maka kualitas layanan akan menurun.

Prinsip Layanan
Guru Besar Universitas Pancasila Prof. Dr. Bambang Purwoko membagi empat klasifikasi yang harus dimiliki oleh seorang pelayan, pertama, niat dan kemampuan untuk melayani.

Pemahaman tentang itu diamsalkan dengan tugas melayani dengan merasa dibutuhkan.

Dia mencontohkan, jika seseorang dilatih untuk melayani, maka dia tidak akan mempermasalahkan apakah menjadi peserta Jamsostek itu wajib karena UU atau karena memang dibutuhkan.

Pemahaman persepsi itu diperlukan agar petugas pelayanan bekerja karena peserta membutuhkan pelayanan yang efisien tidak bertele-tele.

Jika, persepsi yang ditanamkan bahwa menjadi peserta karena kewajiban perusahaan maka akan ada sikap arogansi, karena peserta yang membutuhkan maka mereka harus mengikuti aturan yang dibuat oleh Jamsostek, dan tak boleh menggugat waktu yang lama atau administrasi yang bertele-tele.

Kedua, kemampuan berkomunikasi untuk menjelaskan program, ketiga ketrampilan dan penguasaan materi program, dan keempat lingkungan kerja yang kondusif.

Point keempat itu terkait dengan kondisi internal di lingkungan kerja dan eksternal (lingkungan keluarga). Jika, tidak masalah di kedua lingkungan tersebut maka petugas layanan akan bekerja lebih giat.

Untuk mendapatkan kualitas pekerja seperti itu, menurut ekonom tersebut, bisa dilakukan dengan melatih petugas layanan untuk memiliki ketrampilan dan mampu mengatasi masalah yang dihadapinya.

Apa pun kondisi yang dihadapi petugas layanan, maka dia harus selalu ramah, sabar dan selalu memberi solusi atas masalah yang dihadapi pekerja peserta Jamsostek.

Upaya dan fokus menjadikan pelayanan dan profesionalisme pekerja sebagai fokus kerja BUMN tersebut diapresiasi oleh Ketua Serikat Pekerja Jamsostek Abdul Latief Algaff.

Menurut dia, jika masih ada pendapat miring tentang perusahaan persero itu, maka itu mungkin terjadi karena mereka masih memahami PT Jamsostek seperti tahun 2000 atau sebelumnya.

Jamsostek yang ada saat ini sudah banyak berubah. Perusahaan yang mengelola dana sekitar Rp90 trilun melakukan sejumlah perubahan signifikan dengan menandatangani Pakta Integritas, menerapkan standar layanan yang mengacu pada tata kelola yang baik (GCG) dan menjadi index performance perorangan sebagai kunci penilaian.

Hasilnya, tahun 2009 PT Jamsostek menerima empat penghargaan, yakni dari International Social Security Association tentang kendali mutu, penghargaan dari KPK tentang integritas perusahaan, penghargaan di bidang GCG dan penghargaan di bidang pengelolaan financial.

Untuk penghargaan dari KPK, BUMN berada di urutan nomer lima dari 96 perusahaan yang dikaji, dan ini agaknya menjadi satu yang membanggakan dan selalu disebut dalam forum formal maupun informal perusahaan.

Karena itu pula, Latief mempertanyakan, apakah masih perlu wacana pengubahan status hukum badan dari persero (PT) menjadi wali amanah.

Menurut dia, jika dengan status persero, perusahaan menjadi lebih baik dan kinerjanya terukur maka perubahan status tidak diperlukan lagi. Terlebih lagi prinsip waliamanah yang mengembalikan semua manfaat kepada pekerja saat ini sudah terlaksana, yakni deviden untuk pemerintah sudah nol, semuanya sudah kembali ke pekerja.

Jika pemerintah juga tidak mengenakan pajak pada BUMN itu, maka prinsip wali amanah sudah terlaksana semua, kerena di seluruh dunia badan pengelola jaminan sosial pekerja maupun warga tidak wajib menyerahkan deviden dan tidak dipungut pajak. Semua manfaat dikembalikan kepada pekerja.

Dengan kondisi masih dipungut pajak, PT Jamsostek memberikan manfaat lebih besar kepada pesertanya, terutama pada tabungan (jaminan) hari tua yang manfaatnya lebih besar dari pada bunga deposito.

Jika PT Jamsostek dibebaskan dari pajak maka manfaat yang dirasakan pekerja akan berlipat ganda, karena deviden dan pajak akan diarahkan pada pekerja.

Bilakah hal itu terjadi? Semua mata pekerja mengarah pada kebijakan pemerintah.

*Penulis wartawan LKBN ANTARA

Oleh oleh Erafzon Sas
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010