Pangkalpinang (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Wilayah Bangka Belitung (Babel), menilai kerusakan hutan di Babel akibat maraknya perkebunan sawit berskala besar yang dilakukan swasta di daerah itu.

Koordinator Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Babel, Yudho H Marhoed di Pangkalpinang, Kamis, menyatakan, 70 persen kerusakan hutan di Babel rusak akibat perkebunan sawit berskala besar, sementara 30 persen kerusakan hutan disebabkan penambangan bijih timah ilegal dan ladang berpindah.

Setiap tahun Babel kehilangan 1.000 hingga 1.500 hektare hutan dan lahan produktif akibat pengalihfungsian hutan menjadi perkebunan sawit dan tambang timah ilegal sehingga menyebabkan perubahan iklim dan ekologi dan pemanasan global yang cukup tinggi, ujarnya.

"Untuk mencegah kerusakan hutan lebih parah lagi, kami berharap pemerintah menghentikan aktivitas pembukaan lahan baru perkebunan sawit karena dampak kerusakan hutan itu sudah dirasakan seperti curah hujan yang tidak menentu, perubahan suhu udara dan pasang surut air laut yang tidak menentu," ujarnya.

Menurut dia, pemerintah telah melakukan kebohongan soal eksploitasi hutan. Di satu sisi, pemerintah menyuarakan untuk melindungi hutan yang tersisa di Indonesia seperti di Babel. Namun, di sisi lain, hutan justru dibabat untuk pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit berskala besar.

"Pengelolaan hutan yang dilakukan pemerintah tidak memberikan keuntungan bagi masyarakat setempat. Justru apa yang dilakukan pemerintah menimbulkan konflik horizontal dan vertikal di masyarakat karena lahan dan perkebunan dikuasai oleh swasta," ujarnya.

Untuk itu, kata dia, konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit oleh pemerintah perlu dikaji ulang. Perkebunan kelapa sawit lebih baik dilakukan di areal hutan yang sudah rusak akibat aktifitas penambangan, kebakaran atau illegal logging.

"Kami tidak setuju lahan hutan dijadikan perkebunan kelapa sawit berskala besar yang hanya menguntung pihak tertentu saja, tanpa memikirkan dampaknya lingkungan dan kehidupan hajat hidup orang banyak masa mendatang," ujarnya.

Ia juga mengatakan, kerusakan hutan itu dikarenakan perubahan kultur perkebunan yang dilakukan masyarakat dari perkebunan multikultur menjadi perkebunan monokultur yaitu perkebunan sawit yang dilakukan swasta dan masyarakat.
(T.KR-KMN/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010