Kupang (ANTARA News) - Mgr Hubertus Leteng Pr (51), imam Diosesan Keuskupan Ruteng, Rabu (14/4) akan ditahbiskan menjadi Uskup Ruteng oleh Mgr Gerelfus Kherubim Pareira SVD (Uskup Maumere) yang bertindak sebagai uskup pentahbis utama.

Sementara itu, uskup pentahbis pertama dan kedua adalah Mgr Vincentius Sensi Potokota Pr (Uskup Agung Ende) dan Mgr Hilarion Datus Lega Pr (Uskup Sorong).

Upacara yang penuh kesakralan itu akan digelar di Lapangan Motang Rua di jantung Kota Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai, di ujung barat Pulau Flores.

Ribuan umat Katolik dari berbagai daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT), termasuk di antaranya Gubernur NTT Frans Lebu Raya dan sekitar 30 uskup di seluruh Indonesia, akan hadir dalam upacara pentahbisan tersebut.

Mgr Hubertus Leteng yang lahir di Taga, Ruteng pada 1 Januari 1959, ditunjuk Paus Benedictus XVI menjadi Uskup Ruteng menggantikan Mgr Eduardus Sangsun SVD yang wafat pada 13 Oktober 2008, setelah hampir dua dekade menjalankan karya kegembalaan di keuskupan tersebut sejak 1985.

Gereja lokal Keuskupan Ruteng meliputi Kabupaten Manggarai, Manggarai Timur dan Manggarai Barat.

Pada 2012 Keuskupan Ruteng akan memasuki usia seabad, terhitung sejak dilakukannya pembaptisan pertama terhadap beberapa orang Manggarai di Reo, pada 17 Mei 1912 oleh Pater Henrikus Looijmans SJ.

Gereja Katolik Manggarai melewati beberapa periode penting, yaitu periode awal karya misionaris SVD (Serikat Sabda Allah) antara 1914-1920, periode sebagai vikariat apostolik antara 1951-1961, masa episcopat (kegembalaan seorang uskup) dari Mgr Wilhelmus van Bekkum SVD antara 1961-1972, Mgr Vitalis Djebarus SVD (1973-1981) dan Mgr Eduardus Sangsun SVD (1985-2008).

Selama dua dekade terakhir, Keuskupan Ruteng berada dalam karya kegembalaan Mgr Eduardus Sangsun. Tahapan-tahapan sejarah ini merupakan bagian dari runtutan perkembangan, perubahan dan pertumbuhan Gerejani yang signifkan di wilayah Keuskupan Ruteng.

Romo Max Regus, seorang imam Diosesan Keuskupan Ruteng melukiskan Mgr Hubertus Leteng datang dari kompleksitas perubahan yang signifkan di wilayah Keuskupan Ruteng.

"Dalam kompleksitas perubahan ini, serentak ia (Hubertus Leteng) diutus untuk menunjukkan perubahan ke arah kebenaran dan kebaikan," kata Romo Max yang yang juga alumnus pascasarjana Departemen Sosiologi Universitas Indonesia itu.

"Saya optimistis Mgr Hubertus Leteng dapat melakukannya, karena Uskup Ruteng ini juga adalah seorang imam Diosesan Keuskupan Ruteng yang pertama ditunjuk Paus Benedictus XVI menjadi Uskup Ruteng," katanya menambahkan.

Mgr Hubertus Leteng dengan moto keuskupannya "Kamu Semua Adalah Saudara", menjadi imam Katolik pada 29 Juli 1988 setelah menyelesaikan studi teologi di Sekolah Tinggi Filasafat Katolik (STFK) Ledalero Maumere antara 1986-1988.

Ia menyelesaikan pendidikan dasar di SDK St Nicolaus Taga Manggarai pada 1973. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan ke Seminari St Pius XII Kisol Manggarai. Setelah tamat di seminari pertama itu 1976, ia melanjutkan lagi ke seminari menengah St Pius XII Kisol sampai tamat tahun 1979.

Antara 1982-1984, Hubertus Leteng melanjutkan studi filsafat di STFK Ledalero Maumere di Kabupaten Sikka, Pulau Flores bagian tengah.

Setelah menjalankan tahun orientasi pastoral (TOP) di Seminari Pius XII Kisol sampai 1986, ia kemudian melanjutkan studi teologi di STFK Ledalero Maumere sampai ditahbiskan menjadi seorang imam Katolik pada 29 Juli 1988 di Gelora Samador Maumere.

Ia kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Tersianum Roma antara 1992-1996, dan setelah itu kembali ke Indonesia menjadi staf pengajar di STF Ledalero Maumere.

Seiring perjalanan waktu, Romo Hubertus Leteng kemudian ditunjuk Paus Benedictus XVI menjadi Uskup Ruteng menggantikan almarhum Mgr Eduardus Sangsun SVD.

Moto yang diemban Mgr Hubertus Leteng, dilukiskan oleh seorang rekannya, Dr Paul Budi Kleden SVD, sebagai upaya untuk menggalang persaudaraan, menyadarkan orang lain bahwa "Kita adalah saudara yang hidup dari rahim bumi yang sama dan berbagi ruang kehidupan yang sama".

"Memang sangat mendesak dan serentak, namun tidak mudah. Tetapi, hal ini adalah sesuatu yang menggembirakan karena Mgr Hubertus Leteng memilih moto kepemimpinnya: Kamu Semua Adalah Saudara," kata Budi Kleden yang juga staf pengajar di STF Ledalero Maumere itu.

Menurut dia, moto kepemimpinan Uskup Ruteng ini menjadi sangat mendesak, karena makna persaudaraan masih dihayati secara sempit di wilayah ini.

"Saudara dipahami semata dalam lingkaran keluarga sendiri atau kelompok sendiri. Orang tidak tanggung-tanggung menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya keluarga dan kelompok sendiri," katanya.

"Berbagai jalan pintas ditempuh untuk mempermudah keluarga sendiri, meski hal itu tidak jujur karena memangkas peluang yang mestinya didapat orang lain. Praktik perekrutan tenaga kerja masih menjadi kesempatan untuk mendemonstrasikan pandangan sempit mengenai persaudaraan itu," ujarnya.

Tidak jarang, persaudaraan bukan menjadi pengertian yang mempersatukan melainkan memisahkan, dan demi memperkokoh "persaudaraannya", orang menumbuhkan semangat permusuhan terhadap kelompok lain.

Dalam amatannya, hal sering terjadi dalam hubungan antaragama. "Sering pula terjadi, yang dilihat sebagai saudara adalah orang-orang yang sedang menguntungkan kita. Persaudaraan diukur berdasarkan potensi keuntungan yang didatangkan," katanya menambahkan.

"Dan, seorang pemimpin mesti berani memulai berbagi kegembiraan dan turut merasakan dan mengambil sikap dalam kemalangan," ucapnya.

Budi Kleden menilai, karena kesederhanaan yang menjadi sikap dasarnya, pihaknya merasa optimistis Mgr Hubertus Leteng sanggup menjadi saudara bagi semua dan mempersaudarakan semua.
(T.L003/P004/P004/P003)

Oleh Oleh Lorensius Molan
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010