Jakarta (ANTARA News) - Sejarah mencatat kegiatan survei dan pemetaan di Nusantara dilakukan sejak delapan abad lalu dimana peta paling awal justru dibuat oleh bangsa Nusantara sendiri pada masa Majapahit.

"Itu menurut CJ Zandvliet dari Belanda dalam jurnal Holland Horizon tahun 1994," kata Kepala Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) Rudolf W Matindas pada Peluncuran Buku "Survei dan Pemetaan Nusantara: 40 Tahun Bakosurtanal" di Jakarta, Kamis.

Peta administratif pernah dibuat pada masa Raden Wijaya memerintah Kerajaan Majapahit dan diserahkan kepada tentara Yuan, asal China yang menaklukkan kerajaan tersebut pada tahun 1292, ujarnya.

Namun, sejarah juga mencatat peta tentang Indonesia yang pertama adalah peta navigasi yang dibuat pada abad ke-15 ketika Laksamana Cheng Ho dari China melakukan pelayaran di wilayah negeri ini.

Pemetaan Indonesia yang lebih maju, ujarnya, dilakukan oleh bangsa-bangsa kolonialis yang awalnya datang sebagai pedagang dari mancanegara untuk mencari rempah-rempah.

Pada penjajahan Belanda selama 3,5 tahun itulah Belanda melakukan survei dan pemetaan ke berbagai wilayah dan menginventarisasi kekayaan hayati Nusantara sehingga muncul berbagai peta wilayah Nusantara yang karena keterbatasan teknologi memiliki akurasi rendah.

Empat abad kemudian ketika Indonesia telah lahir, pemetaan secara lebih detail masih belum ada, bahkan berapa jumlah pulau di Indonesia belum juga diketahui dan baru dirintis pertama kali oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan yang melibatkan tokoh Bakosurtanal, ujarnya.

"Sejak beberapa tahun terakhir, Bakosurtanal tengah merintis pembuatan peta berskala besar dengan akurasi tinggi yang dimungkinkan oleh teknologi yang semakin canggih dari mulai teknologi penginderaan jauh, teknologi digital, teknologi GPS, dan teknik pemrosesan data dengan sistem komputer," katanya.

Sementara itu, Pakar Sejarah LIPI Dr. Asvi Warman Adam menegaskan pentingnya peta, yang disebutkannya sebagai satu dari tiga faktor yang membentuk suatu bangsa, selain Sensus dan Museum.

"Peta merupakan tulang punggung bagi pembentukan suatu negara dan identifikasi suatu bangsa," katanya.

Sedangkan Sosiolog Imam Prasodjo di tempat sama mengeluhkan tersebarnya berbagai peta di berbagai institusi, seperti peta hutan gundul di Kementerian Kehutanan, peta tata ruang kota di Badan Pertanahan Nasional (BPN), peta fertilitas di Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

"Negara kita terlalu senang membuat pengkotak-kotakan. Seharusnya Bakosurtanal mengintegrasikan semua peta di berbagai institusi ini, dan menjadikan semua pemetaan Nusantara sebagai data digital yang bisa diakses semua orang," katanya.

Buku "Survei dan Pemetaan Nusantara" yang tebal dan hanya dicetak 1.000 eksemplar tersebut selain berbicara mengenai peran survei dan pemetaan juga membahas peran Bakosurtanal dalam melakukan survei dan pemetaan nasional.
(D009/Z003)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010