Jakarta (ANTARA News) - Mantan Komisaris PT Altenlindo Karya Mandiri, Raden Saleh Abdul Malik, yang menjadi rekanan PT PLN daerah distribusi Jawa Timur dalam proyek sistem manajemen pelanggan, dijatuhi hukuman empat tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

"Menyatakan terdakwa Raden Saleh Abdul Malik terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Ketua Majelis Hakim, Tjokorda Rae Suamba saat membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa.

Majelis hakim juga meminta Saleh Abdul Malik untuk membayar denda sebesar Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan.

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan, tindak pidana korupsi itu dilakukan oleh Saleh bersama Direktur Operasional PT Altenlindo Karya Mandiri, Achmad Fathony Zakaria dan Dirut PT Arti Duta Aneka Usaha (ADAU), Arthur Pelupessy.

Achmad Fathony dihukum dua tahun penjara dan denda sebesar Rp50 juta subsider satu bulan kurungan. Sedangkan Arthur Pelupessy harus menjalani hukuman penjara selama empat tahun dan denda sebesar Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan.

Majelis hakim menguraikan, ketiga terdakwa terlibat sebagai rekanan dalam proyek sistem manajemen pelanggan (Customer Management System/CMS) yang didanai menggunakan dana pada pos biaya administrasi Anggaran PLN Disjatim periode 2004-2007.

Saleh dan Achmad Fathony berinisiatif membuat nota kesepahaman pelaksanaan proyek, padahal belum dilaksanakan kontrak. Hal itu bertentangan dengan SK Direksi PLN nomor 100 Tahun 2004 yang secara tegas melarang perjanjian dengan rekanan jika belum ada anggaran.

Dengan bekerjasama dengan General Manager PLN Jawa Timur Hariadi Sadono, Saleh berhasil menjadi rekanan proyek tanpa melalui proses tender. Penunjukan rekanan secara langsung itu bertentangan dengan Keputusan Presiden tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Setelah itu, Saleh bekerja sama dengan Dirut PT Arti Duta Aneka Usaha (ADAU), Arthur Pelupessy, menyepakati pembagian keuntungan. Tindakan melakukan subkontrak rekanan proyek itu juga bertentangan dengan SK Direksi Nomor 038 Tahun 2004.

"PT Arti Duta juga tidak pernah membangun sofware untuk proyek itu," kata hakim Anwar.

Majelis hakim menyatakan, para rekanan itu telah menerima pembayaran dari PLN, yaitu PT Altelindo sebesar Rp199,7 miliar.

Dari total pembayaran itu, PT Altelindo hanya menggunakan Rp152,6 miliar, sehingga ada kelebihan pembayaran sebesar Rp47,1 miliar. Oleh karena itu, majelis hakim meminta PT Altelindo mengganti kelebihan pembayaran itu kepada negara.

Sementara itu, PT Arti Duta hanya menggunakan biaya Rp28,5 miliar dari total uang yang diterima sebesar Rp43,6 miliar. Majelis memerintahkan PT Arti Duta mengembalikan selisih pembayaran sebesar Rp15,05 miliar kepada negara.

Majelis hakim juga menyatakan, proyek itu telah merugikan keuangan negara sebesar Rp175 miliar. "Sehingga, unsur kerugian negara sudah terpenuhi," kata hakim Ugo.

Perbuatan ketiga terdakwa adalah pelanggaran hukum seperti diatur dalam pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.

Ketiga terdakwa dan tim penasihat hukum mereka menyatakan pikir-pikir atas putusan itu.
(T.F008/A041/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010