Bogor (ANTARA News) - Sebanyak lima relawan Organisasi kegawatdaruratan kesehatan "Medical Emergency Rescue Committee" Indonesia akhirnya mendapat izin masuk ke Jalur Gaza, Palestina melalui pintu Rafah, perbatasan antara Mesir dengan Gaza itu.

"Pemerintah Mesir telah memberi izin, dan Insya Allah para relawan itu akan berangkat menuju Kairo pada Senin (12/7) tengah malam atau Selasa (13/7) dinihari WIB.

Selanjutnya para relawan akan meneruskan perkalanan ke Jalur Gaza," kata Ketua Presidium "Medical Emergency Rescue Committee" (MER-C) Indonesia dr Sarbini Abdul Murad kepada ANTARA, Minggu pagi.

Sarbini Abdul Murad mengatakan diperolehnya izin untuk memasuki Gaza melalui pintu Rafah itu tidak terlepas dari bantuan secara maksimal Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Mesir Abdurrahman Mohammad (AM) Fachir, sehingga izin yang sulit itu bisa keluar.

"Saya kira (izin) itu memang atas perjuangan maksimal Dubes Indonesia di Kairo yang melobi otoritas berwenang di Pemerintahan Mesir," katanya.

Ia menjelaskan, kelima relawan itu, kata dia, adalah anggota presidium MER-C dr Joserizal Jurnalis, Sp.BO, disertai empat anggota yakni Ir Faried Thalib, serta dr Arief Rachman, Nur Ikhwan Abadi dan Abdillah Onim.

Tiga nama terakhir, yakni Arief Rachman, Nur Ikhwan Abadi dan Abdillah Onim adalah relawan MERC yang belum lama ini mengikuti pelayaran kapal asal Turki "Mavi Marmara" dengan misi "Flotilla", yakni untuk kemanusiaan di Gaza.

Kapal itu kemudian diserang pasukan elit Israel sebelum bisa masuk pelabuhan di Gaza.

Dalam insiden penyerangan brutal itu, sembilan orang aktivis kemanusiaan yang berada di atas kapal tersebut tewas dan sejumlah aktivis lainnya, termasuk warga Indonesia, luka tembak.

Insiden berdarah di perairan internasional akhir Mei itu sempat memicu aksi demonstrasi di berbagai pelosok dunia.

Di seluruh Eropa, ribuan orang menggelar aksi unjuk rasa untuk memprotes serangan brutal pasukan Israel terhadap konvoi enam kapal misi "flotilla" ke Gaza itu.

Aksi protes dan demonstrasi tersebut tak berhasil menekan Israel agar membuka blokade lautnya karena pasukan negara teroris Zionis ini kembali menahan Kapal MV Rachel Corrie yang berlayar belakangan dengan misi yang sama.

Menurut Sarbini Abdul Murad, kelima relawan MER-C Indonesia yang telah mendapat izin tersebut akan bertugas untuk menindaklanjuti rencana pembangunan rumah sakit (rs) Indonesia di Gaza, di mana peletakan batu pertama pembangunannya baru saja dilakukan sejumlah anggota Komisi I DPR bersama elemen masyarakat sipil Indonesia lainnya.

Ia menjelaskan bahwa RS Indonesia di Gaza yang pernah disampaikan MER-C adalah berupa pusat trauma dan rehabilitasi dengan bentuk bangunan segi delapan, berlokasi di Bayt Lahiya, Gaza Utara seluas 1,4 hektare, yang merupakan wakaf dari pemerintah Gaza.

Misi membangun RS Indonesia di Gaza itu, berawal dari misi tim bantuan kemanusiaan asal Indonesia yang membawa bantuan obat-obatan dari pemerintah dan rakyat Indonesia untuk warga Gaza, Palestina,

akhir tahun 2008 hingga awal 2009, yang saat itu dipimpin dr Rustam S Pakaya, MPH yang saat itu menjabat Kepala Pengendalian Krisis (PPK) Departemen (Kementerian) Kesehatan dan Direktur Urusan Timur Tengah Departemen Luar Negeri Aidil Chandra Salim, .

Delegasi itu juga sempat bertemu dengan Utusan Khusus Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB untuk Urusan Pengungsi Palestina (UNRWA) Duta Besar Peter Ford.

Pada Kamis (8/1/2009) malam pukul 21.00 waktu setempat atau Jumat dini hari pukul 02.00 WIB tiba, bantuan itu tiba di Rafah, perbatasan Mesir-Jalur Gaza, Palestina.

Bantuan itu disampaikan langsung hanya dua meter dari wilayah Palestina kepada warga Jalur Gaza. Delegasi penerima pun datang secara khusus dari Gaza untuk menerima bantuan pemerintah dan rakyat Indonesia itu.

Perwakilan warga Palestina di wilayah Rafah yang saat ini dikuasai pejuang HAMAS, dan masih terus diserang bom oleh Israel itu adalah Faiz Hasunah (25).

Total bantuan yang diserahkan sebesar Rp2,1 miliar, yakni dari pemerintah Rp700 juta, MER-C Rp900 juta dan BSMI Rp500 juta, berupa obat-obatan dan ambulan.


Dibantu optimal

Sementara itu, dalam perbincangan dengan ANTARA pada saat misi kemanusiaan dimaksud Dubes AM Fachir menegaskan bahwa pihaknya kesiapannya membantu misi bantuan kemanusiaan Palestina dari pihak dan kelompok manapun dari Tanah Air.

"Prinsipnya sama. Dari kelompok mana pun dan sejauh dibenarkan oleh pihak pemerintah Mesir, kita akan bantu fasilitasi seoptimal mungkin. Itu menjadi tekad kami, sehingga apa yang ingin dicapai (dari misi itu) bisa terlaksana," katanya.

Karena itu, kata dia, pihaknya juga berusaha dalam kapasitas yang ada mengomunikasikan hal dimaksud, sehingga apa yang ingin dicapai bisa terlaksana.

"Pada saat yang sama, saya kemukakan bahwa keinginan kita untuk memfasilitasi itu sangat tegantung kepada kondisi setempat yang bentuknya macam-macam, antara lain ketentuan yang berlaku di sini dan
juga penilaian yang ditetapkan oleh tuan rumah, dalam hal ini pemerintah Mesir, yakni semua instansi yang terkait di situ," katanya.

Dijelaskannya bahwa instansi terkait di Mesir, yang berkaitan dengan misi kemanusiaan mancanegara tidak hanya satu, seperti ada Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kesehatan, "Press Center", dan "State Security" (badan intelijen negara), yang kesemuanya itu mempunyai peran dan kewenganan sendiri-sendiri dalam memfasilitasi dan pemberian akses.

"Jadi (kondisi) itu sejak awal sudah semestinya dimengerti oleh semua pihak," katanya.

Fachir merujuk pada contoh kasus di mana relawan MER-C Indonesia --pada misi kemanusiaan 2008-2009--yang akhirnya bisa masuk ke Gaza --dalam suasana belum ada gencatan senjata sepihak oleh Israel-- meski harus melalui proses yang memerlukan waktu karena memang aturan main yang ditetapkan pemerintah Mesir mesti diikuti.

"Saya memang senang, pada akhirnya setelah kita menunggu lama, kemudian teman-teman MER-C Indonesia bisa masuk (ke Gaza) dan saya sudah berkomunikasi dengan salah satu anggota tim MER-C (dr Sarbini Abdul Murad-red), yang mengatakan kami sudah berada di dalam wilayah Palestina," kata santi Pondok Pesantren (Ponpes) Gontor dan Ponpes Walisongo Ngabar, yang sebelumnya Wakil Dubes di Malaysia itu. (A035/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010