Denpasar (ANTARA News) - Setelah dilakukan serangkaian pembahasan, pas lintas-batas (PLB) bagi warga Indonesia dan Timor Leste di sepanjang garis perbatasan kedua negara, akhirnya secara resmi diberlakukan.

"Perlu ada tekad dari kedua pemerintahan untuk memberi kemudahan sesuai undang-undang yang berlaku di kedua negara bagi warga yang bermukim di perbatasan negara. PLB ini memberi kemudahan bagi warga yang tinggal di wilayah perbatasan kedua negara," kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa kepada pers di kompleks Kedutaan Besar Indonesia di Dili, Timor Timur, Rabu petang.

Natalegawa beserta rombongan melakukan kunjungan resmi ke negara itu untuk memimpin Pertemuan Keempat Komisi di Tingkat Menteri (JMC), bersama koleganya Menteri Luar Negeri Timor Leste Zacharias A da Costa.

Selain itu, sejumlah pertemuan terpisah empat mata dengan para pemimpin Timor Leste telah dijadualkan untuk Natalegawa, yaitu dengan Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta, dan Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao.

Dua agenda penting yang mengisi forum tertinggi di tingkat menteri itu adalah pemberlakuan PLB dan Perjanjian Perhubungan Udara di antara kedua negara.

"Masyarakat kedua negara diketahui sejak dahulu secara tradisional saling berkunjung karena mereka terikat tali persaudataan dan kekerabatan. Dengan PLB ini, mereka bisa saling berkunjung dan melakukan aktivitas perekonomian di pasar-pasar tradisional," kata Natalegawa.

Berdasarkan pasal-pasal perjanjian atas pemberlakuan PLB itu, katanya, PLB berlaku bagi warga kedua negara yang benar-benar bermukim di garis perbatasan.

"Untuk saling berkunjung, mereka kini tidak perlu lagi membayar visa dan lain-lain yang tidak kecil biayanya dengan proses yang cukup rumit bagi mereka," katanya.

Menurut Natalegawa, sejauh ini satu pintu lintasbatas resmi dengan pasar tradisionalnya, telah siap menjadi titik pemberlakuan PLB.

"Motaain di wilayah kita dan Batugade di wilayah mereka sudah siap, baru ke delapan titik lain, kemudian beranjak ke penggal-penggal garis perbatasan yang belum selesai penetapannya," katanya.

Menurut rencana, kedua pemerintahan sepakat untuk menetapkan sembilan pintu perlintasan di garis perbatasan kedua negara sebagai titik-titik pemberlakuan PLB itu.

Kesembilan titik itu adalah Motaain-Batugade, Metamauk- Salele, Napan Bawah- Bobometo, Builalo-Memo, dan Haekesak Turiskain.

Selanjutnya Haumusu C/Wini-Wini, Haumeniana-Passabe, Laktutus-Belulik Leten, dan Pos Oepoli Sungai-Citrana.

Pemberlakuan PLB itu sendiri telah lama dinantikan oleh masyarakat di garis perbatasan kedua negara, baik itu di Kabupaten Belu, Kabupaten TTU, dan Kabupaten Kupang, NTT. Ketiga kabupaten ini berbatasan langsung dengan Distrik Bobonaro dan Distrik Suai serta Distrik Oekusi, yang menjadi enklav Timor Leste di wilayah Provinsi NTT.

Secara kesejarahan, adat dan kekerabatan, masyarakat di sepanjang garis perbatasan kedua negara itu memiliki nenek moyang dan budaya serta bahasa yang sama. Dengan begitu, perlintasan warga di garis perbatasan ini sangat kerap terjadi.

Salah satu pasar tradisional terbesar yang dibangun Indonesia di perbatasan Indonesia dan Timor Leste terdapat di Mota Ain, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, NTT. Kompleks pasar itu sendiri telah berdiri sejak empat tahun lalu, namun hingga kini belum difungsikan karena beberapa hal.

Keberadaan pasar tradisional di sisi Indonesia itu juga mendapat tanggapan dari pihak Timor Timur, yang juga membangun pasar serupa di dekat Batugade, Distrik Bobonaro.

Sejak meraih kedaulatannya pada 2002 lalu, berbagai komoditas keseharian masyarakat di negara itu banyak disuplai dari pintu lintasbatas resmi Mota Ain.

Bahkan, suplai avtur untuk keperluan penerbangan di negara itu juga disuplai dari Depo Pertamina Atapupu, yang berlokasi sekitar 11 kilometer dari Mota Ain. (*)
(T.A037/P004/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010