Yogyakarta  (ANTARA News) - Erupsi Merapi merusak 867 hektare hutan di kawasan gunung ini yang berada di wilayah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan total kerugian sekitar Rp33 miliar.

Dinas Kehutanan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memperkirakan 867 hektare hutan di kawasan Gunung Merapi di wilayah Kabupaten Sleman rusak akibat erupsi gunung itu, dan hutan seluas itu terdiri atas hutan negara di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), hutan rakyat, serta kebun rakyat, kata Sekretaris Dinas Kehutanan DIY Kardina, di Yogyakarta.

Menurut dia, hutan negara di kawasan TNGM Cangkringan yang mengalami kerusakan seluas 310 hektare dengan kerugian sekitar Rp17 miliar. Kawasan tersebut juga harus ditutup hingga waktu yang belum ditentukan.

"Erupsi Merapi yang terjadi sejak 26 Oktober 2010 juga menyebabkan migrasi satwa dan membakar sarang burung elang Jawa di kawasan itu," katanya.

Ia mengatakan di kawasan hutan seluas 310 hektare itu terdapat 247.520 jenis pohon yang mengalami kerusakan akibat terjangan awan panas dan material vulkanik yang disemburkan Gunung Merapi.

"Setiap hektare hutan memiliki 800 pohon yang terdiri atas pohon pinus, kina, dadap, tegakan manisrejo, kemlanding gunung, pakis, pesek, sowa, cemara gunung, akasia, dikaren, bintami, edelweis, dan berbagai jenis bambu," katanya.

Menurut Kardina, kerusakan akibat erupsi Merapi juga melanda hutan rakyat seluas 210 hektare. Hutan rakyat yang rusak terdapat di Kecamatan Umbulharjo, Kepuharjo, dan Glagaharjo, Cangkringan, dengan total kerugian sekitar Rp11 miliar. "Jenis pohon yang rusak di kawasan itu di antaranya akasia, sengon, mindi, dan berbagai jenis bambu," katanya.

Ia mengatakan erupsi Merapi juga merusak 347 hektare kebun rakyat di kawasan Cangkringan dan Pakem dengan total kerugian sekitar Rp5 miliar. Tanaman perkebunan yang rusak antara lain kopi, cengkeh, kelapa, dan lada. "Kerugian menjadi tanggung jawab UPT TNGM di bawah koordinasi Kementerian Kehutanan dengan menerapkan berbagai strategi," katanya.

Menurut dia, pemulihan kawasan tersebut akan dilakukan dengan menyusun rencana teknis 2011, penanaman hutan pada 2012-2014, pemeliharaan pertama pada 2013-2015, dan pemeliharaan kedua pada 2014-2016. "Upaya rehabilitasi kawasan itu akan dilakukan dengan mempertimbangkan dan melihat keadaan Merapi," katanya.

Sementara itu, menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta, penataan ruang yang mengintegrasikan kawasan rawan bencana perlu dilakukan, karena letusan Gunung Merapi telah merusak ekosistem alami yang ada.

"Kami akan memberi masukan mengenai hal itu kepada pihak terkait, sehingga bisa diimplementasikan," katanya di Posko Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, Gunung Merapi yang terletak di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng) menjadi menara air dan salah satu unsur dalam siklus hidrologi di kawasan tersebut.

"Oleh karena itu, sampah di lokasi pengungsian korban bencana letusan Gunung Merapi perlu dipilah dan diolah agar tidak mengganggu lingkungan pengungsian, terutama yang jumlah pengungsinya sangat banyak seperti di Gedung Youth Center dan Stadion Maguwoharjo, Sleman, DIY," katanya.

Ia mengatakan Pusat Pengelolaan Ekoregion Jawa (PPEJ) yang berpusat di Yogyakarta dan beberapa elemen masyarakat peduli sampah akan dilibatkan memilah, mencacah, dan mengolah sampah yang dihasilkan para pengungsi Merapi.

Pemilahan sampah, menurut dia dilakukan untuk memisahkan sampah organik dan nonorganik. Sampah organik diolah menjadi kompos, sedangkan sampah nonorganik seperti plastik bisa dijadikan bahan kerajinan kreatif seperti tas dan dompet.

"Para petugas dibantu relawan akan memilah dan mengolah sampah yang ada di lokasi pengungsian agar tidak ada penumpukan yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan," katanya.



Korban meninggal 97 orang

Korban meninggal dunia akibat letusan Gunung Merapi yang berada di Rumah Sakit (RS) Dr Sardjito Yogyakata pada Senin bertambah sembilan orang, sehingga total korban yang meninggal menjadi 97 orang.

"Pagi ini, kami menerima enam jenasah dari hasil evakuasi Cangkringan yaitu lima jenasah dari Dusun Plumbon dan satu jenasah dari Dusun Glagahsari ditambah tiga jenasah dari perawatan bangsal," kata Kepala Bagian Hukum dan Humas RS Dr Sardjito Trisno Heru Nugroho, di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, ketiga korban yang meninggal dunia setelah perawatan bangsal tersebut berasal dari ICU satu orang, instalasi rawat inap satu orang dan dari perawatan ICCU satu orang.

RS Dr Sardjito kini masih merawat 29 orang korban luka bakar dan 74 orang yang menjalani perawatan nonluka bakar, sehingga total pasien yang masih dirawat di rumah sakit rujukan tersebut berjumlah 103 orang.

Pada Minggu (7/11), tim forensik RS Dr Sardjito dibantu tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda DIY telah berhasil melakukan identifikasi secara penuh terhadap 48 dari 88 jenasah yang diterima rumah sakit tersebut.

Ia mengatakan tim forensik RS Dr Sardjito akan mengidentifikasi terhadap korban yang baru ditemukan tersebut.

Pada Minggu (7/11), Instalasi Kedokteran Forensik RS Dr Sardjito telah mengeluarkan 77 jenasah, 64 jenasah dikubur masaal di Margodadi Sayegan Sleman dan 13 jenasah dikebumikan oleh masing-masing keluarganya.

Sementara itu, puluhan balita yang ditampung di tempat pengungsian khusus ibu hamil dan balita di Pusat Pengungsian Bencana Letusan Gunung Merapi di Stadion Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, mulai terserang infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

"Sekitar 20 dari 250 balita yang ditampung di sini mulai terserang insfeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dengan gejala batuk dan pilek," kata relawan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Siswanto, di Stadion Maguwoharjo, Senin.

Menurut dia, penyebab terserangnya balita tersebut diduga kuat karena kebanyakan mereka tidur hanya beralas tikar karena jumlah kasur yang ada terbatas.

"Jumlah balita yang sakit paling banyak memang pada hari pertama mereka tiba di stadion, Jumat (5/11). Setelah itu tiap hari berkisar antara 20 hingga 30 anak yang sakit, dan mayoritas terserang ISPA, dan batuk-pilek," katanya.

Ia mengatakan ibu hamil dan balita sendiri ditempatkan dalam ruang terpisah yang berjumlah empat ruang di sis barat Stadion Maguwoharjo. "Sekilas ruang itu sudah cukup aman karena tertutup dibandingkan dengan pengungsi lain yang berada di ruang terbuka, tetapi meski tertutup tidurnya masih banyak yang hanya beralas tikar, dan itu kurang baik karena masih dingin," katanya.

Siswanto mengatakan cuaca saat ini yang tidak menentu sehingga sering turun hujan deras, juga mengakibatkan anak-anak dan balita mudah terserang penyakit. "Minimal untuk balita tidurnya harus beralas kasur," katanya.

Petugas Palang Merah Indonesia (PMI) Iwan yang menangani logistik ibu dan bayi di Stadion Maguwoharjo mengatakan balita usia 0 hingga 24 bulan sangat membutuhkan kasur.

"Jumlah balita sebanyak 250 anak, namun belum ada setengahnya yang mendapatkan kasur untuk alas tidur. Biasanya bantuan seperti kasur itu datang langsung ke posko logistik utama, sehingga sering keduluan pengungsi lain yang sebenarnya kurang membutuhkan kasur dibandingkan dengan balita. Kami berharap jika ada bantuan kasur, langsung saja ke posko balita dan anak yang membutuhkan," katanya.



Alami gangguan kejiwaan

Puluhan pengungsi Merapi di Stadion Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, mulai mengalami gangguan kejiwaan, karena kehilangan harta benda maupun anggota keluarganya yang meninggal.

"Sejak hari pertama pengungsian di Stadion Maguwoharjo, Jumat dini hari (5/11) sampai saat ini jumlah pengungsi yang mengalami gangguan kejiwaan sebanyak 60 orang dan 26 di antaranya adalah penderita `psicotic residual` atau sebelumnya pernah menderita dan kambuh akibat bencana," kata petugas kesehatan di Posko Dinas Kesehatan Stadion Maguwoharjo Ety Mutia, Senin.

Menurut dia, gangguan kejiwaan itu tidak hanya menimpa pengungsi lanjut usia (lansia), namun juga orang dewasa. "Gejala gangguan jiwa ini stres berat dengan berbagai tanda seperti frustasi, cemas, panik, histeris, dan depresi," katanya.

Ia mengatakan untuk penanganan penderita gangguan kejiwaan itu ditangani melalui dua cara, yakni terapi disertai pemberian obat atau dirujuk ke RSUP Dr Sardjito maupun Panti Sosial. "Sampai hari ini pengungsi yang mengalami ganguan kejiwaan yang dirujuk keluar posko kesehatan pengungsi sebanyak 26 orang," katanya.

Ety mengatakan masalah gangguan kejiwaan pengungsi saat ini menjadi tengah perhatian utama karena beban yang dialami setelah terjadinya bencana letusan Gunung Merapi.

"Pengungsi ini rentan mengalami gangguan jiwa, karena mereka tidak bisa merasa tenang setelah rumah dan harta benda mereka ludes akibat bencana Merapi," katanya.

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, siap menampung anak-anak usia sekolah yang mengungsi untuk memperoleh pendidikan.

"Kami siap menampung dan memberikan fasilitas pendidikan gratis bagi pengungsi yang masih sekolah untuk memperoleh pelajaran agar tidak semakin ketinggalan pelajaran," kata Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Non Formal, Bantul, Masharun Ghazalie di Bantul, Senin.

Menurut dia, letusan Gunung Merapi beberapa waktu lalu membuat sejumlah warga Kabupaten Sleman di antaranya anak-anak mengungsi ke tempat yang dinyatakan lebih aman dari bahaya Merapi, termasuk ke Kabupaten Bantul.

"Pengungsi yang masih usia sekolah entah dari warga Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta maupun warga Bantul yang bersekolah di Sleman, tidak akan dibeda-bedakan, dan kami siap menampung untuk difasilitasi," katanya.

Masharun mengatakan pihaknya sangat menaruh perhatian terhadap anak usia sekolah yang tidak dapat melanjutkan sekolah, karena tempat sekolah mereka rusak maupun tidak digunakan karena berada dalam daerah tidak aman.

"Kami akan menampung dengan sukarela, tidak perlu membayar mengingat kondisi darurat, karena bagaimanapun juga nasib pendidikan anak-anak harus terus diupayakan demi masa depan mereka," katanya.

Ia mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan sejumlah dewan sekolah yang ada agar sekolah yang berada di dekat lokasi pengungsian dapat membuka posko di sekolah dan menerima pengungsi dengan baik.

"Dengan harapan pengungsi yang masih anak usia sekolah tidak lagi kesulitan mendapatkan hak hak dalam memperoleh pendidikan, dan mereka bisa menunjukkan identitas atau kartu pelajar," katanya.

Masharun mengatakan, selain itu itu pihaknya juga telah mengimbau kepada sejumlah penanggung jawab posko pengungsian yang ada di daerah ini agar dapat mendata pengungsi yang masih dalam usia sekolah.

"Mengenai permasalahan seragam kami akan serahkan kepada pihak sekolah masing-masing, namun kami tetap menghimbau agar anak didik nantinya tidak dibeda-bedakan," katanya.



Program edukatif

Para pengungsi korban bencana erupsi Gunung Merapi yang mengungsi di Gedung Olah Raga (GOR) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) mendapatkan program edukatif untuk mengisi waktu luang selama di pengungsian.

"Di GOR UNY selain disediakan televisi berukuran besar, juga dipasang layar lebar untuk pemutaran film edukatif bagi para pengungsi terutama anak-anak," kata Pembantu Rektor I UNY Nurfina Aznam, di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, untuk anak usia dini dan SD mendapatkan program edukatif yang meliputi senam massal, belajar bersama, permainan edukatif, keterampilan tangan, kesenian, kerohanian, dan dongeng.

Untuk usia siswa SMP dan SMA berupa senam massal, pijat olahraga, kerohanian, belajar kelompok, dan pengenalan fakultas yang ada di UNY. Untuk dewasa dan lansia diisi dengan kegiatan senam massal, pijat olahraga, periksa kesehatan, "low game", kesenian, dan kerohanian.

"Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengisi waktu luang selama di pengungsian, meringankan atau mengalihkan beban psikis karena sedang dilanda bencana, dan menambah pengetahuan bagi anak-anak," katanya.

Seorang relawan Danar mengatakan, anak-anak sangat menggemari permainan edukatif yang diberikan oleh para relawan. Salah satunya adalah permainan origami atau lipat kertas.

Bahkan, menurut dia, beberapa mahasiswa asing UNY juga ikut berpartisipasi memberikan hiburan kepada anak-anak dengan bermain permainan edukatif. Mereka antara lain berasal dari India, Srilanka, dan Thailand.

"Relawan dari luar UNY yang mau berpartisipasi dalam memberikan permainan edukatif bagi anak-anak pengungsi silakan datang dan mendaftar. Pelaksanaannya nanti bisa diatur karena jadwal yang sekarang dibuat cukup fleksibel," katanya.

Seorang anak yang mengikuti program edukatif, Dhona mengatakan, dirinya senang dengan permainan yang ada. "Saya senang di sini karena ada permainan dan banyak teman," katanya.

Pengungsi di GOR UNY berjumlah 650 orang yang sebagian besar berasal dari Pakem, Sleman, DIY. Mereka berada di tempat pengungsian tersebut sejak Jumat (5/11) lalu.

Sementara itu, tiga kecamatan di Kabupaten Sleman yang wilayahnya mengalami kerusakan terparah akibat letusan Merapi yaitu Turi, Pakem, dan Cangkringan membuka layanan kemasyarakatan darurat.

Wakil Bupati Sleman Yuni Satia Rahayu, di Sleman, Senin, mengatakan, ada tiga kecamatan yang wilayahnya mengalami kerusakan terparah akibat letusan Gunung Merapi yaitu Turi, Pakem dan Kecamatan Cangkringan. "Untuk melayani keperluan administrasi masyarakat, maka di tiga kecamatan itu dibuka layanan darurat," katanya.

Menurut dia, tiga kecamatan tersebut termasuk kawasan rawan bahaya (KRB) bencana Merapi, sehingga seluruh warga masyarakat dan kantor pemerintahan harus mengungsi. "Kegiatan pemerintahan mulai tingkat kecamatan hingga desa bisa dikatakan lumpuh, karena di wilayah itu sudah kosong," kata Yuni di Stadion Maguwoharjo, Sleman.

Ia mengatakan untuk melayani urusan administrasi masyarakat, dan surat menyurat, warga bisa dilayani di pos utama di Stadion Maguwoharjo khususnya Kecamatan Cangkringan dan Pakem, sedangkan Kecamatan Turi di lingkungan kantor Pemerintah Kabupaten Sleman.

"Sebenarnya kami ingin kegiatan pemerintahan dipusatkan di posko utama Stadion Maguwoharjo, tetapi karena kebanyakan warga Turi mengungsi di lingkungan kantor Pemkab Sleman, akhirnya kegiatan pemerintahan Kecamatan Turi dilakukan di lingkungan kantor pemkab," katanya.

Camat Pakem Budiharjo mengatakan pelayanan pemerintahan masih bisa dilakukan seperti biasa di posko utama di Stadion Maguwoharjo. "Kalau surat menyurat tidak ada masalah, kecuali pembuatan kartu tanda penduduk (KTP), karena semua peralatannya ada di kantor kecamatan. Namun, jika dibutuhkan, akan saya buatkan surat keterangan penduduk," katanya.

Sedangkan Camat Turi Susmiarto mengatakan pihaknya sudah memerintahkan semua kepala desa untuk tetap siaga dengan cara membuka posko. "Harapannya, jika ada warga masyarakat yang memerlukan surat keterangan, bisa terlayani dengan baik. Mulai hari ini semua kegiatan pemerintah sudah jalan, meskipun keadaannya darurat," katanya.



Rp100 miliar untuk beli sapi

Pemerintah akan menyiapkan Rp100 miliar dari dana penanggulangan bencana untuk pembelian sapi dan kerbau milik masyarakat yang saat ini berada di pengungsian akibat letusan Gunung Merapi.

"Peternak yang kini berada di pengungsian dibebaskan untuk menjual atau merawat sapi dan kerbau mereka. Dana yang disiapkan pemerintah sebesar Rp100 miliar," kata Menteri Pertanian Suswono usai menggelar rapat di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, penyiapan dana tersebut menunjukkan pemerintah sangat sungguh-sungguh untuk bisa mencegah agar pengungsi tidak lagi memasuki radius bahaya hanya untuk mengurus ternak sapi atau kerbau yang menjadi mata pencarian utama mereka.

Seluruh pengungsi yang memiliki sapi atau kerbau, lanjut dia, akan dilarang secara tegas untuk masuk ke radius berbahaya sehingga pemerintah akan melakukan evakuasi terhadap hewan-hewan ternak tersebut.

Pemerintah telah menyiapkan setidaknya 19 lokasi evakuasi sapi dan kerbau agar pengungsi tidak perlu lagi masuk ke daerah berbahaya hanya untuk memberi makan hewan ternak tersebut.

"Setelah berada di lokasi evakuasi, peternak yang ikut mengungsi akan dipertemukan dengan sapi mereka dan didata. Jika ingin menjual, pemerintah akan membelinya, tetapi jika tidak ingin menjual, maka pemerintah akan membantu dalam kebutuhan pakan sapi," katanya.

Keputusan untuk tidak langsung membeli sapi-sapi milik peternak tersebut, lanjut dia, disebabkan karena sebagian besar peternak masih menginginkan untuk memelihara sapi dan kerbau milik mereka.

Berdasarkan data hingga Minggu (7/11), jumlah sapi milik peternak yang masih berada di radius 20 km adalah 61.884 ekor yang terdiri dari 3.125 ekor di Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang 20.516 ekor, Kabupaten Klaten 9.838 ekor, dan Kabupaten Boyolali 28.405 ekor.

Pemerintah juga telah menetapkan sejumlah kriteria pembelian sapi atau kerbau, yaitu sapi potong jantan dihargai Rp22 ribu per kilogram bobot hidup, sapi betina tidak bunting dan tidak laktasi Rp20.000 per kg, sapi laktasi Rp10 juta per ekor, sapi bunting Rp9 juta per ekor, sapi dara Rp7 juta, dan anak sapi Rp5 juta.

"Sementara untuk sapi atau kerbau yang mati karena terkena letusan Merapi akan dipikirkan lebih lanjut untuk penggantiannya, tetapi akan tetap didata," katanya yang menyatakan ada 421 ekor sapi mati akibat letusan Merapi.

Jenis hewan ternak lain seperti kambing dan unggas, lanjut dia, memang belum akan diganti, tetapi kemungkinan untuk penggantian tetap dilakukan.

Pemerintah menentukan harga sapi milik warga korban bencana erupsi Gunung Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng) mulai dari Rp5 juta hingga Rp10 juta per ekor, kata Menteri Pertanian Suswono.

"Penentuan harga sapi hidup itu berdasarkan beberapa kriteria, di antaranya jenis kelamin dan ukuran. Jika para pemilik sapi bersedia, pemerintah akan membelinya," katanya di Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIP2B) Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, pemerintah juga akan membeli anak sapi (pedhet) dengan harga Rp5 juta, sapi jantan potong dibeli berdasarkan berat badan seharga

Rp22 ribu per kilogram, sapi betina yang tidak laktasi (tidak menghasilkan susu) dibeli Rp20 ribu per kilogram.

Sapi yang sedang memproduksi laktasi (menghasilkan susu) dibeli Rp10 juta per ekor, sapi dara yang bunting dihargai Rp9 juta, dan sapi dara tindak bunting Rp7 juta per ekor.

Ia mengatakan sapi yang telah dibeli pemerintah akan disalurkan ke daerah lain yang aman dari bahaya. Namun, perincian kebijakan tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah untuik menanganinya.

"Sapi yang dibeli pemerintah itu akan disalurkan kepada peternak di luar daerah berbahaya sebagai bantuan sosial (bansos). Dinas di tingkat provinsi baik di DIY maupun Jateng yang berwenang mengatur pendistribusian sapi bansos tersebut," katanya.

Menurut dia, ada hal yang lebih penting dari sekadar membeli sapi milik warna, yakni mengenai kepastian pakan ternak. Para peternak banyak mengkhawatirkan nasib sapi mereka yang ditinggal mengungsi.

"Hasil pengamatan lapangan selama ini menunjukkan warga pemilik sapi ternyata lebih menginginkan kepastian pakan ternak. Mereka sering pulang ketika mengungsi itu karena ingin memberi makan ternak untuk memastikan ternaknya sehat," katanya.



Identifikasi ternak satu pekan

Proses identifikasi ternak yang berada di radius 20 kilometer dari puncak Gunung Merapi ditargetkan selesai dalam waktu satu pekan. "Mulai besok, tim kami akan bekerja untuk penanganan hewan ternak khususnya sapi dan kerbau yang masih ada di radius 20 kilometer, dan diharapkan proses identifikasi selesai dalam waktu satu pekan," kata Menteri Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono di Posko Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, proses identifikasi tersebut harus tetap dilakukan meski dalam kondisi tanggap darurat, agar akuntabilitas dan transparansi penanganan hewan ternak tetap terjaga.

Ia mengatakan pemerintah serius dalam menangani hewan ternak sapi dan kerbau milik pengungsi atau masyarakat yang berada di radius 20 kilometer dari puncak Gunung Merapi, agar masyarakat yang berada di pengungsian tidak mengkhawatirkan hewan ternak mereka.

Setelah proses identifikasi selesai dilakukan, pemerintah akan melakukan upaya evakuasi terhadap seluruh hewan ternak agar tidak lagi berada di radius yang tidak aman.

Jumlah sementara sapi dan kerbau yang berada di radius 20 km dari puncak Gunung Merapi sebanyak 61.884 ekor, yang terdiri atas 3.125 ekor di Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang 20.516 ekor, Kabupaten Klaten 9.838 ekor, dan Kabupaten Boyolali 28.405 ekor.

Sebanyak 19 lokasi penampungan sapi dan kerbau yang tersebar di empat kabupaten, yaitu Sleman, Magelang, Boyolali dan Klaten telah disiapkan pemerintah untuk menampung sapi milik peternak yang berada di radius berbahaya.

Setelah dilakukan evakuasi, lanjut dia, pemerintah akan melakukan eksekusi pembelian dengan harga yang pantas disertai surat administrasi yang lengkap terhadap hewan-hewan ternak tersebut.

"Tetapi, pembelian hanya akan dilakukan apabila memang masyarakat berkehendak menjualnya. Jika mereka berkeinginan untuk memeliharanya, kami akan membantu logistiknya," katanya.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) akan melakukan pengawasan terhadap proses pembelian ternak yang dilakukan pemerintah tersebut.

Agung Laksono mengatakan dalam penanganan bencana letusan Gunung Merapi tersebut, terdapat tiga aspek yang menjadi fokus utama yaitu pemantauan aktivitas seismik Gunung Merapi, penanganan pengungsi dan penanganan terhadap ternak milik pengungsi.

Selain itu, ia mengatakan saat ini pemerintah masih bisa menanggulangi seluruh kebutuhan masyarakat selama masa tanggap bencana letusan Gunung Merapi. "Jika ada yang kekurangan yang dirasakan masyarakat, itu hanya soal waktu, karena akan bisa dipenuhi sesudahnya," katanya.

Kawasan pengungsian yang tersebar di 220 lokasi, kata dia juga berpengaruh terhadap distribusi bantuan, sehingga sebaiknya jumlah lokasi ersebut diredistribusi.

Menurut dia, pemerintah telah menganggarkan dana sebesar Rp150 miliar untuk dana tanggap darurat di Wassior, Mentawai, dan di kawasan Gunung Merapi.



Dibawa ke Gunung Kidul

Sebanyak 24 ekor sapi ikut dibawa pengungsi ke Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan ditempatkan di rumah warga yang dijadikan tempat mengungsi di wilayah Kecamatan Panggang dan Patuk.

"Sejumlah sapi tersebut kemudian diperiksa kesehatannya oleh pemerintah kecamatan setempat bekerjasama dengan Pusat Kesehatan Hewan Gunung Kidul," kata Camat Panggang Bambang Purwanto, Senin.

Dalam rapat koordinasi dengan Satuan Tugas Tanggap Darurat Penanggulangan Bencana Pemkab Gunung Kidul, di Wonosari, ia mengatakan pengungsi yang berada di Kecamatan Panggang membawa serta ternak sapinya sebanyak 19 ekor dan kami bekerja sama dengan Unit Pelaksana Teknsi (UPT) Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) Panggang untuk memeriksa kesehatan ternak-ternak tersebut.

Ia mengatakan sejumlah ternak sapi yang dibawa pengungsi tersebut juga dilakukan pemeriksaan kesehatan dengan mendatangkan dokter hewan dari UPT Puskeswan Panggang.

"Kami juga memeriksa kesehatan hewan yang dibawa pengungsi letusan Gunung Merapi bekerjasama dengan UPT Puskewan Panggang karena salah satu sapi yang dibawa tersebut mati di tempat pengungsian salah satu rumah warga di Dusun Temu Ireng, Desa Girisuko, Panggang," katanya.

Menurut dia, ternak sapi yang merupakan jenis sapi perah tersebut kondisinya dalam keadaan kelaparan karena selama empat hari kekurangan makan.

Bambang mengatakan pengungsi yang berada di wilayahnya ada sebanyak 78 orang yang menempati rumah warga di dua lokasi. "Pengungsi yang masuk ke Kecamatan Panggang saat ini berada di Desa Giriusko dan Giri Asri, yang semuanya 78 orang dengan rincian laki-laki 41 orang dan perempuan 37 orang, berasal dari Kabupaten Sleman (DIY), dan Magelang (Jateng)," katanya.

Sementara itu, Camat Patuk Budi Hartono mengatakan sapi yang dibawa pengungsi yang masuk ke wilayahnya lima ekor, dan saat ini sudah dijual.

"Pengungsi ada yang membawa lima ekor sapi, namun saat ini sudah dijual di Pasar Hewan Gunung Kidul," katanya.

Sementara itu, warga Desa Temuireng, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung Kidul Suyadi ketika dihubungi mengatakan pengungsi yang datang pada Minggu (7/11) siang dengan menggunakan empat truk tersebut, membawa serta sapi perah dan dititipkan di rumah warga setempat.

"Sapi-sapi tersebut dititipkan di kandang ternak milik warga sekitar, dan pada siang hari diikat di pinggir lapangan Desa Temu Ireng," katanya.
(U.E013*V001*B015*ANT-068*ANT-160/M008/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010