Sanur (ANTARA News) - Peneliti kebencanaan dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof Dr Sudibyakto, MSc, menyarankan agar dana kesiapsiagaan bencana, termasuk untuk penelitian, harus diperbesar karena hal itu dapat menghemat biaya saat bencana terjadi.

"Di Indonesia, kalau sudah darurat bencana terjadi, dananya sangat royal. Disiapkan miliaran, bahkan triliun, sementara saat siap siaga sangat sulit. Padahal alokasi pada kesiapsiagaan itu justru mengurangi empat kali lipat dari dana untuk darurat," katanya di Sanur, Denpasar, Senin.

Pada diskusi dengan insan media mengenai tata ruang dan mitigasi bencana yang difasilitasi Kementrian Pekerjaan Umum itu, ia mengemukakan bahwa di Jepang, dana untuk kesiapsiagaan bencana sangat besar.

Anggota unsur pengarah pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) itu juga mengemukakan, ada kecenderungan, penanganan bencana di Indonesia tidak cepat mendapatkan penanganan jika hanya disebutkan secara kualitatif.

"Jadi tidak bisa disebut hanya rusak parah, tapi harus disebutkan bahwa kerugiannya berapa miliar, sehingga semuanya melek bahwa daerah itu perlu penanganan segera," katanya.

Dalam kaitannya bencana dengan penataan ruang, ia mengemukakan bahwa banyak aspek yang harus diperhatikan, termasuk mobilitas penduduk di suatu daerah.

"Penduduk di suatu daerah itu harus dikaji kebisaannya pada jam-jam tertentu. Misalnya kalau pagi sampai siang masyarakat di Sanur ini lebih banyak di mall, maka harus disiapkan pola penyelamatan yang mendukung," katanya.

Ia juga mengemukakan perlunya standar operasi prosedur penanganan (SOP) bencana, namun jangan sampai SOP tersebut justru menghambat, karena masing-masing instansi saling menunggu.

Menurut dia, yang perlu diperhatikan dalam penanganan bencana adalah, pemilahan masing-masing lembaga untuk melakukan tugas agar tidak tumpang tindak. Contoh kecil dalam menghitung jumlah korban.

"Sekarang kan semua instansi menghitung jumlah korban, PMI juga begitu. Mestinya ada satu pihak yang khusus menangani penghitungan itu, sedangkan yang lain ikut saja. Di Yogyakarta itu ada gurauan, mulai dari tukang becak sampai profesor melakukan hal yang sama, yakni mendistribusikan nasi bungkus," katanya tertawa.

Ia memahami jika dalam kondisi darurat, semua pihak memangcenderung melakukan hal yang sama. Namun hal itu harus segera dikembalikan ke tugas pokoknya masing-masing.

"Sehingga jelas, siapa berbuat apa," katanya.

Pada diskusi yang dipandu Yayat Supriyatna dari Universitas Trisakti Jakarta itu juga menghadirkan Kasubdit Pembinaan Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah II Kementerian PU Hardjono Dwijowinarto dan Kepala Dinas PU Bali Dewa Putu Punia Asa.
(ANT/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010