PBB (ANTARA News/Reuters) - Dewan Keamanan PBB hari Rabu menyetujui penambahan pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika di Somalia dari 8.000 menjadi 12.000 personel untuk membantu pemerintah negara itu memerangi gerilyawan muslim garis keras.

Pasukan yang dikenal sebagai AMISOM itu saat ini terdiri dari prajurit-prajurit yang berasal dari Uganda dan Burundi. Uganda diperkirakan mengirim 4.000 prajurit tambahan.

Negara-negara Afrika mendesak penambahan pasukan menjadi 20.000 personel untuk menumpas militan dari Mogadishu, ibukota Somalia, namun negara-negara besar di DK PBB menyebut jumlah itu terlalu berlebihan. Beaya AMISOM sebagian besar ditanggung oleh masyarakat internasional.

Sejumlah diplomat DK mengatakan, pasukan tambahan itu akan memungkinkan AMISOM mengamankan Mogadishu dari gerilyawan Al-Shabaab, yang berusaha menggulingkan pemerintah rapuh Somalia.

Resolusi Rabu itu meminta Sekretaris Jendral Ban Ki-moon terus menyediakan perlengkapan dan pelayanan bagi AMISOM, yang menerima mandat dari Dewan Keamanan.

Resolusi itu juga meminta negara-negara anggota DK dan badan internasional segera memberikan sumbangan untuk mendanai AMISOM.

Pasukan itu sudah menerima sekitar 130 juta dolar setahun dari bantuan dana luar, kata beberapa diplomat.

Negara-negara Afrika dan pemerintah Somalia telah lama mendesak DK PBB mengirim pasukan penjaga perdamaian berkekuatan penuh ke Somalia untuk menggantikan AMISOM, namun DK menyatakan bahwa mereka tidak akan melakukan hal itu sampai situasi keamanan membaik di negara tersebut.

Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut.

Al-Shabaab dan kelompok gerilya garis keras lain ingin memberlakukan hukum sharia yang ketat di Somalia dan juga telah melakukan eksekusi-eksekusi, pelemparan batu dan amputasi di wilayah selatan dan tengah.

Nama Al-Shabaab mencuat setelah serangan mematikan di Kampala pada Juli lalu.

Para pejabat AS mengatakan, kelompok Al-Shabaab bisa menimbulkan ancaman global yang lebih luas.

Al-Shabaab, kelompok muslim garis keras yang menguasai sebagian besar wilayah tengah dan tengah Somalia, mengklaim bertanggung jawab atas serangan di Kampala, ibukota Uganda, pada 11 Juli yang menewaskan 76 orang.

Pemboman itu merupakan serangan terburuk di Afrika timur sejak pemboman 1998 terhadap kedutaan besar AS di Nairobi dan Dar es Salaam yang diklaim oleh Al-Qaeda.

Serangan-serangan bom pada 11 Juli itu dilakukan di sebuah restoran dan sebuah tempat minum yang ramai di Kampala ketika orang sedang menyaksikan siaran final Piala Dunia di Afrika Selatan.

Uganda adalah negara pertama yang menempatkan pasukan di Somalia pada awal 2007 untuk misi Uni Afrika yang bertujuan melindungi pemerintah sementara dari Al-Shabaab dan sekutu mereka yang berhaluan keras di negara Tanduk Afrika tersebut.

Washington menyebut Al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.

Milisi garis Al-Shabaab dan sekutunya, Hezb al-Islam, berusaha menggulingkan pemerintah Presiden Sharif Ahmed ketika mereka meluncurkan ofensif mematikan pada Mei tahun lalu.

Mereka menghadapi perlawanan sengit dari kelompok milisi pro-pemerintah yang menentang pemberlakuan hukum Islam yang ketat di wilayah Somalia tengah dan selatan yang mereka kuasai.

(M014/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010