"Tentunya kami tidak ingin membawa kita semua larut kepada penderitaan masa lalu. Setidaknya ada pelajaran berharga yang bisa kita petik dari peristiwa itu," katanya di Banda Aceh, Minggu.
Hal itu disampaikan gubernur disela-sela peringatan mengenang enam tahun tsunami di komplek Pelabuhan Ulee Lhue, Kota Banda Aceh.
Gempa berkekuatan 8,9 pada Skala Richter (SR) yang disertai tsunami mengakibatkan korban hilang dan meninggal dunia sekitar 200.000 penduduk di provinsi itu pada 26 Desember 2004.
Pelajaran pertama, kata Irwandi, bagaimana membangun solidaritas dan kebersamaan untuk bangkit dari keterpurukan sebagai dampak dari bencana alam tersebut.
Kedua, dalam keadaan krisis dan darurat, semua pihak harus bertindak cepat serta tepat, dan menjalankan manajemen krisis.
"Kita harus melakukan tindakan darurat dan beroperasi langsung membantu korban di lapangan," katanya.
Ketiga, lanjut Gubernur , yakni bagaimana bersikap baik, terbuka terhadap semua bantuan dari mana pun, baik dalam maupun dari luar negeri untuk sebuah aksi kemanusiaan penyelamatan (kemanusiaan).
"Saat peristiwa tsunami di Aceh itu banyak saudara-saudara kita daerah berbagai belahan dunia membantu tanpa diskriminasi, baik yang diselamatkan maupun yang menyelamatkan," kata dia.
Pelajaran keempat, kata Irwandi, setelah itu dilaksanakan prioritas menyelamatkan lebih banyak lagi nyawa, dilanjutkan dengan memberikan pembekalan ulang, suplai kebutuhan pokok, kesehatan dan aksi-aksi tanggap darurat lainnya.
Kelima, menurut dia, adalah faktor kepemimpinan dan peran para pemimpin untuk terjun langsung ke lapangan. Dengan kehadiran pemimpin dilapangan maka keputusan, arahan dan tindakan yang dijalankan akan tepat karena sesuai dengan situasi objektif yang ada di daerah bencana.
"Alhamdulillah, pembelajaran itu sudah berjalan dengan baik di Aceh. Rakyat Aceh telah menunjukkan bagaimana bersikap baik terhadap bantuan yang datang," kata Irwandi Yusuf.
(T.A042/A011/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010
