Jakarta (ANTARA News) - Kebijakan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dinilai sejumlah pihak akan mengganggu usaha perikanan tradisional, padahal nelayan menghasilkan 75 persen dari kebutuhan ikan domestik.

"Perikanan tradisional dapat terganggu bila pembatasan penggunaan BBM bersubsidi dilaksanakan," kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Riza Damanik di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, akibat peraturan pembatasan BBM bersubsidi dinilai dapat mengganggu karena unsur bahan bakar menghabiskan sekitar 60-70 persen dari biaya produksi.

Ia juga menuturkan, harus diingat bahwa kebutuhan perikanan nasional sebagian besar atau 75 persen didapat dari hasil tangkapan nelayan tradisional.

Karenanya, lanjut Riza, pembatasan yang diartikan pengurangan BBM bersubsidi juga berkomplikasi pada ketergantungan sektor pangan perikanan.

"Jadi, di satu sisi bisa mengganggu produksi (karena kenaikan biaya produksi) industri perikanan, di sisi lain mempengaruhi perekonomian nasional," katanya.

Terkait dengan produksi perikanan nasional, Riza yang juga kerap mengemukakan perlunya pemerintah Indonesia menetapkan minimal 9 juta ton sebagai kuota pemenuhan ikan domestik.

Ia memaparkan, sebanyak 9 juta ton itu dapat dibagi atas 6 juta ton untuk konsumsi domestik dan 3 juta ton untuk pemenuhan bahan baku bagi industri perikanan dalam negeri.

Angka tersebut, menurut dia, diperoleh dari data KKP yang menunjukkan bahwa selama 1998-2008, terjadi peningkatan 25 persen konsumsi ikan dari hasil domestik.

Sebelumnya, senada dengan Riza, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo), Herwindo mengatakan, kebijakan pembatasan BBM bersubsidi yang akan dilaksanakan bertahap pada 2011 berpotensi mematikan sejumlah usaha perikanan tuna.

"Kalau peraturan (pembatasan BBM bersubsidi) keluar, sama saja pemerintah membunuh usaha penangkapan ikan tuna," kata Herwindo kepada ANTARA di Jakarta belum lama ini.

Menurut dia, kebijakan pembatasan BBM bersubsidi itu akan sangat berdampak terutama pada kapal berbobot di atas 30 GT. Diperkirakan mereka akan terkena dampak dari kebijakan pembatasan tersebut.

Sedangkan yang paling terkena dampak adalah kapal-kapal tuna milik perusahaan perikanan tangkap asal Indonesia yang harus beroperasi hingga sejauh di kawasan perairan Samudera Hindia dan Pasifik.

"Biasanya mereka (pengelola kapal) bisa beli tiga bulan sekaligus (dengan memakai) BBM subsidi," kata Herwindo.(*)

(T.M040/S019/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010