Yogyakarta (ANTARA News) - Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta mengusulkan kepada pemerintah untuk mengambil langkah konsensus terkait dengan polemik Rancangan Undang-undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Konsensus dapat mengurangi ketegangan antara pusat dan daerah," kata peneliti pada laboratorium politik Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Eko Priyo Purnomo di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia pada diskusi "Mendengar Suara Jogja", yang dimaksud dengan konsensus adalah masyarakat diberikan kewenangan untuk menentukan proses penetapan jabatan gubernur sesuai tradisi yang sudah ada.

"Melalui konsensus akan menjawab pernyataan pemerintah bahwa sebenarnya penetapan itu juga merupakan sebuah cara yang demokratis," katanya.

Ia mengatakan, konsensus itu membuka ruang yang sangat luas terhadap pengambilan keputusan tentang mekanisme jabatan gubernur DIY tanpa pemilihan yang sebenarnya masih dalam ruang lingkup demokratis.

"Berdasarkan analisis atau metode untuk menggambarkan kondisi dan mengevaluasi suatu masalah, akan terlalu dini jika memaksakan proses pemilihan kepala daerah kepada masyarakat. Pemaksaan untuk memilih justru dikhawatirkan akan menimbulkan konflik yang lebih besar," katanya.

Ia mengatakan, berdasarkan "polling" yang dilakukan laboratorium politik Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UMY didapatkan hasil sebanyak 93 persen responden mendukung penetapan.

"Oleh karena itu, untuk menjembatani pemerintah yang memandang penetapan bukan cara yang demokratis, kami usulkan adanya konsensus," katanya.
(B015*H010/B010)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011