Pekanbaru (ANTARA News) - Badan Pelaksana dan Pengelolaan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) menolak permintaan Perusaah Gas Negara (PGN) yang ingin mengembalikan pasokan gas 100 juta kaki kubik (MMSCFD) yang selama ini untuk PT Chevron Pasific Indonesia Riau, ke PLN.

"Tentu ini akan sangat berdampak buruk pada pemenuhan produksi minyak yang akan mempengaruhi devisa negara," kata Kepala Dinas Humas dan Hubungan Kelembagaan BP Migas Elan Biantoro ketika dihubungi ANTARA dari Pekanbaru, Kamis.

Elan mengatakan hal tersebut untuk menanggapi pernyataan Direktur Utama PT PGN Hendi P Santoso yang meminta pemerintah kembali ke komitmen semula untuk mengalirkan gas 100 MMSCFD ke pembangkit PLN beberapa waktu lalu. Hendi menjelaskan, sebenarnya pasokan tersebut memang ditujukan untuk PLN.

Namun, sejak Februari 2010, alokasi gas sebesar 100 MMSCFD tersebut dialihkan dari PGN ke Chevron guna mendukung produksi minyak,sehingga berakibat PLN terpaksa menutup kekurangan gasnya dengan menggunakan bahan bakar minyak (BBM).

"Pilihan keduanya memang bagai buah simalakama. Tapi sekarang apa kita siap kehilangan devisa yang banyak dengan mengalihkan gas ke PLN," ujar Elan.

Menurut dia, pengalihan gas tersebut akan sangat berdampak pada pemenuhan target produksi minyak tahun ini. Apalagi, lanjutnya, produksi minyak di Duri juga belum pulih sepenuhnya akibat insiden kebocoran pipa gas di Riau yang membuat pasokan listrik ke lapangan Duri terhenti sementara pada tahun 2010.

"Lapangan Duri maksimal bisa memproduksi 180 ribu barrel per hari, tapi sekarang belum juga pulih dan akan sangat berdampak apabila gas PGN dialihkan dari sana," katanya.

Ia menduga, keinginan PGN tersebut juga dilatari motif bisnis karena perusahaan tersebut akan mendapat keuntungan yang lebih besar jika menjual gas ke PLN.

"Keinginan itu saya lihat motif bisnis. Dari pasokan gas ke Chevron, PGH hanya mendapat pemasukan dari biaya pipa. Sedangkan jika ke PLN mereka akan mendapat `fee margin` dari penjualan," ujar Elan.

(F012/S026)



Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011