Gowa, Sulsel (ANTARA News) - Hari ini komunitas Jamaah An-Nazir di Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel) melaksanakan Salat Idul Fitri 1430 ini dan berlangsung hikmat dan diwarnai derai tangis.

Sekitar ratusan orang jamaah An Nazir melaksanakan Salat Idul Fitri di lapangan pemukiman mereka yang berada di Kampung Butta Ejayya, Kelurahan Romang Lompoa, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulsel.

Pimpinan jamaah An-Nasir, Ustad Lukman A. Bakti yang menjadi Iman salat Id ini berlangsung dengan hikmat dan air mata dari ratusan jamaah berderai usai Ustad Lukman menutup khotbahnya, yang kemudian disambut salaman meminta maaf dan saling berpelukan.

"Jamaah kami bukan orang sembarangan yang melaksanakan salat Idul Fitri. Kami melihat berdasarkan tanda-tanda alam dan penelitian mendasar yang dilakukan oleh anggota jamaah An-Nadzir, " kata pimpinan jamaah yang di klaim anggota mencapai 10 ribu orang yang tersebar di seluruh indonesia, Malaysia dan Singapura.

Dia menjelaskan, penentuan bulan syawal ketahui dengan tiga metode hilal, yaitu hisab, perhitungan matematis astronomi. Rukyah, yakni melihat keberadaan bulan dengan mata telanjang serta mengukur titik surut air laut di pantai.

Sehingga Jamaah An-Nadzir, sewaktu menuntukan awal puasa cepat dua hari dan puasa hingga kemarin (18/9) genap 30 puasa.

Proses pelaksanaan salat Id ini dijaga oleh puluhan personel keamanan dari Polisi Resor (Polres) Gowa dan aparat TNI.

Sementara puluhan orang penduduk sekitar dan pendatang juga terlihat berkumpul di beberapa sudut untuk menyaksikan pelaksanaan rukun salat Id jamaah An-Nasir yang agak berbeda dengan umat muslim umumnya.

"Saya ingin melihat tatacara salat mereka secara langsung," kata salah seorang warga makassar yang sengaja datang ke tempat yang merupakan pemukiman sekitar 900 orang jamaah An-Nazir.

Menurutnya, dirinya ingin melihat rukun salat Id yang berbeda dengan tatacara salat umumnya, seperti tidak mendekapkan tangan ketika sedang posisi berdiri dan tidak melapazkan kata `amin` saat imam selesai membaca surah Al Fatihah. (*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009