Jakarta (ANTARA News) - Dunia film Indonesia kehilangan lagi seorang produser film produktif, yaitu Soebagio Samtani dari Rapi Films. Pak Sam --begitu ia akrab disapa-- meninggal dunia Selasa (14/9) pukul 18.15 WIB di Rumah Sakit (RS) Abdi Waluyo, Menteng, Jakarta Pusat.

Jenazah Pak Sam disemayamkan di rumah duka Jalan Johar 24 Menteng, Jakarta Pusat, dan akan dikremasi pada Kamis (16/9). Sambil menunggu dua anaknya tiba dari Eropa.

Pak Sam menghebuskan nafas terakhir dalam usia 73 tahun. Meninggalkan seorang istri, Gul Samtani, tiga anak, Sonu, Sonya, Shalu, dan empat cucu.

Sudah lebih empat puluh tahun Pak Sam berkiprah di dunia film. Bersama adiknya, Gope T. Samtani, Pak Sam mendirikan Rapi Films pada tahun 1968 yang berkantor di daerah Cikini, Jakarta Pusat.

Film produksi pertamanya "Airmata Kekasih" dibintangi Suzanna dengan sutradara Liliek Sudjio. Hingga kini Rapi Films telah memproduksi lebih 125 judul film layar lebar dan tidak kurang dari 5.000 jam tayang sinematografi elektronik (sinetron).

Andreas Leo Ateng Suripto atau Kho Tjeng Lie (1942 – 2003) alias Ateng banyak filmnya yang diproduksi Pak Sam. Antara lain, "Ateng Minta Kawin", "Ateng Raja Penyamun" (1974), "Ateng Mata Keranjang", "Ateng Kaya Mendadak", "Tiga Sekawan" (1975), "Ateng Sok Tahu", "Ateng The Godfather" (1976), "Ateng Bikin Pusing", "Ateng Pendekar Aneh", "Ateng Sok Aksi" (1977), "Dang Ding Dong", "Kisah Cinderella" (1978), "Ira Maya dan Kakek Ateng", "Si Boneka Kayu, Pinokio", "Tuyul Eee Ketemu Lagi" (1979), "Kejamnya Ibu Tiri Tak Sekejam Ibu Kota" (1981) dan "Musang Berjanggut" (1983).

Banyak film Suzanna Martha Frederika van Osch (1942 – 2008) alias Suzanna juga diproduksinya. Pak Sam memproduksi, antara lain "Nyi Blorong", "Nyi Ageng Ratu Pemikat", "Perkawinan Nyi Blorong" (1983), "Telaga Angker", "Dia Sang Penakluk", "Usia dalam Gejolak" (1984), "Ratu Sakti Calon Arang", "Bangunnya Nyi Roro Kidul" (1985), "Malam Jumat Kliwon", "Petualangan Cinta Nyi Blorong" (1986), "Samson dan Delilah" (1987), "Santet", "Ratu Buaya Putih" dan "Malam Satu Suro" (1988).

Pak Sam pula yang mengenalkan Roy Marten (Roy Salam) ke dunia sinematografi pada 1974 melalui film "Bobby". Adapun sinetron Pak Sam yang terkenal adalah "Noktah Merah Perkawinan" (1996) yang dibintangi Ayu Azhari dan Cok Simbara.

Dengan jumlah produksi sebanyak itu Rapi Films menjadi salah satu dari hanya sedikit perusahaan film Indonesia yang produktif. Di mana peran Pak Sam? "Pak Sam menguasai seluruh aspek produksi film, di seluruh aspek itulah dia berperan," kata Suhnil Samtani, kemenakan almarhum.

Mendadak lemas

Dari Suhnil berita kepergian Pak Sam pertama kali saya terima. Hanya berjarak setengah jam setelah almarhum mengembuskan nafas terakhir. Gope Samtani yang saya kontak kemudian menceritakan, sore itu Pak Sam dalam kondisi sehat. Dia tengah bersantap bubur kacang ijo ketika mendadak merasakan sekujur tubuhnya lemas.

Gope kemudian segera melarikannya ke RS Abdi Waluyo yang berlokasi hanya beberapa ratus meter dari rumahnya. " Tapi, sampai di sana petugas RS men-declared, Pak Sam sudah tiada. Cepat sekali prosesnya," cerita Gope sedih.

Bagaimana tidak sedih? Tiada sedikit tanda pun Pak Sam akan dijemput ajal. Kamis (9/9) dan Jumat pada hari Idul Fitri dia menginap di puncak. Saat menikmati bubur kacang ijo sore itu, dia masih terkesan nikmatnya udara puncak yang segar. "Dia senang sekali dengan udara di Puncak yang sejuk," ungkap Gope.

Assalamualaikum

Pak Sam terlahir dengan nama Shanker Samtani pada 2 Agustus 1937 di Tando Alam, Sind (sekarang Pakistan). Ia memilih nama depannya menjadi Soebagio, bisa jadi lantaran kecintaannya terhadap Republik Indonesia. Layaknya ia memproduksi film perjuangan "Pasukan Berani Mati" (1982), yang disutradarai Imam Tantowi dengan bintang-bintang Eva Arnaz, Rini S. Bono dan Dorman Borisman.

Saya mengenal dua bersaudara ini, Gope dan Pak Sam, lebih tiga puluh tahun lalu. Sejak itu kami bersahabat. Keduanya sangat religius. Setia berkawan. Dia selalu berusaha memahami dan menyelami agama dari sahabat-sahabatnya, dan orang-orang yang bekerjasama dengan dia yang mayoritas Muslim.

Selamatan film rutin diselenggarakan dengan ritual Islam. Pembaca doanya pun hingga sekarang adalah pembaca doa yang mengantar acara selamatan film pertamanya pada tahun 1971. Dari masih bujangan hingga ustad itu memiliki cucu.

Pak Sam dan Gope selalu menyelenggarakan buka puasa untuk seluruh kru dan wartawan. Sejak puluhan tahun lalu, Pak Sam dan Pak Gope bahkan tidak pernah absen mengirim makanan buka puasa di hari pertama puasa ke rumah saya.

Kalau ada keluarga temannya yang sakit atau kemalangan, dua bersaudara itu kelihatan amat terpukul. Saya ingat dua tahun lalu ketika mertua saya dirawat di RS Abdi Waluyo. Saya malu sendiri, ternyata lebih sering dia menjenguk mertua saya dibandingkan saya sendiri. Setiap pagi dia mengirim bubur yang dibuat oleh istrinya. Setiap pagi itu dia juga menelepon melaporkan perkembangan mertua.

Hal lain yang mengagumkan dari dua bersaudara ini adalah kekompakan mereka. Rumah mereka pun berhadapan di Jalan Johar. Tidak pernah cek cok, ngambek pun tidak. Saya pernah bertanya mengenai resep akur itu.

"Saya hampir tiada arti tanpa Pak Gope," kata Pak Sam suatu ketika. Gope mengamini, "saya pun demikian, tanpa Pak Sam, apa yang bisa saya lakukan." Sejak awal berkenalan dua bersaudara tidak pernah lepas menyapa saya dengan ucapan Assalamualaikum.

Stroke ringan

Suatu hari di bulan Januari 2010, Pak sam mengontak saya melalui BlackBerry Messanger (BBM). Dia mengundang ke rumahnya makan siang. "Saya kangen pengin ngobrol Pak," ujarnya. Hal ini sekaligus menjawab keheranan ketika saya kontak dia per telepon. Lebih tigapuluh tahun saya berkawan, tetapi baru sekali itu saya merasakan undangannya "aneh".

Di hari saya penuhi undangannya, keanehan itu terjawab. Dia rupanya baru saja mendapat serangan stroke ringan. Mendadak kakinya lemas. Untunglah cepat diatasi. Untuk beberapa waktu dia berjalan terpaksa dipapah.

Dia menjamu saya makan siang di rumahnya, ditemani istri, serta Gope dan istri. Saya pun memompa semangatnya, agar tidak mengendur karena serangan stroke itu. Saya sedih mendengar cerita selentingan, stroke itu menyerang dia karena memikirkan piutang yang tidak kunjung diselesaikan oleh satu stasiun televisi.

Tapi, sampai akhir hayatnya, saya tidak pernah mendengar langsung cerita itu dari dia. Dari Gope juga tidak. Padahal, biasanya dia bercerita kalau mengahadapi masalah. Namun, kisah ini tidak. Mudah-mudahan itu cerita isapan jempol belaka.

Saya masih beberapa kali bertemu setelah makan siang di rumahnya. Namun, belakangan memang dia sibuk berobat ke Singapura bahkan ke China. Hasil diagnosa dokter di sana menunjukkan Pak Sam mengidap tumor di otak. Penyakit yang cukup serius.

Kontak layanan pesan singkat (SMS) dan BBM-nya pun berhenti. Saya merasa kehilangan karena putus pasokan kata-kata mutiara, kata-kata pemberi semangat yang sebelum ini rutin dia kirimi ke saya.

"Rezeki kita wajib cari. Bukan wajib mendapatkan, sebab itu wilayah Tuhan," demikian kata-kata mutiara yang pernah disampaikan Pak Sam kepada saya.

Suatu ketika, ia pun mengirimkan kalimat: "When We can be so good to God whom We are yet to experience, then why not be good to people whom We experience on daily basis." Ia memang sering mengirim kata-kata bijak berbahasa Inggris. Hal yang berkesan, perilakunya pun ibarat kata-kata mutiara. Mencerahkan dan bisa jadi panutan.

Sampai berita duka itu datang. Kepergian Pak Sam niscaya merupakan kehilangan bagi dunia perfilman Indonesia.

Semoga Tuhan memberi tempat yang layak buat sahabat yang baik hati ini, sesuai dengan amalnya selama hidup. Selamat jalan Pak Sam.

*) H. Ilham Bintang (ilhambintang@cekricek.co.id, ilhambintangmail@yahoo.com, twitter: @ilham_bintang adalah Sekretaris Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia, dan Pemimpin Redaksi Tabloid Cek&Ricek (C&R).

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010