Jakarta (ANTARA News) - Selasa ini, 5 Oktober 2010, Tentara Nasional Indonesia (TNI) memasuki usia 65 tahun.

Dan tiga hari sebelum perayaan HUT-nya itu, TNI mendapat kado istimewa, yaitu panglima baru.

Hari ini pula, tongkat komando Panglima TNI diserahkan dari Jenderal TNI Djoko Santoso kepada Laksamana TNI Agus Suhartono.

Hadiah istimewa lainnya adalah tiga pesawat jet tempur Sukhoi yang baru saja didatangkan untuk TNI Angkatan Udara.

Berbagai harapan dilontarkan kepada TNI menyusul panglima dan persenjataan baru yang dimilikinya itu.

"TNI lebih profesional," begitu harapan umum dari berbagai komponen bangsa ini.

Profesionalisme TNI sebagai penjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia amat didamba sehingga negeri ini tak akan pernah lagi menyerahkan sejengkal tanahnya kepada siapapun.

TNI yang profesional memang menjadi komitmen sejak TNI mereformasi internalnya sebelas tahun silam.

Untuk menjadi profesional sesuai amanat UU No34/2004 tentang TNI, maka antara lain militer tidak lagi berbisnis dan tidak lagi berpolitik, selain kesejahteraan prajurit terus ditingkatkan.

Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono telah menegaskan akan melanjutkan revitalisasi TNI dalam bingkai reformasi internal untuk membuat TNI profesional dan tangguh.

Usai dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai orang nomor satu di TNI, Agus Suhartono menekankan tiga hal yang membuat TNI makin profesional dan tangguh, yakni melanjutkan reformasi TNI.

"Saya enggak bisa targetkan (waktu) karena tidak terkait TNI semata. Tapi juga terkait institusi lain yang penanganannya harus bersama-sama," ungkapnya.

Langkah kedua penataan kembali organisasi sesuai Perpres No. 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi TNI.

"Akan kita lakukan peninjauan kembali pengawakan yang tepat untuk organisasi. Kalau sudah tahu akan kita lakukan penataan yang akan berpengaruh pada alokasi anggaran belanja pegawai. Menata kembali postur anggaran," tutur lulusan Akademi Angkatan Laut 1978 itu.

Agus juga menegaskan TNI akan mempertahankan netralitasnya, tidak terpengaruh hiruk pikuk perpolitikan nasional.

Untuk membangun kekuatan TNI, lelaki kelahiran Blitar, Jawa Timur, itu telah menetapkan pengembangan kekuatan dalam kerangka kekuatan pokok minimum.

"Saya mohon doa restu, agar saya dapat meneruskan kebijakan yang telah digariskan tersebut," katanya.

Relatif baik

Setelah terpuruk oleh gerakan reformasi 1998, perlahan TNI menata diri.

Selain tuntutan mahasiswa agar peran sosial-politik TNI yang dibungkus doktrin Dwifungsi ABRI dihapuskan, tumbangnya pemerintahan Orde Baru menjadi momentum mereformasi sistem pertahanan nasional.

Gugatan dari luar ini pun direspons TNI dengan meredefinisi, mereposisi, dan mereaktualisasi peran TNI. Sebelas tahun TNI mereformasi internalnya dan publik pun meresponsnya dengan positif.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri mengapresiasi Jenderal (pur) TNI Djoko Santoso yang telah memimpin reformasi TNI dengan baik, selama menjabat Panglima TNI dua tahun sembilan bulan.

"Saya mengikuti upaya gigih saudara untuk melanjutkan reformasi. Saudara juga telah melakukan pembangunan kekuatan TNI secara bertahap, serta melaksanakan tugas-tugas pertahanan dan tugas-tugas operasi militer selain perang," kata Yudhoyono saat menerima Djoko Santoso yang diundangnya ke Istana Negara, bersama mantan Jaksa Agung Hendarman Supandji.

Presiden melanjutkan, "Saya juga bangga, TNI terbukti netral pada pemilu 2009. Panglima TNI yang baru saya minta untuk menjaga netralitas TNI. Saya juga mencatat saudara gigih menjalin kerja sama dengan negara sahabat. Selamat jalan Jenderal Purnawirawan Djoko Santoso, selamat melanjutkan pengabdian selanjutnya," katanya.

Pengamat militer Universitas Indonesia Edy Prasetyono pun menilai reformasi internal TNI berjalan jauh lebih baik dari upaya serupa yang dilakukan institusi lain, bahkan proses-proses reformasi birokrasi di Indonesia.

"Komitmen untuk mereformasi diri tersebut dikonkretkan dengan keluarnya TNI dari legislatif di DPR dan MPR, sekaligus menghapus doktrin peran ganda ABRI," katanya.

Apresiasi senada dilontarkan anggota Komisi I DPR Ahmad Muzani yang mengatakan, di tengah segala keterbatasan yang dihadapinya, selama ini, kinerja TNI dinilai anggota Komisi I DPR sudah cukup baik.

"Saya menilai kinerja TNI kita sudah baik, tinggal ke depannya lebih ditingkatkan lagi," ujarnya.

Kendati begitu, TNI sebagai garda terdepan menjaga kedaulatan negara dituntut tetap konsisten untuk tidak terjun ke dunia politik.

"Harus kita beri apresiasi terhadap konsistensinya untuk tidak terlibat dalam politik. Godaan itu selalu ada, tetapi komitmennya tetap kita beri apresiasi," tutur Ahmad.

Kesejahteraan prajurit

Profesionalisme TNI tidak terlepas dari masalah tingkat kesejahteraan prajurit. Keduanya ibarat dua sisi mata uang.

Beragam upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit, antara lain remunerasi.

Agus Suhartono mengatakan, TNI akan terus berupaya meningkatkan kesejahteraan prajuritnya.

"Secara fisik maupun nonfisik," tegasnya.

Kesejahteraan fisik antara lain kecukupan pangan, papan dan sandang, sementara kenaikan ULP, tunjangan kinerja, dan remunerasi telah diupayakan.

"Sedangkan kesejahteraan nonfisik, berupa peningkatan kualitas SDM melalui perubahan kurikulum pendidikan dan latihan TNI," kata Agus.

Panglima TNI mengharapkan langkah pemerintah meningkatkan kesejahteraan prajurit dapat segera direalisasikan.

"Sehingga tidak ada prajurit TNI yang melakukan kegiatan lain yang ilegal seperti mendukung aksi kekerasan atau perampokan bersenjata seperti yang diduga selama ini," katanya.

Peningkatan kesejahateraan prajurit menjadi hal penting agar TNI menjadi lebih tangguh dan profesional dalam mengemban tugas pokoknya.

Itu sesuai dengan tema peringatan HUT ke-65 TNI, "Sebagai Bhayangkari Negara, Bersama Komponen Bangsa Lain, TNI Siap Menegakkan Kedaulatan dan Menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,".

Dirgahayu TNI, semoga makin profesional dan makin dicintai rakyat.(*)

R018*s018/s018/AR09

Oleh Rini Utami
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010