Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan mewaspadai perang mata uang (currency wars) yang dilakukan negara-negara maju, dalam rangka meningkatkan ekspornya, karena dapat menganggu stabilitas perekonomian dunia.

"Ini lebih merupakan diskusi di negara-negara besar dan kita memperhatikan (serta) menjaga agar jangan dampak di dunia itu berpengaruh di Indonesia secara yang kita tidak duga," ujar Menteri Keuangan Agus Martowardojo saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.

Menurut Menkeu, pemerintah memahami bahwa di beberapa negara maju merasa nilai tukar Yuan melemah dan membuat perekonomian menjadi lebih sulit, namun China juga tidak dapat langsung memperkuat mata uangnya.

"Tapi kita juga memahami kalau China tidak bisa langsung memperkuat "currency"nya. Karena mereka sudah lakukan dan yang paling utama global ekonomi masih belum sehat," ujarnya.

Sementara mengenai keputusan bank sentral China yang menaikkan bunga sebesar 0,25 persen sehingga kini suku bunga simpanan jangka waktu satu tahun menjadi 2,5 persen, Menkeu mengatakan hal tersebut tidak terlalu mengkhawatirkan.

"Itu hanya gejolak-gejolak sedikit. Tapi tidak terlalu mengagetkan. Sekarang kan BI sudah punya punya `policy` yang harus di-hold satu bulan," ujarnya.

Ia mengatakan kewajiban pemilik Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk menahan portofolionya minimal satu bulan sebagai bagian dari paket kebijakan penguatan manajemen moneter dan pengembangan pasar keuangan, sudah cukup memadai.

"Itu sudah memadai, sementara cukup memadai tapi nanti kalau dirasakan perlu dan kita mewaspadai inflasi. Moga-moga inflasi, likuiditas terkendali dan kita monitor secara berkala," ujar Menkeu.(*)
(T.S034/Z002/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010