Yogyakarta (ANTARA News) - Gunung Merapi (2.965 mdpl) di perbatasan wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah sekarang masih dalam fase erupsi.

Erupsi gunung berapi ini tampaknya belum akan berhenti, menyusul terjadinya letusan eksplosif dan awan panas cukup besar pada Sabtu dini hari pukul 00.40 WIB.

Sebelumnya, Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Subandrio memperkirakan awan panas masih akan terjadi setiap hari, dan kemungkinan berlangsung cukup lama.

Sementara itu, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Surono mengatakan letusan dan awan panas Sabtu dini hari itu diluar dugaan.

Meskipun, dari skenarionya, dirinya mengkhawatirkan apabila terjadi suplai magma dengan energi yang besar ke permukaan puncak gunung, bisa terjadi letusan dan awan panas besar.

Kekhawatiran tersebut ternyata benar-benar terjadi, dengan letusan dan awan panas pada Sabtu dini hari itu.

Letusan tersebut diluar dugaan, karena sebelumnya Kepala BPPTK Yogyakarta Subandrio mengatakan erupsi Merapi pada Selasa (26/10) yang ditandai dengan awan panas bersifat "direct blast" itu, adalah fase awal untuk membuka `sumbat` di puncak gunung, sehingga kecil kemungkinan terulangnya kejadian seperti dalam erupsi atau letusan yang pertama.

Setelah letusan dan awan panas pada Sabtu dini hari itu, ia mengatakan potensi Merapi meletus lagi besar, karena magma masih berada di kawah dan tidak mengalir keluar membentuk kubah lava baru, sehingga letusan eksplosif kemungkinan masih akan terjadi.

"Magma Merapi pada letusan kali ini sifatnya lebih asam dibandingkan dengan magma sebelumnya, sehingga ketika kawah tersumbat material vulkanik, maka sifat asam magma itu akan meningkat, dan menimbulkan letusan eksplosif," katanya.

Ia mengatakan BPPTK menemukan titik letusan 2010, dan sudah membentuk kawah dengan diameter 200 meter. "Letusan menyebabkan terbentuknya kawah baru di puncak," katanya.

Menurut dia, meski telah membentuk kawah, namun magma yang keluar melalui kawah tidak langsung membangun kubah lava baru.

"Guguran material vulkanik justru menyumbat kawah, sehingga letusan eksplosif terjadi lagi pada dini hari Sabtu 30 Oktober 2010," katanya.

Subandrio mengatakan magma baru pada letusan 2010 berbeda dengan magma letusan 2006, dan sebelumnya. "Magma pada letusan 2010 diprediksikan mengandung silica 57 persen, atau meningkat lima persen dibandingkan dengan magma pada letusan 2006 yang mengandung silica 52 persen," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, magma Merapi pada letusan yang sekarang sifatnya lebih asam dibandingkan magma sebelumnya.

"Sehingga, ketika kubah tersumbat material vulkanik, maka sifat asam magma tersebut akan meningkat, dan menimbulkan letusan eksplosif," katanya.

Ia mengkhawatirkan apabila kawah yang di dalamnya ada magma dengan silica 57 persen itu tersumbat lagi, maka letusan tidak bisa dihindari, karena Merapi berpotensi masih akan meletus lagi," katanya.

Picu Letusan


Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Surono mengatakan sampai saat ini di puncak Merapi baru tampak titik api diam. Namun, lava tersebut belum mengalir atau meleleh, sehingga dikhawatirkan dapat memicu letusan lagi.

"Sampai saat ini kami tidak bisa melihat apakah kubah lava baru sudah terbentuk pascaletusan Sabtu dini hari itu, atau belum," katanya, di BPPTK Yogyakarta, Sabtu.

Ia mengatakan dengan kondisi tersebut bisa menjadi pembelajaran bagi semua pihak, karena segala kemungkinan bisa terjadi pada Gunung Merapi.

"Ini pembelajaran bagi semua, dan kita tidak tahu apa maunya Merapi. Semua kemungkinan bisa terjadi, dan oleh karena itu status "awas" masih kami pertahankan," katanya.

Menurut dia, tim dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi masih terus melakukan penyelidikan guna mengetahui batas akhir luncuran awan panas yang terjadi sebelum letusan pada Sabtu dini hari pukul 00.40 WIB.

"Masih ada tim ke lapangan untuk menentukan batas akhir luncuran awan panas. Apakah kurang dari 10 kilometer, atau sudah lebih dari radius 10 kilometer," kata Surono.

Ia mengatakan dengan kepanikan masyarakat pascaletusan Merapi pada Sabtu dini hari itu, bukan berarti pihaknya langsung bisa merevisi radius aman yang telah ditetapkan, karena untuk mengubah jarak tersebut bukan persoalan mudah.

Jika memang ada luncuran awan panas yang keluar dari radius aman itu, maka pihaknya akan merekomendasikan adanya perluasan daerah bahaya.

"Yang kami takuti adalah adanya awan panas. Jika ada material vulkanik lain seperti abu yang melebihi radius 10 kilometer, saya rasa itu tidak apa-apa," katanya.

Menurut dia, proses erupsi Merapi 2010 memiliki perbedaan dibandingkan dengan tiga letusan sebelumnya yang terjadi pada 1997, 2001, dan 2006, termasuk perbedaan energi yang dilepaskan.

Sampai sekarang, kata dia, status Merapi masih dinyatakan "awas", sehingga masyarakat tetap diminta untuk berada di tempat pengungsian, dan menjauhi wilayah-wilayah rawan bahaya dalam radius 10 kilometer dari puncak gunung.

"Dari kejadian ini, bisa diketahui bahwa Merapi bisa saja meletus tanpa perlu ada titik api diam," katanya.

Sebelum terjadi letusan, aktivitas seismik gunung ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu pada 27 Oktober 2010 hanya tujuh kali gempa vulkanik, kemudian meningkat menjadi 34 kali, dan 68 kali dalam waktu dua hari berturut-turut.

Begitu pula dengan gempa "multiphase" (MP) atau gempa permukaan, mengalami peningkatan, yaitu 24 kali pada 27 Oktober 2010 menjadi 129 kali dan 233 kali dalam dua hari kemudian.

Titik api diam yang sempat terlihat beberapa hari lalu, menurut Surono belum mampu melepas energi yang tersimpan, karena pembentukan energi lebih cepat dibandingkan dengan pelepasan energi, sehingga terjadi letusan.

Pada pukul 00.00 sampai 00.50 WIB aktivitas kegempaan cukup tinggi, ditandai dengan terjadinya 38 kali guguran, 18 kali gempa MP, dan tiga kali gempa vulkanik.

Selama rentang waktu tersebut terjadi awan panas selama tujuh menit pada pukul 00.16 WIB yang terpantau ke arah Kali Lamat, Kali Senowo, dan Kali Krasak.

Awan panas itu diikuti dengan awan panas yang cukup besar pada pukul 00.35 WIB dengan durasi 22 menit ke arah Kali Gendol, Kali Kuning, Kali Krasak dan Kali Boyong.

Dua kali awan panas tersebut kemudian diikuti letusan di puncak Merapi pada pukul 00.50 WIB, yang ditandai munculnya bola api atau letusan vertikal setinggi dua kilometer, yang tampak dari Pos Selo, Pos Jrakah, Pos Ngepos, dan Pos Kaliurang.

Ketinggaian asap letusan diperkirakan mencapai 3,5 kilometer, dan getaran dirasakan penduduk hingga radius 12 kilometer, seperti di Desa Srumbung di barat daya Merapi.

Pascaletusan tersebut terjadi hujan pasir sejauh 10 kilometer, seperti di Desa Hargobinangun.

Sedangkan hujan abu dilaporkan terjadi hingga Dusun Krasak di Kabupaten Bantul.

Berdasarkan data di BPPTK Yogyakarta, hingga pukul 06.00 WIB, Sabtu, telah terjadi 78 kali guguran, 27 kali gempa MP, empat kali gempa vulkanik, dan dua kali awan panas.

"Aktivitas seismik menurun, yaitu hanya ada empat kali vulkanik hingga pukul 06.00 WIB. Tetapi status Merapi masih tetap awas," katanya.

Sementara itu, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan pihaknya secara rutin memperoleh informasi dari BPPTK mengenai perkembangan aktivitas vulkanik Merapi.

Oleh karena itu, jika ada warga yang tidak mau mengungsi dengan adanya bahaya gunung tersebut, Sultan hanya bisa mengatakan semua risiko biar ditanggung yang bersangkutan. "Pemerintah hanya bisa mengingatkan, semua dikembalikan kepada masing-masing pribadi warga," katanya.

Selimuti Yogyakarta

Abu vulkanik dari letusan Gunung Merapi yang terjadi pada pukul 00.16-00.37 WIB terlihat menutupi langit Kota Yogyakarta.

Di wilayah Yogyakarta, abu vulkanik setelab sekitar dua centimeter tersebut mulai terlihat di Jalan Urip Sumoharjo, Yogyakarta.

Ketebalan abu vulkanik membuat pengguna jalan, khususnya masyarakat yang menggunakan sepeda motor atau kendaraan terbuka lainnya harus menggunakan masker untuk menghindari terhirupnya abu vulkanik kepernafasan.

Abu vulkanik terlihat menebal di sekitar Tugu Yogyakarta dan hampir seluruh jalan tertutup debu vulkanik sehingga terlihat memutih termasuk atap bangunan.

"Kami mengimbau masyarakat menyiapkan dan menggunakan masker hidung dan penutup mata saat beraktivitas untuk menghindari debu vulkanik bagi kesehatan," kata Kepala Seksi Promosi Kesehatan Ferry Edi Sunantyo, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta.

Selain itu, ia juga mengimbau masyarakat yang memiliki balita tidak perlu keluar rumah untuk menghindari terhirupnya abu vulkanik.

"Untuk pedagang makanan di pasar juga diminta menutup makanan yang dijualnya agar tidak terkena debu vulkanik," katanya.

Abu vulkanik tersebut akan menyebabkan penyakit infeksi saluran pernafasan dan perih di mata.

Sementara itu, apotek di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, umumnya kehabisan stok masker karena warga membeli dalam jumlah banyak untuk keluarganya, menyusul terjadinya hujan abu vulkanik dan pasir di wilayah provinsi ini, Sabtu.

Dari pantauan di sejumlah apotek di Sleman, pada pukul 07.30 WIB (apotek buka 24 jam) sudah tertempel kertas bertuliskan "masker habis".

Menurut salah seorang karyawan apotek di sebuah apotek kawasan perumahan Jalan Gebang, Condongcatur, Sleman, yang keberatan disebut namanya, warga sejak pagi bahkan selepas subuh sudah banyak yang membeli masker, sehingga persediaan di apotek habis.

Sementara itu, di apotek Rumah Sakit Condongcatur terjadi antrean warga yang membeli masker. Harganya relatif murah, hanya Rp650 per masker. Masker sederhana ini warnanya hijau yang biasa dipakai perawat, tenaga medis, maupun dokter di rumah sakit.

Sedangkan di toko maupun apotek di luar rumah sakit masker yang dijual biasanya jenisnya beragam, bahkan ada yang bergambar terutama masker untuk anak-nak. Harganya bervariasi antara Rp1.500 hingga Rp5.000 per masker, tergantung jenisnya maupun bahan serta variasi yang digunakan untuk membuat masker itu.

Sementara itu, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta memberikan dispensasi khusus kepada sekolah untuk meliburkan murid jika kegiatan belajar mengajar tidak mungkin dilakukan akibat adanya debu vulkanik Gunung Merapi.

"Kondisinya mendadak dan hingga kini debu vulkanik masih menutupi Kota Yogyakarta. Oleh karena itu sekolah dapat diliburkan atau memulangkan murid jika kegiatan belajar mengajar tidak memungkinkan," kata Pelaksana tugas Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Budi Ashrori.



Dipindahkan

Tempat pengungsian Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman dipindahkan ke Wukirsari pascaletusan Gunung Merapi, Sabtu dini hari.

"Para pengungsi, tenda, dan peralatan dipindahkan ke barak pengungsian Wukirsari yang jaraknya lebih jauh dari puncak Merapi dibandingkan Umbulharjo," kata relawan penanggulangan bencana Merapi, Wahyu di Sleman.

Menurut dia, tempat pengungsian Wukirsari berjarak sekitar 12 kilometer dari puncak Merapi, sedangkan Umbulharjo sekitar 10 kilometer. Pemindahan lokasi pengungsian itu untuk membuat pengungsi lebih nyawan.

"Pemindahan dilakukan anggota TNI dibantu relawan. Selain itu, juga dilakukan pembersihan kantor Desa Umubulharjo yang selama ini digunakan untuk menampung pengungsi korban erupsi Merapi," katanya.

Hujan abu vulkanik Merapi sempat mengganggu penerbangan di Bandara Adisutjipto Yogyakarta selama satu jam mulai pukul 06.00 WIB hingga 07.00 WIB, namun kini kondisi perbangan sudah normal kembali.

"Abu vulkanik akibat letusan Gunung Merapi sempat mengganggu jarak pandang penerbangan pesawat di Bandara Adisutjipto Yogyakarta. Penerbangan sempat mengalami penundaan," kata Manajer Operasional PT Angkasa Pura I Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta Halendra YW, di Yogyakarta, Sabtu.

Ia mengatakan hujan abu vulkanik dapat diatasi dengan pembersihan debu yang menutupi landasan pacu di bandara ini. "Sejak pukul 07.00 WIB penerbangan di Bandara Adisucipto Yogyakarta sudah dibuka dan berjalan normal. Kami telah memastikan abu vulkanik kini sudah tidak mengganggu jarak pandang" katanya.

Sementara itu, Rumah Sakit Umum Daerah Wates, Kabupaten Kulon, DIY, menyediakan ruang rawat khusus untuk menampung pasien yang sakit akibat dampak abu vulkanik Gunung Merapi.

"Untuk mengantisipasi hal buruk dampak dari hujan abu vulkanik kami telah menyiapkan Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan ruang khusus untuk menampung pasien yang sakit akibat gangguan pernafasan dan penyakit lain yang ditimbulkan oleh hujan abu vulkanik Merapi," kata Pelaksana Harian RSUD Wates, Witarto di Wates, Sabtu.

Pemkab Kulon Progo membebaskan biaya pengobatan di Puskesmas, Pustu, Puskesdes serta rumah sakit bagi masyarakat setempat yang menjadi korban hujan abu vulkanik Gunung Merapi.

Bupati Kulon Progo Toyo Santoso Dipo mengatakan biaya pengobatan ini menggunakan dana tak terduga dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2010.

Saat ini dana tak terduga masih tersisa Rp700 juta. "Semua biaya pengobatan ditanggung pemerintah kabupaten, nanti kalau dana dari APBD habis, kami akan mengusahakan dana dari pos lain, yang penting sekarang masyarakat Kulon Progo sehat," katanya.



3.509 hektare hutan rusak

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan sedikitnya 3.509 hektare di Lereng Gunung Merapi di wilayah Kabupaten Sleman dan Klaten rusak akibat terbakar awan panas dan abu vulkanik.

"Rehabilitasi hutan yang sudah dilakukan akibat erupsi Gunung Merapi 2006 terpaksa dihentikan. Sekarang masih belum memungkinkan dilakukan rehabilitasi lagi," katanya di Sleman, Sabtu.

Menurut dia, rehabilitasi hutan termasuk yang rusak akibat letusan Gunung Merapi yang lama maupun yang baru terjadi beberapa waktu lalu masih menunggu kondisi Gunung Merapi normal kembali.

"Nanti kalau Gunung Merapi sudah normal maka akan dilakukan rehabilitasi lagi," katanya.

Ia mengatakan, biaya rehabilitasi untuk satu hektare lahan hutan membutuhkan dana sekitar Rp10 juta hingga Rp15 juta sehingga total biaya rehabilitasi hutan Merapi tersebut akan menelan sekitar Rp5 miliar.

"Sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk rehabilitasi sekitar satu bulan. Khusus untuk hutan yang terbakar, akan ditanami pohon baru yakni Pinus, Paramala dan Puspa. Kebutuhan satu hektare hutan sedikitnya 500 batang pohon," katanya.

Total hutan di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) mencapai 6.400 hektare dan yang mengalami kerusakan ada dua akibat yakni hutan yang ludes terbakar serta rusak akibat debu vulkanik.

Hutan yang habis terbakar paling parah di resor Cangkringan mencapi 309 hektar, kemudian resort Kemalang, Kabupaten Klaten 50 hektar dan resort Dukun dan Srumbung Magelang 100 hektar. Sedang hutan yang rusak karena abu vulkanik paling banyak di resort Dukun dan Srumbung Magelang sebesar 1.800 hektar dan resort Cangkringan sebesar 1.300 hektare.

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menatakan untuk sementara waktu ini objek wisata Taman Nasional Gunung Merapi ditutup bagi wisatawan, karena selain banyak hutan yang rusak juga karena masih berbahaya akibat letusan Gunung Merapi.

(V001/M008/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010