Medan (ANTARA News) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia utusan Sumatera Utara Parlindungan Purba berpendapat, isi Undang-Undang Dasar 1945 akan lebih operasional setelah direvisi.

"Harus diakui isi UUD 1945 cenderung redaksional sehingga kekuatan isinya kurang. UUD 1945 banyak mengatur ketentuan yang berpihak pada kepentingan rakyat, tetapi tidak ada satu pun aturan yang jelas berkaitan dengan itu terutama sanksi bagi pelanggarnya," katanya di Medan, Selasa.

Dia menyatakan hal itu dalam dialog sosialisasi putusan MPR RI dan UUD Negara RI dengan wartawan anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumut.

Mengacu pada kenyataan itulah, kata dia, maka DPD RI memberikan banyak usulan untuk perubahan dalam UUD 1945 itu ke MPR.

Salah satu isi UUD yang diberikan masukan untuk direvisi adalah Pasal 33, di mana antara lain disebutkan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

"Dalam kaitan itu, DPD RI menilai sudah saatnya pemerintah benar-benar harus terlibat dalam penguasaan kekayaan alam itu sehingga keuntungannnya benar-benar bisa dinikmati rakyat," katanya.

Perubahan itu dinilai sangat penting agar kekhawatiran jatuhnya kekayaan alam ke tangan asing tidak terjadi.

"Dewasa ini harus diakui perekenomian di Indonesia sudah menjurus kapitalisme, bukan lagi sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluragaan seperti yang tertera dalam Pasal 33," katanya.

Sementara itu, Pengamat Hukum Tata Negara Dr Mirza Nasution yang juga menjadi pembicara dalam dialog itu menyebutkan, prinsip amandemen negara sebenarnya tidak mesti seragam.

Dia memberi contoh negara federal. Sejauh prinsip federal diperhatikan, sepanjang kekuasaan melakukan amandemen konstitusional tidak terbatas pada pemeintah pusat saja atau pemerintah konstituen saja, maka pola yang ditempuh tetap sejalan dengan ketentuan federalisme itu.

Tetapi harus diakui, katanya, di Indonesia isi UU masih sebatas teori dan asas, sehingga hanya jadi pewarnaan dan itu membuat rakyat belum menikmati kebijakan yang dibuat pemerintah.(*)

(T.E016/R014/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010