Padang (ANTARA News)- Berbicara oleh-oleh khas Sumatera Barat (Sumbar), Kota Bukittinggi dan Padang akan diingat melalui penganan khas berbahan ubi yang beraneka rasa. Kerupuk sanjai begitu sebutannya. Bukan karena berbau India, namun karena memang asalnya dari Nagari Sanjai yang terletak sekitar kilometer dari Kota Bukittinggi yang jadi pusat wisata kuliner.

Kerupuk sanjai adalah sejenis peganan kerupuk dari singkong yang diparut tipis lalu digoreng dan diberi garam sebagai penyedapnya. Kerupuk ini amat populer sebagai makanan oleh-oleh khas kota Bukitinggi, Padang, Sumatra Barat. Kerupuk sanjai yang diberi bumbu balado dinamakan karupuak balado. Berbicara soal rasanya silahkan tanya saja lidah orang yang sudah mencobanya.

"Ketika sudah memakan kerupuk sanjai ini, pasti ketagihan dan tidak mau berhenti menjelang habis satu kantong," kata Muhammad Farizd, perantau asal Kota Padang yang kini tinggal di Jakarta.

Menurut dia, ketika pulang ke kampungnya ke Sumbar, pasti koleganya yang ada di Jakarta berpesan untuk dibawakan kripik balado atau kripik sanjai sebagai oleh-oleh.

"Selain sebagai oleh-oleh keluarga saya juga sangat menggemari kerupuk sanjai ini, dan enaknya lagi kerupuk ini bisa tahan lama hingga dua mingguan," katanya.

Karena sifatnya yang tahan lama ini, kerupuk sanjai, pasti menjadi pilihan oleh-oleh bagi wisatawan yang berkunjung ke berbagai daerah di Sumbar, terutama Kota Bukittinggi.

Khusus yang berkunjung ke Kota Bukittinggi, penganan ini bisa didapatkan pada sejumlah toko yang berjejer di pinggir jalan.

Sebut saja nama toko itu, "Sanjai Nita, "Sanjai Mintuo", "Sanjai Keluarga" dan lainnya. Toko itu berderet di sepanjang jalan Padang-Bukittingi. Khusus di Kota Padang, semua pasti mengenal toko oleh-oleh Cristine Hakim, Sherley dan lainnya untuk mendapatkan kerupuk ini.

Pada sejumlah toko ini, kerupuk sanjai ini sudah dikemas secara menarik dalam plastik yang tahan lama, serta diberi merek khusus.

"Tidak afdhol rasanya kalau berkunjung ke Kota Bukittinggi tidak membawa pulang kerupuk sanjai," kata Novra Arina, wisatawan yang berkunjung ke kota wisata berhawa sejuk itu.

Dia mengaku mendapatkan kerupuk sanjai dengan harga cukup murah yakni Rp28 hingga Rp30 ribu per kilogramnya.

Tidak hanya wisatawan yang datang ke daerah ini saja yang menggemari penganan ini, namun juga warga Sumbar yang pergi ke berbagai daerah juga membekali diri dengan kerupuk ini. Sebut saja jemaah haji asal Sumbar, Muhammad Zenni (43 tahun). laki-laki yang berprofesi sebagai guru di SMP 31 Kota Padang ini, membawa kerupuk sanjai hingga ke Arab Saudi.

"Saya suka ngemil, kerupuk ini menjadi pilihan saya dan selalu cemilan favorit hingga kemana-mana termasuk ketika berangkat haji,` kata Muhammad Zenni, lewat pesan singkatnya.


Industri Rumah Tangga

Nagari Sanjai yang terletak sekitar 3 kilometer dari Kota Bukittinggi merupakan lokasi penghasil penganan khas asal Sumbar. Dominan mata pencaharian penduduknya adalah industri rumah tangga penghasil kerupuk ubi ini.

Setidak-tidaknya ada seratusan lebih keluarga yang memproduksi kerupuk sanjai untuk dijual tidak hanya di Kota Bukittingi namun juga dipasok hingga ke berbagai daerah di Sumbar bahkan hingga ke provinsi tetangga seperti Sumut, Riau hingga sejumlah kota di Pulau Jawa.

Rata-rata kerupuk sanjai hanya diproduksi secara sederhana dengan jumlah tenaga kerja yang terdiri dari anggota keluarga dan tetangga yang jumlahnya tiga hingga lima orang saja.

Bahan baku untuk kerupuk sanjai berasal dari ubi kayu dari Nagari Gadut, Kecamatan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam, satu nagari yang terletak di jalan lintas Bukittinggi-Sumut. Ubi kayu yang dihasilkan petani di daerah berhawa dingin itu selanjutnya diolah oleh pengusaha pengusaha sanjai menjadi penganan kerupuk ubi dengan aneka rasa seperti manis, asin dan pedas.

Ubi kayu yang dihasilkan dari daerah Gadut tersebut cukup khas sehingga kerupuk yang dihasilkan menjadi lebih renyah dan rasanya enak.

"Jika ubinya tidak dari daerah Gadut kerupuknya menjadi lebih keras dan kurang enak," kata pemilik industri sanjai, Eci (29 tahun).

Menurut Eci, kerupuk sanjai diproduksi dengan menggunakan peralatan sederhana, seperti papan pengiris untuk mengiris ubinya menjadi tipis-tipis, selanjutnya bumbu yang diolah sendiri serta digoreng.

"Untuk mengiris ubi ini diperlukan dua hingga tiga tenaga kerja, selanjutnya dua untuk menggoreng dan membungkusnya," katanya.

Dia mengaku kerupuk yang siap dikemas, selanjutnya di lempar ke pasaran.

" Biasanya pemilik toko yang datang mengambil sendiri kerupuknya untuk dijual, bahkan ada yang dikemas sendiri dengan lebih menarik," katanya.


Butuh Pengembangan

Pengamat Ekonomi dari Universitas Negeri Padang (UNP) Prof. Syamsul Amar, mengatakan, industri makanan seperti kerupuk sanjai ini perlu dikembangkan lebih serius agar bisa lebih meningkatkan kesejahteraan pemilik industrinya.

"Sanjai itu sudah menjadi icon, dan hanya tinggal mengemasnya saja menjadi lebih menarik industri itu tidak sekedar rumah tangga namun bisa lebih besar lagi," kata Dekan Fakultas Ekonomi UNP ini.

Industri-industri kecil seperti makanan ini cukup banyak di Sumbar, yang jumlahnya mencapai 70 persen dari industri yang berkembang di daerah pesisir pantai ini, katanya.

Pemerintah seharusnya lebih bisa memberdayakan industri kecil ini, misalnya dengan memberikan bapak angkat, kucuran dana, hingga pendistribusian dalam skala yang lebih besar.

"Bisa jadi nanti Sumbar menjadi satu daerah pengekspor makanan yang besar, hingga bisa meningkatkan pendapatan asli daerahnya," katanya.
(ANT/P003)

Oleh Oleh Abna Hidayati
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010