Jakarta (ANTARA News) - PT Garuda Indonesia memprediksikan, investor domestik justru berpeluang bagus ketimbang asing untuk memburu lebih besar saham BUMN Penerbangan itu.

"Kalau menurut saya justru itu lebih bagus. Artinya, kesempatan untuk investor domestik memiliki Garuda akan lebih besar. Nantinya kan underwriter akan ambil dan jual ke domestik," kata Dirut PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar kepada pers, usai penandatanganan kesepakatan pengendalian gratifikasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Jakarta, Kamis.

Penegasan tersebut terkait Terkait kabar yang menyebutkan, penawaran saham Garuda kepada investor asing tidak berjalan sesuai target.

Semula penawaran saham perdana Garuda kepada investor asing ditetapkan sebesar 20 persen, sementara sisanya ditawarkan ke pasar domestik.

Namun, dikabarkan pada penutupan jumlah saham perdana yang diserap investor asing kurang dari dua persen.

"Saya tidak risau. Yang penting underwriter sudah memastikan untuk menyerahkan dana IPO (initial public offering) sebesar Rp3,3 triliun kepada kami pada Kamis sore ini (10/2)," katanya.

Jadi, tegasnya, pihaknya akan membiarkan underwriter melakukan tugasnya sesuai kapasitas yang ada.

"Bagi kami yang terpenting, dana yang kita dapatkan akan langsung kita eksekusi untuk ekspansi usaha sehingga bisa meningkatkan kinerja perusahaan," katanya.

Pada roadshow IPO yang digelar perusahaan pada 13 hingga 24 Januari lalu di sejumlah negara, Garuda menargetkan untuk meraih investasi jangka panjang melalui para investor asing tersebut.

Namun, kata Emir, jika minat investor asing terhadap penawaran saham perdana rendah, diharapkan investor domestik besar dapat berpartisipasi dalam investasi jangka panjang.

"Di awal, kita memang targetkan investasi jangka panjang dari investor asing. Tapi, jika memang demikian, maka kita ingin investor domestik bisa lebih banyak berpartisipasi di `long term investment` agar dapat capital gain yang lebih besar," katanya.

"Senada dengan Emirsyah, Direktur Keuangan Garuda Elisa Lumbantoruan, mengaku, meski diterpa isu rendahnya harga penawaran saham Garuda, proses penjualannya berjalan normal.

"Yang kami tahu penjualan saham terpenuhi dan berjalan normal. Untuk berapa besar yang terdistribusi, kita tidak tahu, karena itu wewenang JLU (joint lead underwriter)," katanya.

Ia juga membantah adanya anggapan yang menyatakan bahwa harga saham perdana sebesar Rp750 itu terlalu tinggi dibandingkan dengan valuasi saham Garuda sendiri.

Sejumlah pihak menilai, hitungan "price to book value" dan "price to earning ratio" maskapai seharusnya berada pada kisaran Rp500 per lembar saham.

"Saya rasa itu masalah persepsi. Evaluasi harga ada metode tersendiri. Analis menilai dengan sudut pandang yang berbeda. Kami melihatnya dengan lebih mudah, membandingkan dengan industri sejenis," katanya.

Sebenarnya, menurut Elisa, harga saham Garuda masih lebih murah dari China Airlines atau Kingfisher Airlines milik India, dan lebih mahal sedikit dari Malaysia Airline.

"Kalau lihat dari situ harga ini fair," jelasnya.

Selain itu, tambah dia, potensi pasar Garuda melalui layanan penerbangan domestik masih terbilang besar. Terlebih, hingga saat ini, operator pelat merah itu masih menjadi satu-satunya maskapai "full service" di Indonesia.

Garuda, lanjut dia, juga masih lebih unggul dari sisi produk dan layanan. Karena itu, harga tersebut sudah sangat wajar.

Lebih lanjut, Elisa menyatakan, dana yang diterima dari underwriter sesuai dengan kebutuhan ekspansi usaha Garuda. Nantinya, dana itu akan digunakan untuk mendatangkan 11 unit pesawat baru pada 2011.

Armada itu akan digunakan untuk melayani sejumlah rute penerbangan Garuda, antara lain ke Gorontalo, Bangka Belitung, Taiwan, dan India.

"Akan langsung kita gunakan untuk pengadaan pesawat, sembilan Boeing dan dua Airbus. Untuk tahap awal akan kita mulai base-nya di Ujungpandang, Medan, dan Bali pada semester II 2011.

Pesawatnya akan menggunakan Boeing 737-500 kapasitas 92 kursi. Saat ini, pesawat sudah ada lima unit, demikian Elisa. (E008/S006/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011