Kairo (ANTARA News) - Presiden Mesir Hosni Mubarak hari Kamis mengatakan akan melimpahkan kekuasaannya kepada wakil presiden.

Dalam pidato, Mubarak (82) tampaknya meminggirkan diri dengan menyerahkan wewenang  kepada Wakil Presiden Omar Suleiman, mantan kepala intelijen dan sosok yang dipercaya oleh Washington.

Kantor berita Reuters melaporkan bahwa pidato Mubarak itu  tidak memenuhi tuntutan pemrotes agar ia segera mengundurkan diri.

Pemrotes di Lapangan Tahrir mengangkat sepatu mereka dengan berang dan berteriak, "Turun, turun, Hosni Mubarak" karena pidato yang ditunggu-tunggu itu ternyata tidak mengumumkan pengunduran dirinya.

Mubarak menyatakan  ia tidak akan mencalonkan diri dalam pemilihan presiden pada bulan September. Ia juga mengatakan perundingan dengan oposisi telah mengarah pada konsensus awal untuk mengatasi krisis.

Mesir sedang menuju peralihan kekuasaan yang damai, kata Mubarak, dengan menambahkan bahwa ia percaya pada kejujuran tuntutan pemrotes dan niat mereka, namun ia menggarisbawahi kekuatan asing mendikte peristiwa-peristiwa di negaranya.

Mubarak mengatakan, ia merasakan kepedihan mereka yang kehilangan anggota keluarga dalam protes dan ia menanggapi tuntutan rakyat dengan komitmen dan mengatakan bahwa mereka yang tewas -- yang kata PBB mungkin berjumlah 300 -- tidak tewas sia-sia.

Sebelumnya,  Kamis, komando tinggi militer mengambi alih kendali negara. Angkatan Bersenjata, dalam pernyataan yang mereka sebut "Komunike No.1", mengumumkan bahwa mereka bergerak untuk menjaga negara dan aspirasi rakyat.

Dewan Tinggi Militer bertemu dalam upaya meredakan kerusuhan yang telah mengguncang kawasan Timur Tengah.

Partai-partai oposisi, yang mencakup kelompok kuat Ikhwanul Muslimin, mendesak pengunduran diri Mubarak.

Demonstran yang menguasai Lapangan Tahrir di Kairo pusat, beberapa adalah simpatisan  Ikhwanul Muslimin tapi sebagian besar  pemrotes adalah dari kalagan sekuler, tetap bersikeras bahwa Mubarak harus mengundurkan diri segera.

Para aktivis muda pro-demokrasi Mesir yang menuntut pelengseran Mubarak, yang telah berkuasa selama tiga dasawarsa, diilhami oleh pemberontakan yang menggulingkan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali pada Januari.

Ben Ali meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun di tengah tuntutan yang meningkat agar ia mengundurkan diri meski ia telah menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatan setelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi.

Ia dan istrinya serta anggota-anggota lain keluarganya kini menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka.
(M014/A038)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011