Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi IX DPR RI Rieke Diah Pitaloka atasnama fraksinya mengingatkan Pemerintah agar jangan `cuci tangan` dan berusaha menghindar dari tanggung jawab mengenai tercemarnya susu formula untuk anak-anak oleh bakteri `enterobacter sakazakii`.

"Yang paling bertanggung jawab adalah Kementerian Kesehatan (Kemenkes), juga Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), sebagai institusi pemerintah resmi yang semestinya di garda terdepan dalam rangka perlindungan bagi masyarakat di bidang kesehatan," tegasnya kepada ANTARA di Jakarta, Sabtu.

Bagi Rieke tidak bisa ada alasan mereka tidak tahu (adanya pencemaran bakteri itu dalam susu-susu formula) tersebut.

"Yang mengeluarkan registrasi dan izin edar dan pengawasannya kan Pemerintah (Kemenkes juga BPOM)," ungkap salah satu `vokalis` di Fraksi PDI Perjuangan (FPDI-P) DPR RI ini.

Rieke Diah Pitaloka dkk lintas fraksi di Komisi IX (yang membidangi kesehatan) memang sempat kepada Menteri Kesehatan (Menkes), Kepala BPOM dan Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) pada forum Rapat Dengar Pendapat (RDP), Kamis (17/2).

"Kemarin mereka seperti `melagukan koor` tidak mau mengungkapkan merk susu formula berbakteri itu di hadapan publik, kendati sudah diperintahkan Mahkamah Agung (MA)," ujarnya lagi.

Karena itu, menurutnya, jajaran Fraksi PDI Perjuangan, baik di Komisi IX maupun di komisi lain, tetap mendesak para pihak terkait mengumumkan merk susu formula berbakteri kepada publik.

"Kami mendesak untuk diumumkan ke publik. Pijakan hukumnya jelas, yakni UUD 45 bab XA tentang HAM warga negara, UU KIP, dan UU Perlindungan Konsumen terutama pasal (4)," tegasnya kepada ANTARA, di Jakarta, Kamis.

Bahkan, dia juga menunjuk Putusan MA yang memenangkan penggugat, agar merk susu ini dipublikasikan.

"Putusan MA sudah jelas, mengharuskan para tergugat, Kemenkes, IPB, dan BPOM mengumumkan kepada publik merek susu formula yang tercemar bakteri `enterobacter sakazakii`, tapi semua mereka `ngotot menolak. Ada apa ini," tandasnya.

Ia juga mengungkapkan, sejak RDP dibuka, mayoritas fraksi di Komisi IX DPR RI, mendesak agar IPB (selaku lembaga peneliti susu-susu berbakteri itu) mengungkap merek formula yang tercemar, tapi tak berbuah hasil.


Berusaha Menutupi

Rieke Diah Pitaloka dkk terkesan amat kecewa dengan sikap IPB yang bergeming dan terus berusaha menutupi merk susu formula berbakteri itu, sembari mengajukan banyak argumentasi.

Akibatnya, para anggota komisi, terutama dari Fraksi PDI Perjuangan (FPDI-P) dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) memutuskan ke luar dari forum rapat dengar pendapat (RDP).

Sebelum itu terjadi, suasana RDP Kamis (17/2) kemarin memang makin memanas, terutama ketika utusan IPB yakni Dekan Fakutas Kedokteran Hewan, tetap `ngotot tak bersediai mengungkap merk-merk susu terkontaminasi bakteri sebagaimana hasil penelitian mereka sendiri.

"Ini ada apa? Kan sudah ada Putusan MA, kok masih ditutup-tutupi. Apalagi keputusan itu sudah lama keluar, yakni pada bulan April 2010. Sudah setahun. Kenapa hingga kini masih belum dipublikasikan sesuai amar Putusan MA? Ini kan melawan hukum dan konstitusi," tandasnya lagi.

Senada dengan Rieke Diah Pitaloka, rekannya juga dari FPKB, Chusnunia akhirnya juga menyatakan keluar dari forum (bersama FPDI-P) karena pihak IPB tetap enggan `buka mulut`.

Ia pun menyatakan, tidak bertanggungjawab atas keputusan yang diambil dalam RDP ini, karena sikap pihak IPB itu.

Menanggapi semua ini, Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Dr Ir I Wayan Teguh Wibawan sendiri berkilah, pihaknya masih bersikap seperti sebelumnya.

Yakni, menurutnya, menunggu Surat Keputusan MA.

Ia menambahkan, pihaknya pasti tidak akan melawan hukum, tapi akan konsisten dengan sikap tak membuka dulu merk-merk susu tersebut, sebelum amar Putusan MA diterimanya.

Mendengar ini, Pimpinan Rapat, Nizar Sihab spontan menjamin, bertanggungjawab menghadapi apa pun, asal merk-merk susu itu dibuka saja.

"Tegas saja. Kami Komisi IX siap berada di belakang saudara jika terjadi hal-hal di belakang hari," tandasnya.

Namun demikian, Dekan di IPB ini tak menganggap jaminan tersebut.


Tetap Bungkam

Bagi Rieke Diah Pitaloka, bukan hanya pihak IPB saja yang harus bertanggung jawab. "Tapi Pemerintah juga ikut bertanggungjawab dalam hal ini. Jika tetap demikian, kami dari fraksi PDIP tidak bertanggungjawab dalam keputusan yang diambil dalam forum (RDP) itu, dan kami keluar," katanya.

Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih sendiri sama saja sikapnya dengan para mitra Komisi IX lainnya pada forum RDP tersebut.

"Yakni tetap bungkam tak menyebutkan produk susu kendati dicecar (pertanyaan) oleh banyak pihak," ungkapnya.

Di luar forum RDP pun, Menkes bersikukuh demikian, bahkan kepada pers, ia mengaku siap meninggalkan jabatannya ketimbang harus mengumumkan susu berbakteri.


Klarifikasi Penelitian

Dalam forum RDP ini, pihak IPB hanya berusaha mengungkap semacam `klarifikasi` atas penelitian mereka yang dulu menyimpulkan susu-susu formula itu tercemar bakteri.

Bukan hanya mengklarifikai bahkan `atasnama produsen`, pihak IPB di hadapan Komisi IX DPR RI menyatakan hasil penelitian yang menyebutkan susu formula tercemar bakteri, sudah diperbaiki.

"Sebab, ketika pada tahun 2009 kami kembali menguji 42 sampel susu formula dan makanan bayi. Termasuk yang tadinya mengandung `enterobacter sakazakii`. Ternyata semuanya sudah negatif, atau sudah diperbaiki oleh produsen," ujar I Wayan Teguh Wibawan.

Namun, `klarifikasi`` itu tak membuat Komisi IX DPR RI berhenti menyuarakan kehendak publik, agar dibuka saja nama-nama susu formula yang berbakteri tersebut.

Tetapi, pihak IPB tetap tak mau membuka merek susu yang sempat dikatakan tercemar `enterobacter sakazakii` menurut hasil riset mereka di awal 2000-an.

Menkes dan Badan POM juga bersikap sama dengan pihak IPB, sehingga oleh Rieka Diah Pitaloka semuanya dinilai tak bertanggung jawab.

"Sebenarnya kan ini hak rakyat, hak konsumen, dan bukan persoalan sepele. Dalam penelitian ada etika dan `moral obligation`. Jika dalam suatu penelitian hasilnya menyangkut khalayak, itu harus kita ungkapkan. Tapi kenapa IPB sampai saat ini walaupun sudah didesak oleh semua anggota Komisi IX tidak mau mengungkap nama susu yang berbakteri," tanyanya.

Sementara terkait amar Putusan MA, ia juga mempertanyakan kenapa IPB masih menunggu surat asli, padahal sudah dimuat di `website` MA.

"Ini kan aneh? Kenapa tidak mengungkapkan kepada kami sebagai lembaga perwakilan rakyat? Ini ada upaya untuk melemahkan hak konsumen. Negara tidak hadir dalam kebutuhan masyarakat seperti susu yang berbakteri tersebut, apalagi mengharapkan kehadiran negara dalam persoalan politik yang lebih besar," ujarnya.


Gugatan Publik

Sebagaimana pernah diberitakan ANTARA, IPB mengumumkan hasil penelitian yang dilakukan pada 2008 dengan menyatakan ada sampel susu formula mengandung bakteri `sakazakii`.

Bakteri tersebut bisa menimbulkan kerusakan selaput otak pada bayi.

Namun, kendati didesak masyarakat, IPB menolak menyebut merek susu formula yang dimaksud.

Akibatnya, publik konsumen susu formula kemudian mengajukan gugatan terhadap Menkes, BPOM, dan IPB di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar mengumumkan kepada masyarakat merek susu yang tercemar bakteri.

Para konsumen itu menjadikan praktisi hukum David L Tobing sebagai pengacara.

Sesudah berproses di beberapa level Pengadilan, akhirnya MA mengabulkan gugatan konsumen dan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 2975/K/Pdt/2009 yang memerintahkan ketiga pihak tergugat untuk mengumumkan produk susu formula yang tercemar bakteri ini. (M036/Z002/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011