PBB, New York (ANTARA News) - Dewan Kemananan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) diperkirakan akan segera mengeluarkan resolusi untuk memaksa Pemerintah Libya menghentikan kekerasan terhadap warganya.

Menurut presiden bergilir DK-PBB, Duta Besar Brazil untuk PBB, Maria Luiza Ribeiro Viotti, Jumat, para anggota Dewan Keamanan pada Sabtu (26/2) akan menggelar sidang darurat untuk membahas rancangan resolusi soal Libya.

"Dewan setuju untuk bertemu besok guna segera membahas rancangan resolusi termasuk langkah-langkah spesifik yang ditujukan untuk mengakhiri kekerasan, membantu penyelesaian damai bagi krisis saat ini, memastikan adanya pertanggungjawaban serta dihormatinya keinginan rakyat Libya," kata Viotti, usai sidang Dewan Keamanan di Markas Besar PBB, New York.

Menurut jadwal yang dikeluarkan oleh Pusat Media PBB, sidang yang akan membahas rancangan resolusi itu akan berlangsung pada Sabtu pagi.

Selain oleh 15 negara anggota DK-PBB, sidang yang membahas situasi perdamaian dan keamanan di Afrika pada hari Jumat juga dihadiri oleh Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon.

Dalam kesempatan itu, Ban berbicara soal situasi terakhir mengenai krisis di Libya.

Ia secara khusus meminta Dewan Keamanan segera mempertimbangkan langkah-langkah nyata terhadap pemerintahan Presiden Libya Moamar Gaddafi atas tindakan brutal mereka terhadap para pengunjuk rasa.

Langkah-langkah yang dimaksud Ban bisa berkisar dari pemberian sanksi hingga hukuman bagi pemerintahan Gaddafi.

"Dalam hal ini, kehilangan waktu berarti kehilangan lebih banyak nyawa... Ini saatnya bagi Dewan Keamanan untuk mempertimbangkan langkah nyata," tegas Ban, sambil mengutip laporan bahwa jumlah korban tewas karena unjuk rasa di Libya dalam beberapa hari terakhir ini telah mencampai lebih dari 1.000 orang.

Dari Jakarta, permintaan serupa juga telah disuarakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Saat berbicara sebelum bertolak ke Brunei Darussalam untuk kunjungan kenegaraan, Presiden Yudhoyono meminta PBB, khususnya Dewan Keamanan, maupun masyarakat internasional untuk mengambil langkah-langkah nyata untuk menghentikan kekerasan di Libya dan jatuhnya korban warga sipil.

Yudhoyono juga mengungkapkan dirinya segera mengirimkan surat kepada Sekjen PBB Ban Ki-moon, yang intinya meminta agar PBB segera turun tangan mengatasi krisis di Libya.

Pada Jumat, Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang berbasis di Jenewa mengeluarkan resolusi yang mengutuk keras terjadinya kekerasan di Libya.

Melalui resolusi, Dewan HAM yang beranggotakan 47 angggota itu juga memerintahkan adanya penyelidikan internasional terhadap tuduhan kekerasan serta merekomendasikan agar keanggotaan Libya di Dewan HAM ditangguhkan.

Resolusi yang disahkan secara aklamasi dalam sidang di Jenewa itu mendesak Pemerintah Libya memenuhi kewajiban dalam melindungi warganya, segera mengakhiri semua pelanggaran hak asasi manusia, menghentikan serangan apapun terhadap warga sipil, serta menghormati aspirasi dan tuntutan rakyatnya.


Sanksi

Sementara itu, di Washington, DC, Jumat, Presiden Amerika Serikat Barack Obama akhirnya menjatuhkan sanksi terhadap pemerintahan dan keluarga Gaddafi berkaitan dengan kekerasan yang dilakukan aparat Pemerintah Libya terhadap para pengunjuk rasa.

Sanksi yang dikeluarkan Obama itu berupa penyitaan terhadap aset yang berada di AS yang merupakan milik para pejabat pemerintahan Libya, Presiden Gaddafi serta keempat anaknya.

Selain menjatuhkan sanksi, AS juga disebut-sebut berniat memutuskan hubungan diplomatik dengan Libya.

Juru Bicara Gedung Putih Jay Carney mengatakan di Washington, Jumat, AS menangguhkan semua operasi di kedutaannya di Tripoli dan akan menarik semua staf Kedutaan Besar AS dari ibukota negara Libya itu.

Tidak hanya AS, sanksi terhadap Libya juga dilancarkan oleh negara-negara Uni Eropa, yang pada Jumat menjatuhkan embargo senjata, pembekuan aset serta larangan perjalanan terhadap para pejabat pemerintah Libya.

Sanksi-sanksi itu dijatuhkan sebagai upaya untuk memberikan tekanan terhadap kekuasaan pemerintahan Moamar Gaddafi. (*)

(T.K-TNY/A011)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011