Yogyakarta (ANTARA News) - Pengamat sosial politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Arie Sujito memperkirakan nasip Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di koalisi masih menunggu jaminan garansi dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

"Nasib PKS di koalisi pemerintah ini ditentukan dari hasil `bargaining` Demokrat dengan Gerindra, jika sudah ada jaminan garansi maka kemungkinan besar PKS akan didepak dari koalisi," kata Arie Sujito di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, untuk nasib Partai Golkar sedikit lebih aman karena Golkar merupakan partai besar dan selama ini tidak punya pengalaman sebagai partai oposisi.

"Sejak pidato Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beberapa waktu lalu yang menyatakan akan bertindak tegas terhadap anggota koalisi yang tidak sejalan, daya tawar Partai Demokrat meningkat sehingga posisi tawar Demokrat terhadap PKS dan Golkar juga turun," katanya.

Ia mengatakan, sikap tegas SBY akan muncul jika sudah ada garansi dari Partai Gerinda dan PDIP.

"Sikap tegas ini baru akan muncul jika Partai Demokrat sudah mendapatkan jaminan untuk konversi kekuatan dari Gerindra dan dugaan saya sudah ada komunikasi politik SBY dan Prabowo," katanya.

Kandidat doktor ilmu sosial UGM Yogyakarta ini menilai saat ini posisi PKS paling terancam, meskipun belum tentu langsung didepak.

"Kemungkinan PKS tidak akan langsung didepak dari koalisi, tetapi akan ada `deal` baru yang sifatnya evaluasi kesepakatan yang dilanggar serta manuver yang tidak dilanggar," katanya.

Arie mengatakan, meskipun akan ada kesepakatan-kesepakatan baru, namun dirinya yakin perombakan kabinet tetap akan dilakukan presiden.

"Kemungkinan besar akan ada `reshuffle`, tapi perkiraan saya Partai Golkar tetap akan di pemerintahan, karena tidak biasa jadi partai oposisi, meskipun ada kader yang sering membuat manuver," katanya.

Ia mengatakan, PKS saat ini banyak beban, kalau juga mau jadi opsisi memang akan banyak kesempatan bermanuver, namun dari sisi "resources" ini akan berkurang karena secara politik saat ini menguntungkan masuk menteri.

"Dengan ada menteri maka interaksi dengan konstituen akan dapat dilakukan dengan lebih optimal karena partai politik tidak punya kekuatan untuk mengontrol konstituen hingga tingkat bawah, sebab di atas mungkin oposisi namun di bawah tidak dan justru menjalin kerja sama," katanya.

Ini yang harus dipikirkan, kalau mau oposisi harus dipikirkan sekarang, dan ini juga akan menimpa siapapun akibat pragmatisme koalisi, di tengah jalan pasti akan tergoda, katanya.(*)

(T. V001/S019)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011