Denpasar (ANTARA News) - Pulau Bali dihuni 3,89 juta jiwa dan ribuan wisatawan mancanegara maupun nusantara yang menikmati liburan, Sabtu terasa sunyi dan hening, saat umat Hindu melaksanakan Tapa Brata Penyepian menyambut Tahun Baru Saka 1933.

Kota Denpasar, tempat-tempat wisata dan pusat perekonomian lainnya yang sehari-hari diwarnai kemacetan lalu lintas berubah total menjadi sunyi senyap, bagaikan pulau mati tanpa penghuni karena umat Hindu "mengurung" diri melaksanakan empat pantangan.

Pantangan yang wajib dijalani sambil melakukan introspeksi diri berlangsung selama 24 jam sejak pukul 06.00 Wita sebelum matahari terbit hingga pukul 06.00 waktu keesokan harinya.

Tapa Brata Penyepian pada peralihan tahun saka 1932 ke 1933 meliputi amati karya (tidak bekerja dan tidak melakukan aktivitas), amati geni (tidak menyalakan api/listrik), amati lelungan (tidak bepergian) dan amati lelanguan (tidak mengumbar hawa nafsu, tanpa hiburan/bersenang-senang).

Wartawan ANTARA yang memantau di sejumlah lokasi di kota Denpasar, daerah pedesaan di Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan dan sejumlah Desa di Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem melaporkan, hanya suara alam yang terdengar serta pepohonan diterpa angin.

Komplek perumahan Perumnas Monang-Maning Denpasar, kawasan pemukiman yang dihuni sekitar 2.500 kepala keluarga, yang berasal dari berbagai etnis di Nusantara, dengan toleransi yang tinggi menghormati Hari Raya Suci Nyepi.

Sepanjang jalan dan gang-gang tampak sepi, kecuali hanya beberapa pecalang (petugas keamanan desa adat) yang berjaga di ujung gang dan perempatan jalan.

Pemandangan serupa juga hampir terjadi di seluruh pelosok termasuk kawasan wisata Kuta, Nusa Dua, Sanur dan kawasan wisata lainnya di Pulau Dewata.

Wisatawan mancanegara yang sengaja berlibur di Bali bertepatan dengan Nyepi hanya diperkenankan melakukan aktivitas di dalam kawasan hotel tempatnya menginap.

Deretan sejumlah hotel berbintang di Pantai Kuta dengan tingkat hunian yang cukup menggembirakan juga memberlakukan ketentuan bagi wisman secara ketat, sehingga pantai Kuta yang sehari-hari ramai sebagai tempat berjemur sambil menikmati deburan ombak juga tampak sunyi senyap.

Pantai berpasir putih sepanjang enam kilometer itu bebas dari kunjungan wisman, hanya deburam ombak dan tiupan angin yang berembus sepanjang pantai.

Demikian pula umat lain non-Hindu yang selama ini hidup rukun dan berdampingan satu sama lain pada hari yang "diistimewakan" itu menghormati umat Hindu melaksanakan Tapa Brata Penyepian.


Ke-13 Kalinya

Penutupan bandara internasional Ngurah Rai, satu-satunya pintu masuk Pulau Dewata lewat udara yang sehari-harinya melayani lebih dari 180 kali pergerakan pesawat berbadan lebar, pada Hari Suci Nyepi kali ini merupakan penutupan yang ke-13 kalinya, bersamaan dengan empat pelabuhan laut di Bali.

Penutupan sementara Bandara Ngurah Rai dan keempat pelabuhan laut selama sehari penuh dilakukan sejak tahun 1999 sesuai surat keputusan (SK) Dirjen Perhubungan, Kementerian Perhubungan Nomor AU 126961/DAU/7961/99, tertanggal 1 September 1999 yang diperkuat surat edaran Gubernur Bali Made Mangku Pastika tertanggal 30 Nopember 2010.

Penutupan Bandara Ngurah Rai selama 24 jam untuk semua jenis penerbangan, baik domestik maupun internasional, selama ini berlangsung aman dan tertib.

Khusus penerbangan darurat dan transit masih diizinkan, namun dilarang mengangkut penumpang dengan tujuan akhir Denpasar atau berangkat dari Denpasar, kecuali penumpang transit yang penumpangnya sudah ada di bandara.

Hal ini mengingat penumpang tujuan Bali tidak akan bisa pergi ke mana-mana kecuali hanya di kawasan bandara saja. Demikian pula jika mengangkut penumpang yang dari Bali, mereka juga tidak akan bisa mencapai bandara karena segala jenis kendaraan dilarang beroperasi.

Hanya penerbangan lintas "technical landing" dan "emergency landing" tetap diijinkan, namun awak pesawat dan penumpang harus tetap berada di wilayah Bandara Ngurah Rai selama umat Hindu "mengurung diri" melaksanakan Tapa Brata Penyepian.

Selama Hari Suci Nyepi tidak ada keistimewaan bagi siapa saja untuk bisa menggunakan kendaraan bermotor, kecuali mendapat dispensasi yang dikeluarkan oleh bendesa adat terhadap warganya yang mendesak ke rumah sakit.

RSUP Sanglah Denpasar pada hari Nyepi itu tetap melayani pasien dengan menyiagakan 185 petugas yang terdiri atas lima dokter spesialis, seorang dokter MOD, tiga dokter umum, 56 dokter residen, 55 perawat, 30 tenaga penunjang dan 32 orang tenaga non medis.

Mereka sudah ada di tempat kerja sejak Jumat malam (4/3) sehari sebelum Nyepi hingga sehari sesudah nyepi. (L.I006*P004*I020/I006/M026/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011