Jakarta (ANTARA News) - Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Luthfi Hasan Ishaaq, mengemukakan, ada perbedaan pandangan cara menyelesaikan masalah pajak di Indonesia antara PKS dengan Partai Demokrat dan itu menjadi alasan partainya mendukung angket masalah perpajakan.

Menurut dia kepada pers di Gedung DPR/MPR Jakarta, Rabu, PKS berpandangan bahwa masalah pajak harus diselesaikan dengan cara "extra ordinary", sementara Partai Demokrat menginginkan cara biasa.

Perbedaan pandangan inilah, katanya, yang kemudian dinilai oleh Partai Demokrat sebagai pembangkangan kesepakatan koalisi, padahal itu biasa saja dalam demokrasi.

"Kami melihat bahwa persoalan pajak harus diselesaikan dengan cara "extra ordinary", sementara Partai Demokrat dengan cara biasa. Ini bukan berarti kami menentang pimpinan koalisi," ujar Luthfi.

Persoalan cara pandang ini, menurut Luthfi, kemudian dibesar-besarkan oleh jajaran Partai Demokrat sehingga sampai ke SBY.

"Jadi ini sifatnya `bottom up` atau dari bawah ke atas. SBY seperti diberikan bola panas oleh PD. Terbukti bola panas ini kemudian `kan dingin kembali di tangan SBY. Kalau sifatnya `up down` dan merupakan keinginan SBY tentunya kami ikuti," katanya.

Anggota Komisi I DPR ini juga mengungkapkan, PKS tetap akan berada dalam koalisi karena hingga saat ini belum menerima draf perjanjian atau "code of conduct" koalisi jika memang diperbarui oleh SBY.

"Kalau ada perubahan, tentu PKS akan diajak dialog karena SBY figur yang dialogis. PKS dan SBY sudah lama berdialog tentang berbagai isu, sehingga jika ada perubahan `code of conduct` tentu PKS akan diberi waktu mempelajarinya," kata Luthfi.

Mengenai pertemuan antara Ketua Majelis Syura PKS, Hilmi Aminuddin dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pascapertemuan antara Aburizal Bakrie dengan SBY dia mengatakan, belum ada pertemuan.

"Mungkin tidak terlalu penting juga memanggil PKS, karena tidak terjadi apa-apa antara PKS dan SBY," katanya.

Wakil Sekjen DPP PKS Mahfudz Siddiq menambahkan, keputusan SBY yang mempertahankan Golkar dalam koalisi membuktikan bahwa SBY tidak terpengaruh oleh provokasi dari elit Partai Demokrat.

"Hal itu terlihat dari adanya kesepakatan prinsip bahwa Golkar tetap berada di koalisi dan akan dilakukan pembenahan manajemen koalisi. Ini pelajaran penting bagi Demokrat, yang selama ini agresif menyerang Golkar karena pilihan sikap politiknya mendukung usul angket mafia pajak," katanya.

Mahfudz menegaskan, banyak yang harus diperbaiki dari gaya dan cara Demokrat berkomunikasi dengan sesama unsur koalisi. Gaya dan cara komunikasi Demokrat sangat berbeda dengan SBY.

"Posisi PKS tetap menunggu komunikasi antara SBY dengan pimpinan PKS," katanya.

Tetap kritis

Sedangkan Ketua DPP Partai Golkar, Priyo Budi Santoso menegaskan, pihaknya tetap bersikap kritis dan obyektif terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah meskipun tercapai kesepakatan baru antara Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Menurut dia, keputusan Golkar ini untuk menghormati aspirasi suara-suara DPD I Golkar se-Indonesia yang meminta agar Golkar tidak membungkuk pada kekuasaan.

Karena itu, katanya, Golkar tetap akan bersikap kritis meskipun dalam koridor-koridor tertentu.

"Dalam hal ini, Golkar dipastikan tidak akan mengubah haluan politik sebagaimana adanya, adalah tetap kritis, objektif, tetapi terukur dan proporsional," kata Priyo.(*)

(T.S023/A041)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011