Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat memastikan putusan mahkamah banding Mekkah, Arab Saudi, tidak membebaskan majikan yang telah menyiksa TKI bernama Sumiati.

Jumhur di Jakarta, Rabu, menyatakan mahkamah banding Mekkah pada Senin (14/3) tidak membebaskan majikan Sumiati binti Salan Mustopa yang sebelumnya divonis hukuman penjara tiga tahun oleh Pengadilan Madinah namun memerintahkan Pengadilan Madinah untuk mengulang kembali proses persidangan.

Jumhur menyampaikan hal itu untuk menanggapi kontroversi pemberitaan yang bersumber dari pengacara majikan Sumiati, Ahmad al Rashed, sebagaimana dipublikasikan laman "Al Arabiyah.net" yang seolah-olah menyebutkan majikan penganiaya Sumiati telah divonis bebas oleh mahkamah banding Mekkah.

Setelah melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak di Arab Saudi, Kementerian Luar Negeri RI, dan KBRI di Riyadh, Kepala BNP2TKI memperoleh informasi mahkamah banding di Mekkah sebenarnya bukan mengadili substansi (materi) hukum atas kasus Sumiati tetapi hanya mengadili prosedur hukum terhadap pengadilan sebelumnya yang dianggap tidak memenuhi standar kelaziman sehingga pengadilan kasus Sumiati harus diulang di pengadilan sebelumnya atau pada pengadilan tingkat pertama.

Menurut Jumhur, berdasarkan pada kesimpulan putusan mahkamah banding Mekah seharusnya pengadilan pertama lebih mendahulukan hak-hak pribadi antara dua pihak yang bermasalah terkait soal maaf-memaafkan (tanazul) di antara kedua pihak.

"Prosedur ini tidak dilaksanakan dalam pengadilan pertama (sebelumnya) yang tidak mendahulukan upaya tanazul tersebut atau berdasarkan tanazul yang disertai kompensasi. Sementara kasus Sumiati ini langsung ke pengadilan dengan mengabaikan adanya upaya tanazul yang harus menyertainya dari awal," kata Jumhur.

Mahkamah banding Mekkah, kata Jumhur, juga menilai pihak yang disumpah pada pengadilan sebelumnya hanya Sumiati sedangkan pihak majikan tidak disumpah.

Mahmakah banding, katanya, juga menyatakan bukti-bukti atau saksi masih dianggap kurang (belum cukup bukti) sehingga pengadilan kasus Sumiati harus diulang di pengadilan sebelumnya.

"Mahkamah banding Mekkah justru mengoreksi prosedur yang telah ditempuh oleh pengadilan pertama dan karena itu harus diulang," katanya.

Jumhur juga menyebutkan, putusan pengadilan pertama yang memvonis tiga tahun pada majikan Sumiati menurut mahkamah banding cacat prosedur dan kurang bukti-bukti, karenanya mahkamah banding membatalkannya dan memerintahkan diulang agar lebih sempurna.

Jumhur menegaskan pemerintah Indonesia terus mengawal dan mengupayakan agar Sumiati mendapat keadilan dan berharap majikan yang menganiaya Sumiati dihukum berat.

Kasus Sumiati binti Salan Mustapa (23) menjadi berita panas bertepatan dengan musim haji tahun lalu atau pada awal November 2010

TKI penata laksana rumah tangga asal Dompu, NTB itu mengalami luka serius di bagian muka dan sekujur tubuh serta sempat menjalani operasi paru-paru akibat kekerasan yang dilakukan majikannya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahkan mengecam insiden itu. (ANT/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011