Pontianak (ANTARA News) - Sebanyak enam dari 10 anggota perhimpunan bangsa Asia Tenggara (ASEAN) nelayannya aktif mencuri ikan di perairan Indonesia dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, kata Riza Damanik dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, Sabtu.

"Keenam negara dimaksud, meliputi Thailand, Filipina, Vietnam, Malaysia, Kamboja dan Myanmar," kata Riza Damanik, di Pontianak, saat menjadi pembicara dalam Lokakarya Membangun Strategi Advokasi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Mewujudkan ASEAN yang berpusat pada rakyat menuju komunitas global.

Dia mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2010 mengungkap fakta statistik kecenderungan penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia cenderung positif.

Sementara itu, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) pada 2004 memperkirakan jumlah ikan yang hilang akibat pencurian di Indonesia, mencapai dua ton per tahun.

"Dari jumlah itu diperkirakan negara mengalami kerugian mencapai Rp30 triliun per tahun," katanya.

Menurut dia, diperkirakan pemerintah gagal memperoleh sedikit-dikitnya Rp50 triliun dari sektor pungutan perikanan, sebagaimana disyaratkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2006 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak.

Padahal, menurut dia, Indonesia sangat tergantung kepada nelayan tradisional. Sekitar 91,8 persen atau lebih dari 548 ribu pada tahun 2009 armada perikanan Indonesia adalah kurang dari 5 Gros Ton atau berdasarkan UU Nomor 45/2009 disebut nelayan kecil.

Kemudian 92 persen dari tangkapan ikan nelayan tradisional adalah untuk pemenuhan kebutuhan domestik. Lebih dari dua juta kepala keluarga menggantungkan hidup dan penghidupannya pada perikanan tradisional.

Adapun konsumsi ikan Indonesia terus meningkat. Ia menilai, dari sebelumnya kurang dari 20 kilogram per kapita pada 1998, menjadi 30,47 kilogram per kapita pada 2010. Dan ditargetkan menjadi 40,25 kilogram per kapita pada 2014.

Pada kenyataannya, Indonesia telah menjadi sasaran pencurian ikan oleh negara-negara sesama anggota ASEAN.

Menurut dia, ada beberapa negara anggota ASEAN yang selalu memprotes kesalahan Indonesia. Namun ketika Indonesia balik memprotes sikap negara tersebut, termasuk di antaranya kasus pencurian ikan, mereka cenderung diam.

Cuaca ekstrem, dikatakannya, telah menurunkan frekuensi melaut nelayan, menjadi hanya 160-180 hari per tahun. "Dalam kondisi perairan yang sepi potensial meningkatkan pencurian ikan," katanya.

Berkaitan dengan itu, upaya yang sudah ditempuh Kiara, membangun sinergi advokasi masyarakat sipil untuk keadilan perikanan di Asia Tenggara dengan "Southeast Asian Fish for Justice" (SEAFish). Selain itu, membangun penguatkan organisasi nelayan di Asia Tenggara dengan "Southeast Asian Fisheries Alliance" (SEAFA).
(T.N005/E001)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011