Washington (ANTARA News) - Militer AS tidak mengetahui banyak tentang keberadaan orang kuat Libya Moamer Kadhafi setelah gelombang serangan udara dan rudal terhadap negara itu, kata seorang pejabat tinggi militer AS, Senin.

Dalam intervensi terbesar Barat di dunia Arab sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003, sejumlah kapal perang AS dan sebuah kapal selam Inggris menembakkan lebih dari 120 rudal jelajah Tomahawk ke Libya pada Sabtu, kata militer AS, demikian AFP melaporkan.

Pesawat-pesawat tempur Prancis juga melancarkan serangan udara.

Salah satu serangan itu menghancurkan sebuah bangunan di kompleks Kadhafi di Tripoli, yang menimbulkan pertanyaan mengenai apakah ia telah menjadi sasaran dalam serangan-serangan Barat.

"Saya tidak mengetahui banyak mengenai lokasi pemimpin Libya itu, atau apakah kami melakukan upaya militer dalam kaitan dengan hal itu," kata Jendral Carter Ham, panglima Komando Afrika AS, kepada wartawan pada jumpa pers.

Ia menyatakan, serangan-serangan udara dan rudal bertujuan menghancurkan pusat komando dan pengawasan pasukan Libya "dan kami telah mencapai hasil yang cukup berarti dalam hal itu".

Jendral senior itu juga mengatakan, pasukan AS tetap berpegang pada sasaran militer terbatas di Libya dan tidak memiliki misi untuk mendukung ofensif darat yang dilakukan oleh pasukan perlawanan Libya.

Menurut Ham, misi militer AS jelas -- memberlakukan zona larangan terbang di Libya untuk melindungi warga sipil dari serangan-serangan.

"Kami tidak memiliki misi untuk membantu pasukan oposisi jika mereka melakukan operasi serangan," katanya.

Libya kini digempur pasukan internasional, khususnya AS, Inggris dan Prancis yang melakukan serangan-serangan udara sesuai dengan mandat PBB.

Resolusi 1973 DK PBB disahkan Kamis lalu ketika kekerasan dikabarkan terus berlangsung di Libya dengan laporan-laporan mengenai serangan udara oleh pasukan Kadhafi, yang membuat marah Barat. Resolusi itu mengizinkan aksi militer untuk mencegah pasukan Kadhafi menyerang warga sipil.

Selama beberapa waktu hampir seluruh wilayah negara Afrika utara itu terlepas dari kendali Kadhafi setelah pemberontakan rakyat meletus di kota pelabuhan Benghazi pada pertengahan Februari. Namun, pasukan Kadhafi dikabarkan telah berhasil menguasai lagi daerah-daerah tersebut.

Ratusan orang tewas dalam penumpasan brutal oleh pasukan pemerintah dan ribuan warga asing bergegas meninggalkan Libya pada pekan pertama pemberontakan itu.

Kadhafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa. Kadhafi bersikeras akan tetap berkuasa meski ia ditentang banyak pihak. Ia juga bersumbar melakukan perang panjang dengan pasukan Barat yang kini menggempur negaranya. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011