"Apakah sehebat itu aksi terorisme di Indonesia, sehingga membuat BIN, BNPT, dan Densus 88 belum mampu maksimal dan terkesan kewalahan."
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR, Muhammad Syahfan Badri Sampurno, menyatakan kurang puas terhadap kinerja Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam menanggulangi masalah terorisme karena terkesan normatif dan tidak memberi gambaran lengkap terkait upayanya memerangi terorisme.

"Terus terang saya kecewa dengan paparan BNPT. Seolah terorisme di Indonesia benar-benar sulit ditanggulangi," ujarnya di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, BNPT terkesan normatif dan kurang memberikan gambaran adanya langkah-langkah taktis maupun strategis dalam memerangi terorisme di Indonesia, khususnya aksi-aksi teror belakangan ini (teror bom buku).

Syahfan juga mempertanyakan apakah sudah demikian canggihnya praktik terorisme di Indonesia, sehingga beberapa lembaga yang menangani masalah terorisme seperti BIN, BNPT, Densus 88 belum juga memberikan hasil maksimal dalam menanggulangi aksi terorisme.

"Apakah sehebat itu aksi terorisme di Indonesia, sehingga membuat BIN, BNPT, dan Densus 88 belum mampu maksimal dan terkesan kewalahan menanggulangi masalah terorisme," ujarnya.

Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) itu meminta BNPT mengevaluasi langkah-langkah yang telah dan akan direalisasikan dalam pemberantasan terorisme di Indonesia.

"Saya pikir BNPT perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan," ungkapnya.

Berkaitan dengan teror bom buku ke sejumlah sasaran yang tokoh publiki, dia juga mempertanyakan, apakah hal itu murni aksi terorisme atau adanya upaya pengalihan isu.

Syahfan mengatakan bahwa semestinya BNPT dan Badan Intelijen Negara (BIN) memberikan penjelasan ke publik minimal alur besarnya saja, agar tidak menimbulkan perspektif negatif dan untuk menjawab banyaknya spekulasi yang berkembang pasca teror bom buku.

"Padahal, ini yang kami tunggu dan juga masyarakat perlu kejelasan. Kalaupun dikhawatirkan informasi tersebut akan mengganggu jalannya penyelidikan, paling tidak alur cerita besarnya harus diberitahukan kepada masyarakat, agar tidak berkembangnya spekulasi yang liar," katanya.

Ia menambahkan, "Jangan pula lantas disimplifikasi bahwa pelaku terorisme di Indonesia dilakukan karena adanya ideologi kekerasan dalam agama tertentu."
(T.D011/A011)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011