kini para pekerja pemetik daun teh dari Jawa tersebut sudah memasuki generasi kelima
Jambi (ANTARA News) - Teh "Kajoe Aro" produksi Perusahaan Terbatas Perkebunan Nusantara VI Jambi-Sumatera Barat yang berlokasi di Kerinci, Jambi, kini  menguasai sebagian pasar konsumen teh  dunia.

"Produksi teh PTPN VI dengan merk `Kajoe Aro` kini telah menyebar dan menguasai pasar konsumsi di dunia, tidak lagi hanya sebatas di Eropa seperti yang telah diketahui publik selama ini," kata Direktur Pemasaran Edy Yanto di Jambi, Selasa.

Ia menjelaskan, pasar teh Kajoe Aro di hampir semua negara besar Eropa meliputi Belanda, Jerman, Inggris, Belgia, Portugal, Spanyol, Italia dan lainnya.

Selain itu, daratan Amerika, Asia seperti Jepang, China, India, Srilangka, serta Australia, pun telah mnjadi pasar yang sangat potensial bagi pengembangan jaringan perdagangan teh Kajoe Aro tersebut.

Produk teh kemasan yang diekspor tersebut berupa serbuk teh ortodok kualitas nomor 1 dan 2, sementara yang dipasarkan untuk pasar dalam negeri produk nomor 3 dan seterusnya sesuai dengan kebutuhan dan tingkat konsumsi masyarakat.

Produksi teh dari perkebunan di Kayu Aro Kerinci pertahun rata-rata mencapai 5.500 ton dalam bentuk serbuk teh hitam ortodok. Teh Kajoe Aro disukai karena rasa alaminya dan diolah tanpa zat kimia, katanya.

Namun ia mengakui pemasaran teh Kajoe Aro tersebut memang tidak terlalu populer di pasar-pasar dalam negeri, sehingga sulit ditemui di swalayan-swalayan seperti halnya produk teh lainnya.

Hal tersebut karena memang target pasar utama PTPN VI Kayu Aro adalah pasar dunia.

Kebun teh Kayu Aro adalah kebun teh pada satu hamparan yang terluas di Asia. Luas arealnya mencapai 3.014,60 hektare, tersebar di Kerinci Provinsi Jambi dan sebagian di Sumbar. Produksi daun teh basah perharinya mencapai 90 ton.

Keberadaan perkebunan ini juga dpertahankan dikarenakan nilai sejarah dari kebun itu sendiri, yakni telah dibangun oleh NV HVA (Holand Vereniging Amsterdam) pemerintah kolonial Belanda pada 1925.

"Perusahaan itu mulai beroperasi pada 1930 dengan tenaga kerja rodi yang didatangkan dari Jawa. Hingga kini para pekerja pemetik daun teh dari Jawa tersebut sudah memasuki generasi kelima," tambahnya.
(KR-BS/E003)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011