Kandahar, Afghanistan (ANTARA News) - Enam personel keamanan Afghanistan tewas Kamis ketika gerilyawan Taliban meledakkan sebuah bom yang disembunyikan di dalam ambulan di tengah serangan yang dilakukan terhadap kantor polisi di kota Kandahar, Afghanistan selatan.

Pemboman itu merupakan serangan terakhir terhadap pasukan keamanan Afghanistan, hanya beberapa bulan sebelum pasukan NATO pimpinan AS memulai penarikan terbatas setelah perang hampir 10 tahun melawan Taliban.

"Gerilyawan meledakkan sebuah ambulan yang dipasangi bom, yang menewaskan enam anggota pasukan keamanan nasional dan mencederai 10 orang," termasuk seorang warga sipil, kata kantor gubernur Kandahar.

Ambulan itu tiba setelah sejumlah gerilyawan yang bersenjatakan senapan serang dan granat roket mulai menembaki kantor polisi tersebut.

Kendaraan itu berhasil melewati garis pengamanan dan diledakkan di dekat lokasi pasukan keamanan yang memerangi gerilyawan, kata kepala kepolisian lokal Khan Mohammad Mujahid.

Serangan itu terjadi di sebuah kompleks di luar Kandahar, yang digunakan untuk tempat latihan polisi dan perekrutan tentara dan polisi.

Sebuah kantor baru polisi di kota itu juga dibangun di sana, setelah serangan Taliban terhadap kantor sebelumnya pada Februari yang menewaskan 19 orang.

Taliban mengklaim bertanggung jawab atas serangan terakhir itu, dan juru bicara kelompok itu Yousuf Ahmadi mengatakan kepada AFP bahwa empat pejuang mereka berhasil memasuki kantor polisi tersebut.

Pemboman mematikan pada Kamis itu merupakan yang terakhir dari serangan-serangan gerilya yang bermunculan lagi di sejumlah daerah di Afghanistan.

Bulan lalu, kepala kepolisian provinsi Kunduz, Afghanistan utara, tewas dalam serangan bom bunuh diri yang juga diklaim oleh Taliban.

Konflik meningkat di Afghanistan dengan jumlah kematian sipil dan militer mencapai tingkat tertinggi tahun lalu ketika kekerasan yang dikobarkan Taliban meluas dari wilayah tradisional di selatan dan timur ke daerah-daerah barat dan utara yang dulu stabil.

Sebanyak 711 prajurit asing tewas dalam perang di Afghanistan sepanjang tahun lalu, yang menjadikan 2010 sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan asing, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas situs independen icasualties.org.

Jumlah kematian sipil juga meningkat, dan Kementerian Dalam Negeri Afghanistan mengumumkan bahwa 2.043 warga sipil tewas pada 2010 akibat serangan Taliban dan operasi militer yang ditujukan pada gerilyawan.

Pemimpin Taliban Mullah Omar telah menyatakan, pihaknya meningkatkan serangan taktis terhadap pasukan koalisi untuk memerangkap musuh dalam perang yang melelahkan dan mengusir mereka seperti pasukan eks-Uni Sovyet.

Saat ini terdapat lebih dari 150.000 prajurit yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai memerangi gerilyawan Taliban.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO mencakup puluhan ribu prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Sekitar 521 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011