Jakarta (ANTARA News) - Sebagian masyarakat enggan berobat di rumah sakit Indonesia lantaran harga berobatnya yang mahal tapi tidak disertai pelayanan yang memuaskan.

Dr. Wasista Budiwaluyo, MHA, Sekretaris Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) mengatakan ada beberapa hal yang membuat biaya pengobatan mahal antara lain biaya investasi rumah sakit yang besar, bahan baku obat dan peralatan medis yang diimpor, dan bentuk bangunan rumah sakit yang relatif mewah.

"Tingginya pajak bahan baku obat dan peralatan medis di Indonesia membuat biaya berobat mahal," katanya ketika menjadi pembicara dalam diskusi MarkPlus Monthly Industry Update untuk Health Industry di Jakarta pada Kamis (14/4).

Akhirnya, banyak dari masyarakat yang mencari pengobatan alternatif pergi ke orang pintar atau mereka mencari obat sendiri tanpa resep dokter (Swamedikasi).

Kebutuhan informasi obat bisa diakses dengan mudah melalui Internet sehingga masyarakat berani melakukan pengobatan penyakit berdasarkan informasi yang didapat dari Internet. Obat-obat itu pun bisa didapat di apotek, super market dan toko-toko lainnya.

Menurut Wasista, jika mencari obat sendiri untuk penyakit flu dan deman masih dalam batas wajar tapi jika penyakit seperti diabetes sangat tidak dianjurkan karena ada beberapa kandungan obat yang memiliki efek samping terhadap penyakit tersebut.

"Seharusnya konsultasi dengan dokter, biar tidak salah jalan" katanya.

Tak hanya mahal, buruknya mutu pelayanan kesehatan juga membuat orang Indonesia memilih berobat ke luar negeri seperti Singapura. Wasista mengatakan ada sekitar satu juta orang Indonesia yang berobat ke luar negeri.

"Biaya berobat di Malaysia jauh lebih murah daripada di Indonesia karena tidak ada beban pajak untuk bahan baku obat dan peralatan medis," katanya.

Oleh karena itu, pemerintah lewat UU. RS No 44/09, mewajibkan rumah sakit di Indonesia terakreditasi, wajib menjalankan program patient safety dan menggunakan peralatan rumah sakit yang berteknologi tinggi.

(Adm/S026)

Pewarta: Adam Rizallulhaq
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011