Jakarta (ANTARA News) - Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata menegaskan bahwa pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) adalah amanah undang-undang dimana Kementerian Riset dan Teknologi dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) ditugaskan untuk mempersiapkannya.

"PLTN itu amanat undang-undang (UU). Ristek dan Batan hanya diminta untuk merumuskan dan mempersiapkannya," kata Menristek yang ditanya wartawan disela Seminar Radar Nasional (SRN) V 2011 yang bertemakan "Sinergi Kemampuan Bangsa untuk Kemandirian" di Jakarta, Kamis.

Suharna menampik kesimpulan yang menyebut bahwa Kementerian Ristek memaksakan PLTN, karena pemerintah hanya bertugas melaksanakan UU yang sudah disahkan oleh DPR.

UU yang mengamanahkan pembangunan PLTN adalah UU no 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dan UU no 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025.

UU, lanjut dia, menargetkan pada 2016 PLTN sudah dibangun, namun kenyataannya hingga saat ini belum ada keputusan pemerintah untuk membangunnya.

"Padahal pembangunan PLTN membutuhkan waktu lama, sekitar lima tahun," katanya.

Ia menegaskan bahwa PLTN adalah kemauan bersama, bukan kemauan Kemenristek, Batan atau pemerintah semata.

Ditanya soal tapak PLTN yang rencananya dipindah dari Semenanjung Muria, Jepara, Jawa Tengah ke Provinsi Bangka Belitung, menurut dia, hal itu masih dikaji.

"Soal itu kita kaji semua, dan harus transparan. Jadi tidak ada pemaksaan," katanya.

Dalam UU RPJM, PLTN Semenanjung Muria seharusnya sudah ditenderkan pembangunannya sejak 2008 dan mulai dibangun pada 2010, sehingga sudah bisa beroperasi pada 2016 dengan kapasitas 2.000 MW.

(D009/A035/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011