Kediri (ANTARA News) - Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur Prof Zainuddin Maliki menilai praktik perekrutan dengan memberikan pengaruh berdasarkan fanatisme keagamaan atau doktrinisasi ala NII itu hanya mencari keuntungan dengan cara pemerasan.

"Khawatirnya itu hanya mencari uang saja. Korban dimintai uang, bahkan ada yang hingga Rp80 juta," katanya di sela-sela menghadiri acara dua tahun kepemimpinan Wali Kota Kediri Samsul Ashar di Kota Kediri, Sabtu.

Ia mengaku prihatin dengan praktik-praktik yang mengatasnamakan agama untuk keuntungan pribadi. Tidak diajarkan dalam agama, menipu orang lain demi kepentingan sendiri.

Di kampus yang saat ini dipimpinnya, Universitas Muhammadiyah Surabaya belum ada laporan kehilangan mahasiswa maupun mahasiswi, namun meminta seluruh dosen maupun mahasiswa yang merasa kehilangan, agar melapor ke kampus.

Selain itu, berbagai diskusi tentang agama, pemberian pencerahan tentang Islam juga selalu diupayakan untuk diselipkan kepada mereka. Diharapkan, para mahasiswa tidak akan terperdaya dengan praktik-praktik penipuan yang mengatasnamakan agama.

"Kami sudah minta pada dosen untuk selalu memberikan pencerahan tentang fenomena yang ada saat ini. Praktik itu sungguh merugikan, karena jelas-jelas penipuan," ucap rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya ini.

Ia tidak yakin, masalah dogma agama itu sebagai bagian jaringan teroris, sebab selama ini yang terlihat belum ada arahan ke praktik terorisme, melainkan hanya penipuan dengan meminta sejumlah uang saja.

Praktik dogma agama yang muncul sebagai "doktrinisasi" atau "cuci otak" itu terungkap di Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur. Kegiatan itu sendiri dilakukan dalam sebuah organisasi.

Cara kerja para perekrut ini juga sangat mudah. Mereka mengambil sasaran pada mahasiswa di kampus-kampus yang mahasiswa dan orangtuanya memiliki potensi atau kemampuan membayar uang puluhan juta rupiah.

Pihak kampus (UMM) saat ini sudah menyerahkan seluruh hasil investigasi yang dilakukannya terhadap 15 mahasiswa UMM yang pernah direkrut pada 2008 dan 2010, kepada aparat Polres Malang.

Polisi masih mengumpulkan data dan melakukan pengejaran, termasuk di rumah tempat berkumpulnya para rekrutan dengan perekrutnya. Hingga kini, tersangka belum ada yang ditangkap.(*)

(L.KR-SAS*E011)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011