Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Agama akan segera mengkaji kembali pengajaran agama di sekolah-sekolah dan universitas terkait semakin meningkatnya aksi-aksi dan paham radikal belakangan ini seperti Negara Islam Indonesia (NII).

"Ini memang harus kita cermati, sebagai fenomena meningkatnya paham kekerasan di tengah-tengah masyarakat, kita prihatin, oleh karenanya kementerian agama juga akan melihat lebih dalam berkaitan dengan misalnya kurikulum, kemudian pengajar agama itu sendiri, guru-guru agama," kata Menteri Agama Suryadharma Ali usai rapat komite pendidikan di Kantor Wakil Presiden di Jakarta, Selasa.

Ia menambahkan, pihaknya juga akan mempelajari hasil penelitian Bambang Pranowo dari UIN yang menyatakan semakin intolerannya guru-guru agama.

Menurut dia, pihaknya akan mengundang Bambang Pranowo untuk menjelaskan hasil penelitiannya, termasuk metodologi apa yang disebut intoleran dan sekolah-sekolah mana yang dijadikan tempat penelitian.

"Dengan demikian akan dapat dengan mudah diketahui guru agama yang mana mengajarkan kekerasan, pemahaman yang keras pemahaman yang radikal," katanya.

Selain itu, menurut dia, pendidikan kebangsaan juga harus lebih ditumbuhkan di sekolah-sekolah. Ia menilai pendidikan wawasan kebangsaan nasional saat ini terasa semakin menurun sehingga menjadi celah bagi munculnya paham-paham radikal seperti NII.

Menurut dia, dalam rapat komite pendidikan pada Selasa (26/4) hal itu juga disinggung oleh Wakil Presiden.

"Pak Wapres tadi minta kepada mendiknas dan menteri agama untuk mempertajam program-program sekolah, termasuk peningkatan kualitas tenaga didiknya, dan juga termasuk kontrol terhadap, kalau pendidikan agama ya, pendidikan agamanya terkontrol lah," katanya.

Sementara itu, ia juga meminta kepada pers agar memberitakan radikalisme dan NII secara proporsional dan jangan menghakimi suatu institusi pendidikan yang didalamnya terdapat beberapa pelaku teror dan NII.

"Himbauan kepada pers tolong tidak mengkategorikan lembaga pendidikan sebagai lembaga pendidikan yang memproduksi siswa atau mahasiswa beraliran keras, kalau dari lembaga pendidikan itu direkrut NII atau yang lain, jadi jangan langsung misalnya universitas X gitu ya," katanya.

Ia menegaskan, rekruitmen oleh pelaku kekerasan dan teror maupun juga NII bisa terjadi pada siapa saja, dengan latar belakan pendidikan apa saja.

(M041/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011