Serang (ANTARA News) - Kanit Reskrim Polsek Cikeusik Iptu Hasanudin menyampaikan kesaksiannya terkait kronologis bentrokan antara warga dengan jemaah Ahmadiyah yang menyebabkan tiga orang meninggal dunia di Desa Umbulan Cikeusik, Pandeglang, Minggu (6/2).

Dalam persidangan kedua kasus tersebut di PN Serang, Selasa, Iptu Hasanudin yang bertugas sebagai Kepala Unit Reserse dan Kriminal (Kanit Reskrim) Polsek Cikeusik saat peristiwa tersebut dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) M Yunus untuk memberikan kesaksian salah seorang dari 12 terdakwa kasus Cikeusik atas nama KH Ujang.

Saksi mengatakan, peristiwa tersebut terjadi pada Minggu (6/2) di Kampung Peundeuy, Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, sekitar pukul 10.45 WIB. Sebelum bentrokan terjadi, massa yang diperkirakan lebih dari seribu orang datang secara tiba-tiba dari beberapa arah menuju rumah milik Suparman yang diketahui sebagai pimpinan jemaah Ahmadiyah di kampung tersebut.

"Beberapa saat sebelum bentrokan terjadi, kami sudah berusaha membujuk 20 orang yang ada di rumah Suparman agar mereka mau dievakuasi. Namun, salah seorang diantara mereka bernama Deden menyatakan tetap akan bertahan dan siap menghadapi masa," kata Hasanudin.

Ia mengatakan, setelah ia berusaha beberapa kali membujuk 20 orang yang berada di dalam rumah Suparman sebagai pemilik rumah, namun 20 orang yang belakangan diketahui 17 orang diantaranya merupakan warga yang datang dari luar Cikeusik, tetap bertahan dan tidak mau dievakuasi. Akhirnya saksi mengaku keluar rumah, setelah itu tiba-tiba masa datang dari beberapa arah menuju lokasi rumah yang berisi sekitar 20 orang tersebut.

Saksi juga menyampaikan bahwa Deden dan kelompoknya akan menghadapi massa. "Kalau bapak-bapak tidak sanggup menghadapi massa, biar kami saja yang menghapinya biar seru, biarkan saja terjadi banjir darah`," kata Hasanudin menirukan ucapan Deden salah seorang anggota jamaah Ahmadiyah yang dibujuknya untuk dievakuasi sebelum kejadian tersebut.

Saksi juga mengatakan, pada awal terjadinya bentrokan pihaknya sudah berusaha menghalau massa agar tidak melakukan penyerangan terhadap rumah tersebut, namun karena jumlah massa tidak sebanding dengan polisi yang ada saat itu, sehingga massa terus memaksa mendatangi rumah tersebut dengan ucapan Allahu Akbar serta kata-kata "bubarkan Ahmadiyah".

Menurut saksi, yang mulai melakukan pelemparan terhadap massa berasal dari dalam rumah dengan menggunakan batu, ketepel dan tombak, sementara pada awal terjadinya bentrokan massa tidak ada yang membawa senjata tajam ataupun kayu, batu dan barang lainnya.

Setelah ada lemparan batu, tombak dan ketepel dari arah rumah Suparman, kemudian ada di antara warga yang membalas dengan batu, kayu yang diambil dari sekitar lokasi bentrokan tersebut.

"Ada di antara massa juga yang kemudian mengeluarkan golok, setelah mereka diserang dengan lemparan batu dari dalam rumah," kata Hasanudin.

Namun demikian, saksi mengaku tidak melihat terdakwa KH Ujang dalam peristiwa tersebut dan tidak mengetahui adanya pesan singkat (SMS) ajakan untuk membubarkan jemaah Ahmadiyah yang disampaikan terdakwa.

Sidang dengan terdakwa KH Ujang yang didampingi Penasehat Hukum dari TPM Ahmad Michdan dipimpin Ketua Majelis Hakim PN Serang Rasminto, mendengarkan keterangan dua orang saksi dari anggota kepolisian Sektor Cikeusik. Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan dua saksi lainnya.

Sebanyak 12 terdakwa bentrokan Cikeusik kembali disidangkan di PN Serang dalam tiga ruang sidang terpisah, 11 diantara terdakwa menyampaikan eksepsinya dan satu terdakwa atas nama KH Ujang tidak menyampaikan eksepsi, namun langsung pemeriksaan terhadap saksi.
(M045)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011