Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengutus Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa untuk berkunjung ke Myanmar guna mengetahui kesiapan negara itu untuk menjadi Ketua ASEAN pada 2014 sesuai dengan permohonannya.

Dalam konferensi pers menjelaskan hasil kunjungan kenegaraan Presiden Myanmar Thein Sein ke Indonesia, Marty di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis, mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada dasarnya mencatat permohonan Myanmar untuk menjadi Ketua ASEAN pada 2014.

Namun, kata dia, usulan Myanmar itu harus dibicarakan bersama oleh kepala-kepala negara ASEAN lainnya.

"Namun, secara khusus Presiden berkenan menginstruksikan menteri luar negeri Republik Indonesia untuk mengadakan kunjungan ke Myanmar untuk berkomunikasi dengan pemerintah Myanmar dalam rangka memperoleh informasi, mengetahui secara lebih dalam, hal-hal berkaitan dengan kesiapan negara Myanmar untuk menjadi Ketua ASEAN 2014," tutur Marty.

Meski demikian, Marty tidak menyebutkan waktu kunjungan ke Myanmar yang diinstruksikan oleh Presiden Yudhoyono itu.

Myanmar baru-baru ini mengusulkan untuk menjadi Ketua ASEAN tahun 2014 menggantikan gilirannya menjadi ketua ASEAN pada 2005 yang diberikan kepada Malaysia karena waktu itu Myanmar dinilai belum cukup siap.

Sesuai urutan, Myanmar seharusnya menjadi ketua ASEAN pada 2015, sementara Laos pada 2014. Tetapi pemerintah Myanmar dikabarkan tengah bernegosiasi dengan pemerintah Laos untuk bertukar giliran sebagaimana Indonesia dan Brunei pada 2011 dan 2013.

Namun, Kaukus antar-Parlemen ASEAN untuk Myanmar (AIPMC) menyerukan kepada para pemimpin ASEAN untuk menolak permohonan Myanmar itu.

Presiden AIPMC Eva Kusuma Sundari mengatakan bahwa pemilu Myanmar pada Nopember 2010 bukanlah langkah menuju perdamaian dan demokrasi, karena parlemen hasil pemilu tersebut tunduk kepada militer.

"Informasi dari aktivis prodemokrasi Myanmar menyebutkan, militer di Myanmar terus mengendalikan kekuasaan ekstraparlementer secara signifikan dan punya akses langsung pada dana khusus militer," kata Eva.

AIPMC menilai pemerintah Myanmar masih otoriter dan banyak menahan tokoh masyarakat yang memiliki sikap politik berbeda.

Seruan sama disampaikan aktivis prodemokrasi Myanmar Thwin Linn Aung yang meminta pemerintah Myanmar segera menghentikan serangan terhadap etnis tertentu dan memulai membangun dialog inklusif demi memastikan kelangsungan transisi menuju demokrasi dan penegakan HAM. (D013*P008/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011