Jakarta (ANTARA News) - Kuasa hukum Yusril Ihza Mahendra, Jamaluddin Karim mengatakan, citra Kejaksaan Agung akan bertambah rusak jika memaksakan perkara sistem administrasi badan hukum atau Sisminbakum ke pengadilan.

"Sejak awal sudah ditengarai kasus Sisminbakum adalah rekayasa yang melibatkan kepentingan politik, bisnis, dan konflik perserorangan," kata Jamaluddin Karim, di Jakarta, Kamis.

Menurut Jamaluddin, dari pendekatan politik, Yusril memang menjadi target pembunuhan karakter dan juga ada sentimen pribadi antara Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Marwan Efendi saat itu, dengan Dirjen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM Romli Atmasasmita.

"Wajar saja jika di tingkat kasasi Romli Atmasasmita dibebaskan. Mahkamah Agung dalam pertimbangan hukumnya menyatakan, biaya akses Sisminbakum bukanlah penerimaan negara bukan pajak (PNBP), sehingga dalam persoalan ini tidak ada kerugian negara," katanya.

Menurut dia, MA juga mempertimbangkan dalam pelaksanannya Sisminbakum juga tidak terdapat unsur melawan hukum dan pelayanan publik terlayani dengan baik.

Romli Atmasasmita, kata dia, dibebaskan karena tidak terbukti menggunakan dana Sisminbakum untuk kepentingan pribadi.

"Ini berbeda dengan Samsudin. MA menyatakan Samsudin terbukti menggunakan dana Sisminbakum untuk kepentingan pribadinya, sehingga dia dihukum oleh majelis dalam perkara perkara Romli," katanya.

Jamaluddin menambahkan, aktivis lembaga swadaya masyarakat Indonesia Corruption Watch (ICW) hanya pura-pura tidak mengerti atas fakta di atas. ICW punya kepentingan politik dibalik kasus ini,"  katanya.

Jamal juga menilai, sejumlah pejabat di Kejaksaan Agung yang tidak menyukai Yusril Ihza Mahendra karena berani bersuara lantang, juga menggunakan banyak jalur untuk membangun opini negatif terhadap Yusril.

"Kalau Kejaksaan Agung terus memaksakan untuk mengadili Yusril maka akan merusakkan citra lembaga Kejaksaan Agung itu sendiri. Ini bukan lagi penegakan hukum, tapi  permainan politik.(*)
(T.R024/S019)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011